Bagaimana ini? Setelah Ayah, Om Bram, sama Lean pulang, perasaan gue jadi makin gak karuan gini. Overthinking menerkam akal sehat gue. Apalagi ketika inget senyum Om Bram yang berubah jadi seringai dalam waktu tak sampai sedetik tadi, hati gue ketar-ketir parah. Mau tidur siang pun rasanya gak bisa. Was-was.
Apa penilaian gue ke Om selama ini salah, ya? Dia yang baik, pengertian, dan suka nemenin gue kalau lagi kacau, adalah orang yang punya tipu muslihat dan punya seribu topeng? Hah ... Semoga enggak kayak yang gue duga.
Tapi, sikap Om yang kasar ke Moza waktu itu apa bisa dibilang cuma buat ngelindungin Ayah dari cakaran? Memangnya wajar sampai nginjak dan nendang berkali-kali? Atau Om lagi punya masalah yang bikin gundah dan numpuk di hatinya jadi si emosinya meledak gak tau tempat?
Tapi, lagi-lagi, apakah wajar?
Bukannya Om pernah cerita, kalau dulu dia punya kucing hitam, dan ... ah, iya, gue inget kejadian itu.
"Kucing hitam ini ... apa kamu Moza?" Om Brama pernah bilang kayak gitu waktu di vila.
Kalau memang Moza itu mirip dengan kucing hitam kesayangannya, kenapa harus sekasar itu Om meluapkan emosinya? Apakah rasa sayangnya palsu? Jika memang palsu, kenapa Om sampai pengen dibuatkan lukisannya waktu itu? Atau memang asumsi pendek gue barusan benar, kalau Om Bram sengaja lakuin itu supaya gue dapet kepercayaan Ayah?
Gak cukup sampai di situ, gue juga mikirin gimana bisa Zayn, Ayah, dan Om Bram bisa saling mengenal. Kenapa juga Ayah sama Om Bram kayaknya gak suka sama Zayn dan keluarganya?
Lalu, tentang Mozanya Rara, Mozanya Zayn, dan Mozanya Om Bram, apakah itu Moza yang sama? Apakah dulu kita semua punya hubungan yang baik?
Gue jadi keinget momen sebelum meninggalkan raga Moza, ada foto Zayn sama gue waktu kecil lagi gendong kucing kecil warnanya hitam--kayaknya itu Moza--tapi memori gue sama sekali gak bisa inget sama kenangan-kenangan yang berhubungan sama foto itu. Udah dicoba buat inget-inget, tapi semuanya kosong dan gelap.
Kenapa gue gak tau ... atau gue gak inget ... amnesia ... Sama kejadian itu? Tapi emangnya gue punya riwayat amnesia?
Kalau emang iya ada riwayat amnesia, berarti keluarga gue sengaja nutupin itu dari gue? Tapi kenapa? Gue liat-liat juga rasanya gak ada upaya sama sekali dari keluarga untuk penyembuhan amnesia ini.
Di sini gak ada suster lagi. Karena sehabis gue makan siang plus makan obat, udah rutinitasnya buat jemput anaknya pulang sekolah. Jadi gue gak bisa nanya-nanya. Tapi dada gue makin sesek.
Dengan modal nekat, gue menurunkan kedua kaki gue ke lantai. Mencoba berdiri sembari berpegang ke penyangga cairan infus. Emang agak keleyengan, tapi kayaknya gue bisa deh kalau jalan-jalan sebentar sambil pegangan ke cairan infus.
Gue butuh udara segar. Gak bisa cuma diem di kamar aja, makin overthinking sampai mau meledak rasanya. Mungkin kalau gue udah agak lemes, gue bisa duduk dulu di kursi yang ada di koridor.
Namun, setelah melewati tiga ruangan, rasa pusing yang luar biasa nyerang kepala gue, sampai gue ambruk ke lantai.
"Mbak, mbak gak pa-pa?" Ada seseorang bertanya, itu suara laki-laki, dan rasanya gak asing di telinga gue. Suara yang sebelum ini sering nemenin hari-hari gue.
Deg. Gue terkejut sesaat setelah mendongak. Meski kepala gue rasanya muter, tapi gue yakin ini bukan mimpi atau halusinasi, dia ... jelas sekali ada di depan mata gue. "Zayn ...."
Dia tampak terkejut saat kata 'Zayn' keluar dari mulut gue. Asumsi gue, mungkin dia taunya gue amnesia, lupa siapa dia. Makanya dia panggil 'Mbak' tadi, pura-pura gak ngenalin. "R-Ra ... ka-kamu inget?" katanya terbata-bata.
Namun, belum sempat gue menjelaskan, semuanya berubah menjadi gelap.
...
Pertama kali yang gue lihat saat siuman adalah nuansa ruangan yang sudah gue tempatin selama sebulan ini. Pemandangan di luar jendela sana sudah gelap gulita. Gue sedang berusaha mencerna keadaan dan mencoba menghubungkan ingatan sebelum tersadar di ranjang ini.
"Alhamdulillah, Nona Diandra udah siuman. Minum dulu, Sayang," ucap Sus Ratna sambil mendudukkan tubuh gue dan memberi minum.
"Zayn."
Gue sedikit terperenjat saat berhasil mengingat kejadian sebelum terbaring di sini. Sebelumnya gue ketemu Zayn. Kenapa Zayn ada di rumah sakit ini? Sekarang dia ke mana?
"Padahal kalau mau jalan-jalan tuh tunggu Sus pulang dulu, jangan nekat kayak tadi, ya. Kondisi kamu belum stabil, jadinya pingsan kan."
Gue tau gue nekat, tapi ... "Sus, siapa yang nganterin aku ke kamar pas aku pingsan?"
"Nakes yang kebetulan lewat di koridor, Sayang."
"Ada yang selain Nakes gak?"
"Ooh, ada. Tadi dia ninggalin parsel buah-buahan."
"Coba liat!" pinta gue gak sabaran.
Bukan tak sabar mau makan buah-buahan, tapi gue ingin ngeliat, apa ada kartu ucapan di parsel itu. Dan ... ketemu! Zayn meletakkan kartu ucapan di sini.
Syafakillah syifa-an ajilan
(Semoga Allah menyembuhkanmu secepatnya)
Kalau ada perlu sesuatu, Rara bisa hubungin nomor ini +628*****Gue tersenyum lebar saat menemukan nomor telepon Zayn di ujung surat. Gue bisa hubungin dia buat nanyain hal-hal yang berhubungan sama masa kecil kita berdua.
"Duh, seneng banget kayaknya. Apa tadi keluar tuh pengen ketemu someone?" Goda Sus Ratna. "Kayaknya Pak Wirawan mau punya mantu niih."
"Eh, enggak kok. Kebetulan aja tadi ketemu pas lagi nyari angin." Gue gak mau Sus laporan soal ini ke Ayah, karena dia gak akan suka. "Sus jangan bilang yang enggak-enggak sama Ayah. Aku cuma seneng aja ada stranger yang bantuin aku dengan manggil Nakes, kayak jaga bersentuhan sama lawan jenis gitu loh, Sus. Terus sampe ngasih parsel segala."
"Ah, iya. Sus sempet liat orangnya, emang keliatannya alim sih."
"Tuh, iya, kan? Diandra seneng aja ketemu sama orang yang nge-treat aku berbeda dari laki-laki yang pernah aku temuin gitu loh."
"Iya deh, paham," balas Sus Ratna masih dengan nada menggoda. Tapi, ya gue harap sih ini gak akan menimbulkan masalah. Semoga ....
***
Garut, 1 April 2024
Double up nih!😽
Diandra udah ketemu jalan takdirnya, eh jalan buat ketemu jawabannya maksudnya😅Pantengin teruss pokoknya!🤗
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm in Black (Cat)
RandomSaat membuka mata, hatiku terguncang Mahakaryaku dilalap si jago merah Kembali membuka mata, tubuhku berbulu hitam dan berkaki empat Lantas aku bertanya, apa aku dikutuk karena setitik dendam yang membara di hati? Lagi, aku membuka mata, akhirnya k...