🦭4. Ma, Pa, Maafin Nio

36 10 16
                                    

Hanya manusia yang tidak luput dari typo. Tandai jika ada.
.
.
.

 Tandai jika ada

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🦭🦭🦭

Kilauan cahaya membuat mata saya yang tadinya terpejam jadi terbuka. Saya celingukan karena tiba-tiba saja saya sudah terbaring di ranjang yang jelas-jelas bukan di kamar saya. Bahkan, saya tak mengenali ruangan ini. Ruangan dengan nuansa putih dan ranjang yang lebar. Saya juga ditutupi selimut berwarna cream ini. Ini di mana sebenarnya? "Awh ...." Saya memegangi kepala yang terasa sangat berat dan pusing, saya tak ingat apa-apa.

Tiba-tiba pintu kamar terbuka, Mario dan Rizal masuk dengan membawa beberapa kotak makanan. "Lo udah bangun, Nio?" tanya mereka yang sudah duduk di ranjang.

"Ini di mana? Kenapa kita di sini?" tanya saya kebingungan.

"Di hotel lain. Lo semalem mabok berat. Kandungan alkohol yang lo minum tinggi banget. Lagian, lo kenapa bisa minum alkohol, sih? Lo, kan, bocah baik-baik," jawab Mario yang membuka kotak makan berisi ayam kentucky itu.

Saya mencoba mengingat-ingat kejadian semalam, meski itu membuat kepala saya makin sakit. "Udah, mending sarapan dulu. Nanti juga lo inget." Rizal menyiapkan nasi kotak tadi untuk kami sarapan. Astaga, saya baru ingat jika belum mengabar Mama. Ia pasti cemas karena semalam saya tak pulang.

Saya segera mencari handphone, dan hendak menelepon Mama. "Eh, lo mau ngapain?" tanya Mario dengan cepat saat saya baru saja hendak mencari kontak Mama.

"Nelpon Mama saya, dia pasti nyariin karena semalem saya nggak pulang."

"Ngga usah, gue udah nelpon Mama lo tadi. Gue bilang lo sama Rizal nginep di rumah gue. Emang lo mau nyokap lo tau kalo lo semalem habis mabok?" Iya juga kata Mario, kalau saya jujur pasti Mama marah, tetapi kalau bohong juga malah tambah marah. Ah, entahlah. Saya menaruh handphone saya dan segera menikmati sarapan yang mereka berikan.

"Ukhuk-ukhuk ...." Tiba-tiba saja Mario yang sedang bermain handphone sambil makan itu tersedak. Ya, lagian makan kenapa harus main handphone, sih. Mario bukannya minum, malah terdiam seakan baru saja melihat berita menghebohkan.

"Lo kalo keselek, tuh, minum! Bukannya malah bengong. Tuh, nasi nggak akan turun ke perut kalo lo cuma bengong," tegur Rizal. Saya hanya lanjut makan tanpa memperdulikan mereka berdua yang akan berdebat itu. Kuping saya setiap hari sudah hampir budek mendengarkan perdebatan mereka.

Mario lalu memberikan handphone-nya pada Rizal. Seketika Rizal juga terdiam. Saya jadi penasaran, apa yang membuat mereka jadi diam begini. "Liat apaan, sih? Mana coba saya juga liat." Saya merebut handphone milik Mario dari tangan Rizal.

Hal pertama yang saya lihat adalah sebuah akun Instagram yang entah milik siapa mengunggah video saya yang sedang bermesraan dengan seorang gadis di sebuah pesta. Kepala saya tiba-tiba saja langsung pusing. "Awh ...." Perlahan kejadian semalam mulai muncul di pikiran saya. Saya ingat betul, tadi malam saya dipaksa meminum alkohol oleh Kevin dan teman-temannya. "I ... ini akun ig siapa? Terus ... siapa yang lancang vidioin saya semalem?" tanya saya pada mereka berdua.

Never Mine, Antonio [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang