🦭🦭🦭
Nara dengan amarah yang terlihat masih menggebu-gebu itu menyeret tangan Jihan yang penampilannya sudah lusuh serta rambut yang acak-acakan. "Sini, lo ikut gue! Pertanggung jawabkan semua ulah sampah lo itu!" ucap Nara dengan penuh emosi, lalu menarik Jihan berjalan ke sisi lain pantai.
"Ih, apaan, sih! Lepasin!" teriak Jihan. "Nio, tolong!" teriaknya memanggil saya, tetapi saya hanya diam.
Saya lalu mengikuti mereka dari belakang. Tampak Jihan berulang kali memberontak, tetapi Nara dengan sigap menahan tangan Jihan sehingga gadis itu yg tak dapat melawan Nara.
Di depan, ada Mario, Rizal, dan Gladis yang terlihat tengah menyiapkan api dan ikan untuk di bakar. Mereka duduk di bawah pohon kelapa. Dengan langkah yang sangat cepat, Nara mendorong Jihan hingga ia terjatuh ke pasir.
"Weh, kenapa, nih? Rebutan Nio, ya?" tanya Rizal sembari cengengesan begitu. Kalau dia tahu, mana bisa dia cengengesan.
"Rebutan? Nio aja milih Nara. Kenapa, Ra? Dia bikin ulah lagi?" tanya Gladis pada Nara.
"Kalian tahu nggak, kita bisa kejebak di hutan yang gelap pas pulang dinner itu gara-gara siapa? Nih, gara-gara bocah tolol ini! Dia bayar sopir angkot itu buat bikin kita nyasar terus kita ditinggalin di hutan. Ngaku nggak lo sekarang?!" bentak Nara.
Jihan hanya diam saja, sembari memasang wajah sedih seperti akan menangis. "Cepetan ngomong! Gue hitung sampe tiga, kalo lo nggak ngaku, gue buang lo ke laut biar dimakan hiu!" bentaknya lagi. "Satu, dua, ti-"
"Oke, gue ngaku!" Akhirnya Jihan mau buka suara setelah Nara mengancam akan membuangnya ke laut. Bisa-bisanya Jihan percaya dengan ancaman receh seperti itu. "Iya! Gue yang nyuruh sopir taksi itu buat ninggalin kalian di hutan. Maaf, tapi gue awalnya cuma pengen ngusilin Nara doang, kok. Malah kalian semua yang jadi kena."
"Anj*ng, ya, lo! Keliatannya aja polos, tapi tingkah laku kayak setan!" Rizal terlihat sangat kesal hingga mengatai Jihan seperti itu.
"Eh, lo mikir, dong! Kita berlima di sana panik! Lo udah gila apa gimana, sih?!" Dilanjutkan dengan Gladis yang ikut mengatai Jihan.
Setelah dikata-katai seperti itu oleh teman-teman, dia berdiri dan mendekat pada saya. Belum sempat saya menghindar, dia sudah merangkul lengan saya. "Nio, maafin aku, ya," ucapnya. Saya mencoba melepaskan tangannya dari lengan saya, tetapi cengkramannya begitu kuat.
"Tindakan kamu udah keterlaluan, Jihan. Maaf, saya nggak bisa memaafkan kamu," jawab saya. Jihan menangis sejadi-jadinya. Biarlah, toh, itu ulahnya sendiri.
"Ikut gue, lo harus jelasin depan bokap gue!" Tiba-tiba Rizal menarik gadis itu dan membawanya menjauhi kami. Ia berjalan dengan Jihan menuju restoran papanya.
"Ih, lepasin gue! Nio, tolong!" Jihan terus berteriak, tetapi juga terus ditarik oleh Rizal. Entah apa yang akan Om Arian berikan untuknya nanti. Semoga Jihan merasa jera dan tidak akan usil begitu lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Never Mine, Antonio [END]
Teen Fiction[STORY 6] GENRE: TEENFICTION - SUPRANATURAL ~ PREKUEL BEFORE SUNSET ~ °°°°°°° Siapa sangka jika malam ulang tahun temannya adalah awal bencana bagi anak pengusaha terkenal yang selalu mendapat prestasi gemilang di sekolah? Iya, hanya karena satu vi...