🦭13. Surat Perjanjian

13 2 0
                                    

Hanya manusia yang tidak luput dari typo. Tandai jika ada 📌

"Muka lo kenapa begitu, dah?" tanya Mario ketika saya baru saja membaca pesan WhatsApp yang masuk dari Mama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Muka lo kenapa begitu, dah?" tanya Mario ketika saya baru saja membaca pesan WhatsApp yang masuk dari Mama. Sepertinya besok saya harus pulang untuk menjelaskan semua ini ke Mama. Pasti sekarang Mama kepikiran.

"Ini ... ada chat dari Mama saya. Dia sudah lihat story Instagram-nya Nara," jawab saya.

"Udah ... lagian palingan lo cuma didiemin seminggu. Santuy ajalah!" imbuh Mario yang berbicara dengan entengnya. Seminggu didiamkan Mama itu membuat saya tak nafsu makan. Murung di kamar dan hanya melihat Mama tanpa bertegur sapa itu rasanya sakit. Mario menasehati sudah seperti ia punya pasangan. Mereka berdua saja tidak punya pacar.

Saya minum setelah memakan sepotong pizza, lalu mengambil buku dan segera duduk di ranjang. Mungkin karena terbiasa belajar sebelum tidur, sekarang sedang tidak ada tugas. Maka dari itu saya membaca buku saja agar lekas mendatangkan kantuk.

"Jadi selama ini lo diem-diem suka sama Nara? Sejak kapan?" tanya Rizal. Mereka berdua yang ikut naik ke ranjang masing-masing. Posisinya ranjang milik Rizal berada di tengah, sedangkan milik saya di samping tembok. "Padahal tadi siang baru ribut sama dia."

Iya juga, pasti mereka heran kenapa saya jadian secara mendadak. Terlebih lagi mereka tahu jika Nara membenci saya, sebab menurutnya sayalah alasan dia dikeluarkan dari program pertukaran pelajar itu. "Saya ngantuk. Jawab besok aja, ya."

Ngomong-ngomong, kenapa saya kepikiran Nara, ya. Dia pingsan tadi saat makan pedas, apa jangan-jangan dia punya sakit asam lambung? Sekarang dia sudah minum obat belum, ya? Mana saya tadi tidak meminta nomor WhatsApp-nya, hanya saling mengikuti Instagram saja. Ah, masa bodo dengan perempuan itu, lebih baik saya tidur.

***

"Hei, bangun! Udah jam enam ini!" Saya berteriak membangunkan Rizal dan Mario yang masih tertidur pulas. Mungkin mereka lupa jika di sini bel masuk berbunyi pukul tujuh. Sedangkan di Acardia, pukul tujuh tiga puluh.

Saya sudah siap dengan memakai kaos olahraga ini. Kaos lengan pendek berwarna biru muda. Tadi saya bangun jam lima, memasak tiga butir telur dadar untuk sarapan saya dan dua bocah ini. "Hoi, bangun!" Karena mereka berdua tak kunjung bangun, akhirnya saya menepuk badan mereka dengan guling.

Rizal kemudian duduk dengan mata yang masih sedikit terpejam, disusul Mario. Mereka berdua berjalan ke arah kamar mandi. Mereka, sih, biasanya tidak akan mandi ketika hendak sekolah. Aneh saja, mereka berdua memang jarang berkeringat.

Kini mereka sudah bersiap berganti seragam putih abu-abu. Sekarang kami sarapan di meja makan dengan lauk telur dadar dan saos. "Saya udah selesai, duluan, ya." Saya meletakkan sendok di piring, lalu menaruh piring yang kotor itu ke tempat cucian.

"Lah? Kenapa enggak nungguin kita? Oh atau ... lo mau cepet-cepet ketemu sama pacar lo, ya?" tebak Mario. Saya hanya sibuk mengambil tas dan memakai sepatu.

Never Mine, Antonio [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang