🦭🦭🦭
Pagi-pagi saya sudah merapikan ranjang saya terlebih dulu. Bahkan, sudah rapi mengenakan seragam olahraga ini. Sedangkan dua sahabat saya itu? Malah masih tertidur pulas. Tadi malam saya terbangun tengah malam sekitar pukul dua pagi, mereka masih terjaga dan bermain game online. Astaga, pantas saja pagi ini mereka belum bangun.
"Mar, saya berangkat duluan, ya. Itu sudah saya masakin sarapan nasi goreng untuk kalian," ucap saya berbisik di telinga Mario yang masih tertidur itu. Jangan diremehkan, gini-gini kemampuan memasak saya sudah berkembang. Selain telur dadar dan mie instan, saya sekarang sudah bisa membuat nasi goreng. Ya, walaupun alakadarnya, tetapi saya yakin, saya pasti bisa memasak lebih banyak menu lain di kemudian hari.
Entah mendengarkan saya atau tidak, Mario hanya bergumam pelan dengan posisi mata tertutup dan masih tidur. Ya, sudah mungkin ia mendengar, karena sudah bergumam.
Saya akhirnya langsung berangkat, meninggalkan mereka berdua yang basih tertidur. Tak apalah, yang penting saya sudah menyisakan nasi goreng untuk mereka sarapan nantinya, saya juga sudah menghidupkan alarm di handphone-nya Rizal.
Saya kemudian berangkat menuruni lift, bersama kakak kelas lainnya yang juga tinggal di asrama ini. Tak beberapa lama kami sampai dan turun di lantai satu. Di sini saya melihat Nara yang berjalan sendirian ke pintu gerbang asrama. Saya segera berlari ingin mengejarnya.
"Ra?!" teriak saya, Nara pun seketika berhenti dan menoleh ke belakang. "Kamu sudah sarapan?" tanya saya saat sudah berjalan di sampingnya. Dia hanya diam saja, tidak menjawab sama sekali. "Ra? Kamu sakit?" tanya saya sekali lagi.
"Berisik!" bentaknya membuat saya terkejut. Ternyata dia masih sama galaknya seperti tadi malam.
"Saya, kan, cuma tanya. Kamu mau makan ap-"
"Nio?!" teriak seseorang yang memotong ucapan saya. Saya menoleh untuk mengetahui siapa suara yang memanggil saya itu. Rupanya Clara, dia memakai seragam sekolah ini. Oh, ternyata dia bersekolah di sini? "Hai!" sapanya dengan riang itu.
"H-hai," ucap saya terbata-bata. Sedangkan Nara, langsung berjalan saat ada Clara yang mendekat pada kami. Wajahnya seperti sangat kesal.
"Gue lagi cari ruang kepala sekolah, nih, tapi gue nggak tahu di mana. Lo mau anterin gue nggak? Please, anterin gue!" ucapnya dengan menyatukan kedua telapak tangannya tanda memohon.
"Yuk, arah ruang kepala sekolah juga dekat dengan ruang kelas saya, jadi sekalian aja."
"Beneran, nih? Nggak ngerepotin? Nggak bakalan ada yang marah?" tanyanya sekali lagi. Marah? Nara saya tidak peduli, ya, karena mungkin kami hanya pacaran pura-pura dan dia tidak menaruh rasa sama sekali pada saya. Hanya saya yang mulai menyukainya, tetapi dia tidak.
"Benar. Yuk." Saya berjalan duluan, tetapi tidak lama kemudian Clara mengikuti saya dan menyamakan posisi berjalanannya dengan saya.
Ruang kepala sekolah tidak jauh, hanya saja memang agak memutar dulu untuk sampai. "Ini ruangannya. Kalau gitu, saya ke kelas dulu, ya," tunjuk saya setelah kami sampai di depan ruang kepala sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Never Mine, Antonio [END]
Teen Fiction[STORY 6] GENRE: TEENFICTION - SUPRANATURAL ~ PREKUEL BEFORE SUNSET ~ °°°°°°° Siapa sangka jika malam ulang tahun temannya adalah awal bencana bagi anak pengusaha terkenal yang selalu mendapat prestasi gemilang di sekolah? Iya, hanya karena satu vi...