🦭🦭🦭
"Permisi, Pak." Saya mengetuk pintu ruang guru yang untung saja letaknya tidak jauh. Jadi, saya tidak perlu mencari-cari lagi.
Semua guru yang ada di ruangan itu tadinya sedang sibuk dengan pekerjaannya masing-masing, langsung menoleh pada saya. "Ya? Cari siapa?" tanya salah satu dari mereka, seorang perempuan berkerudung dan berkacamata.
"Saya murid baru, pindahan dari Acardia. Saya-"
"Oh ... anaknya Pak Lukman, ya?" sambar seorang laki-laki tua berkacamata yang muncul dari belakang saya itu membuat saya kaget. "Panggil saya Pak Tatang. Kebetulan papa kamu udah menitipkan kamu pada saya tadi. Ikut saya, saya juga mau masuk kelas," imbuhnya. Saya belum menjawab, dia sudah pergi keluar dari ruang guru. Saya bingung dan masih berdiri di tempat. Namun, saya langsung mengikutinya ketika Bapak itu sudah mulai agak jauh.
Beliau berhenti sebelum masuk ke sebuah kelas. Sepertinya ia menunggu saya yang jalan lelet di belakangnya. Melihat ia menunggu saya, membuat saya melangkah lebih cepat. "Ini kelas baru kamu," ucapnya begitu saya sampai di sampingnya. Saya sontak langsung melihat ke atas, tepatnya di plang papan yang bertuliskan jika ini adalah IPA 3. Yah ... itu artinya saya nggak sekelas dengan sahabat saya si dua anak gesrek itu. "Nak? Silakan masuk, jangan malah bengong." Ucapan Pak Tatang itu mengejutkan saya.
Beliau lalu masuk terlebih dulu, diikuti oleh saya yang berjalan di belakangnya. "Selamat pagi, anak-anak," sapanya pada para muridnya itu. "Perkenalkan, ini murid baru di kelas kalian. Bapak harap kalian menerima dia dengan baik, ya." Pak Tatang lalu menoleh pada saya. Ah, mungkin maksudnya adalah meminta saya memperkenalkan diri di depan kelas.
Saya menarik napas perlahan, lalu mengembuskannya. "Halo teman-teman semua. Nama saya Antonio Azriel. Kalian bisa panggil saya Nio. Saya pindahan dari Acardia-"
"Oh, yang kena kasus video sama Nara, ya?" potong seorang murid perempuan yang memakai cardigan berwarna merah muda, dengan lipstik merah merona. Heran, sekolah, kok, pakai lipstik semerah itu? Dia mau sekolah atau kondangan sebenarnya?
Akibat ucapan perempuan yang lancang memotong kalimat saya barusan, membuat seisi kelas tertawa, kecuali satu orang. Ya, dia adalah Nara. Dia terlihat duduk di pojok sebelah kanan dengan temannya. Kasihan, mungkin teman-teman mengasingkannya. Saya heran, kenapa saya harus sekelas dengan dia? Tahu gitu, saya mending sekelas dengan Mario dan Rizal saja.
Dilihat-lihat kasihan Nara yang hanya tertunduk saat ditertawai oleh teman-temannya. "Sudah! Itu kalian sama saja merundung Nara dan Nio," bentak Pak Tatang yang membuat semua murid yang tertawa tadi mendadak diam. "Kalau sampai ada yang merundung mereka lagi, Bapak nggak akan segan-segan mengeluarkan kalian semua. Mengerti?!" tegas Pak Tatang dengan suaranya yang lantang itu.
"Paham, Pak ...." jawab semuanya dengan nada lirih. "Nio, kamu sekarang boleh duduk di sana," tunjuk Pak Tatang ke satu bangku kosong yang ada di barisan paling kiri di urutan nomor tiga dari depan. Saya hanya mengangguk, lalu berjalan ke bangku yang ditunjuknya tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Never Mine, Antonio [END]
Teen Fiction[STORY 6] GENRE: TEENFICTION - SUPRANATURAL ~ PREKUEL BEFORE SUNSET ~ °°°°°°° Siapa sangka jika malam ulang tahun temannya adalah awal bencana bagi anak pengusaha terkenal yang selalu mendapat prestasi gemilang di sekolah? Iya, hanya karena satu vi...