🦭7. Hukuman untuk Nio

41 13 30
                                    

Lama bener, ya, update-nya wkwkwk berasa artis alias sok sibukkk.

Selamat membaca!

Selamat membaca!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🦭🦭🦭

"Jadi gitu ceritanya." Saya selesai menceritakan kejadian sebenarnya pada Rana dan Satur. Mereka katanya memang enggak tahu apa-apa, karena bermain handphone pun dibatasi oleh orang tua, mengingat mereka juga masih bocah SMP.

Saat ini kami duduk di taman belakang rumah saya. Taman ini memang di-design khusus untuk taman bermain. Papa itu suka anak-anak, maka dari itu setiap anak kecil yang main ke sini pasti dia suruh untuk bermain di taman agar betah. Di taman ini ada ayunan, jungkat-jungkit, perosotan, dan lainnya.

Satur dan Rana duduk di dua ayunan, sedangkan saya duduk di rerumputan. Mereka hanya manggut-manggut ketika saya menceritakan kejadian yang sebenarnya. "Ya, udah kalau Kak Nio pindah sekolah, pindah ke SMA yang deket sekolah kita aja, biar tiap hari kita bisa nebeng Kak Nio, heheh." Rana tertawa sendiri.

"Iya, Kak. SMA deket sekolah kita itu lumayan bagus, loh. Coba Kakak liat Instagram-nya, deh. Namanya SMA Pelita Nusa. Katanya, sih, di sana itu disediakan asrama juga buat siswa yang rumahnya jauh," imbuh Satur yang mendukung pendapat dari Rana. Pelita Nusa? Sepertinya saya pernah dengar orang menyebutkan nama sekolah itu, tapi lupa di mana.

"Kalau gitu, aku sama Satur pamit pulang dulu, ya, Kak. Mau tidur siang," pamit Rana, ia lalu berdiri dari duduknya. Kalau saja saya bisa memilih, pasti saya pilih sekolah yang disarankan mereka berdua tadi.

Suara mobil Mama tiba-tiba terdengar di garasi, itu artinya ia sudah pulang. Sejak kemarin saya belum berbicara lagi dengan Mama, karena Mama pasti masih marah. Saya tak mau berlarut-larut membuat Mama marah, akhirnya saya memutuskan untuk menghampiri Mama ke garasi mobil.

"Mama!" teriak saya memanggil Mama yang baru saja keluar dari mobil. Saya menangis dan langsung memeluk Mama. Pantas saja Kevin selalu mengejek saya 'anak Mama', ternyata saya memang enggak bisa jauh dari Mama. "Nio minta maaf, ya, Ma. Nio dikeluarin dari sekolah, Nio juga bikin Mama kecewa kemarin." Mama mengelus punggung saya saat saya memeluknya.

"Udah, nggak apa-apa. Nasi udah jadi bubur, kalau balik jadi nasi, ya, nggak bisa. Tapi ... perempuan itu bukan pacar Nio, kan?" tanya Mama. Saya yang terkejut langsung melepaskan pelukan itu dari Mama.

"Bukan, Ma. Nio enggak kenal dia. Tapi dia juga di-DO tadi," jawab saya singkat. Mood saya jadi hilang seketika saat membicarakan gadis yang tidak mau saya sebut namanya itu. "Mama, Nio ke kamar dulu, ya. Mau tidur," pamit saya, Mama hanya mengangguk, lalu saya segera berjalan ke kamar.

Kamar saya berada di lantai dua, jadi harus naik anak tangga yang lumayan banyak dulu. Saya melempar tas ke ranjang dan merebahkan tubuh ke kasur yang empuk. Semua masalah yang menimpa secepat kedipan mata ini membuat saya merasa lelah. Kejadian yang sama sekali tak saya duga akan terjadi.

Never Mine, Antonio [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang