Hanya manusia yang tidak luput dari typo. Tandai jika ada 📌
Happy reading! 🦭
Saya terus panik di dalam taksi. Bukan panik karena khawatir dengan gadis ini, melainkan takut jika terjadi apa-apa padanya, pasti saya yang akan di salahkan. Padahal, kan, itu salah dia sendiri karena sok-sokan kuat memakan sate pedas satu piring.Taksi berhenti di salah satu rumah sakit yang untungnya masih buka. "Makasih, Pak!" Saya menyodorkan selembar uang kertas berwarna biru itu pada sopir taksi, lalu turun dan menggendong Nara masuk ke dalam. "Sus, tolong temen saya!" teriak saya pada suster yang kebetulan lewat.
Suster tersebut segera mendorong sebuah brankar menuju saya. Saya lalu meletakkan Nara di atas brankar. Saya dan dua suster lainnya lalu mendorong brankar tersebut ke UGD. "Kalau boleh tahu, ini temannya kenapa, Mas?" tanya salah satu suster itu.
"Tadi dia ... pingsan setelah makan pedas, Sus," jawab saya yang masih panik dengan napas ngos-ngosan.
Setelah sampai di ruang UGD, dua suster itu membawa Nara masuk ke dalam, disusul oleh seorang dokter. Sedangkan saya, hanya bisa duduk di kursi yang ada di luar ruangan. Memperhatikan jam yang sudah menunjukkan pukul delapan malam. Saya mengecek handphone, ada lima panggilan tak terjawab dari Rizal. Astaga, pasti mereka berdua bingung mencari saya.
Saya berniat menelepon Rizal, tetapi tidak jadi karena laki-laki yang memakai jas putih dokter tiba-tiba keluar dari ruangan. "Mas keluarganya?" tanya dokter tersebut.
Saya hanya menggeleng. Mau panggil keluarganya pun, mana saya tahu keluarga Nara. "Saya teman sekolahnya, dok."
"Teman kamu mengalami iritasi di bagian lambungnya. Mungkin, karena dia tidak baru saja makan yang pedas dan panas. Saya sarankan untuk tidak mengonsumsi makanan yang terlalu pedas. Nanti saya tuliskan resepnya dan bisa ditebus di apotek rumah sakit."
"Tapi sudah boleh pulang, kan, dok?" tanya saya.
"Boleh, dia juga sudah sadar barusan. Kalau begitu, saya permisi dulu." Dokter itu pergi setelah memberikan penjelasan pada saya. Saya segera masuk ke ruangan tempat Nara dirawat. Terlihat ia berbaring dengan mata terbuka yang menghadap ke atas.
"Makanya jangan sok-sokan! Sudah tau nggak kuat makan pedes, tetap aja ngeyel!" ucap saya yang berdiri di samping ranjangnya.
"Ya, siapa suruh lo ngatain gue cemen!" jawabnya tak mau kalah. Gadis ini memang jenis manusia yang tidak mau kalah berdebat sepertinya.
"Iya, saya minta maaf." Daripada berdebat tidak ada ujungnya, lebih baik saya mengalah. Toh, debat dengan Nara tidak akan ada ujungnya.
Nara bangun dari tidurnya, kemudian berdiri menyeimbangkan badannya yang masih sempoyongan itu. Saya segera menangkapnya karena dia tadi hendak jatuh. "Gak usah pegang-pegang! Cari kesempatan, ya, lo?!" Dia malah mendorong saya, padahal saya saja baru memegang lengannya. Gadis aneh, mau dibantu malah curiga terus bawaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Never Mine, Antonio [END]
Teen Fiction[STORY 6] GENRE: TEENFICTION - SUPRANATURAL ~ PREKUEL BEFORE SUNSET ~ °°°°°°° Siapa sangka jika malam ulang tahun temannya adalah awal bencana bagi anak pengusaha terkenal yang selalu mendapat prestasi gemilang di sekolah? Iya, hanya karena satu vi...