Maaf lama ngga update, mungkin sekitar ± 2 mingguan wkwk. Ah, iya, selamat hari raya idul Fitri 1445 Hijriah bagi yang merayakan🙏
Happy reading!
🦭🦭🦭
"Pa, maafin Nio." Langkah saya terhenti saat berjalan dengan Papa hendak ke kelas untuk berpamitan dengan teman sekelas saya. Saya harus pulang detik ini, tak bisa melanjutkan pelajaran hari ini sampai selesai.
Papa mengulas senyum di wajahnya itu. Saya tahu dia kecewa, tetapi tetap memperhatikan perasaan saya. Saya juga kecewa dengan diri saya sendiri. "Nggak apa-apa, nanti Papa cariin sekolah yang terbaik buat Nio. Gih, pamitan dulu sama temen kamu, habis itu kita pulang." Papa mengelus pundak saya, lalu berjalan lebih dulu ke depan—parkiran.
Saya memberanikan diri masuk kelas. Kelas yang tadinya ramai karena tak ada guru alias sedang jam kosong itu mendadak senyap saat saya masuk. "Nio ...." Mario dan Rizal langsung menyambut saya. "Gimana? Lo dihukum?" tanya Rizal, tetapi saya hanya diam saja.
"Teman-teman, saya minta maaf kalau saya ada salah sama kalian. Mulai hari ini, saya nggak bisa belajar sama-sama lagi bareng kalian. Makasih udah mau jadi teman saya," ucap saya pada mereka, teman-teman sekelas yang banyak memberikan kenangan selama satu tahun kemarin.
"Nio, lo apaan, sih? Jangan bilang kalau lo mau pindah sekolah?" tanya Mario seakan tak percaya dengan yang saya katakan barusan. Saya hanya mengangguk untuk menjawab pertanyaan darinya.
"Akhirnya si paling berprestasi cabut dari sekolah ini," sorak tepuk tangan itu terdengar dari Kevin dan dua teman baiknya. Saya tak menyangka rencananya menyingkirkan saya dari sini ternyata berhasil. Kevin memang dari dulu selalu iri, harusnya saya kemarin ikut Mario dan Rizal ke toilet saja, mungkin kejadian menghebohkan ini tak akan terjadi.
"Tutup mulut lo, Sialan!" Rizal hampir saja maju untuk menghajar Kevin jika saya tidak menahan tangannya barusan.
"Sabar, Zal. Jangan kebawa emosi. Saya nggak mau kamu juga dapet masalah gara-gara ini," bisik saya pada Rizal. Rizal itu memang emosian anaknya. Untung ada saya dan Mario yang mengimbangi sikap emosinya itu.
"Apa?! Kalo udah di-DO, ya, sana pulang! Ngapain masih di sini? Oh, atau masih mau caper?" tantang Kevin lagi, diikuti dengan suara tawa dari beberapa murid sekelas. Saya tak bisa berkata-kata lagi. Mau membela diri pun, yang ada malah saya makin dihujat nantinya.
"Nio juga di-DO karena lo, inget karma!" teriak Rizal pada Kevin. sedangkan Kevin, ia hanya tertawa bersama teman-teman yang lain. Sepertinya mereka sama seperti Kevin yang merasa gembira saat saya tidak lagi di sini.
"Saya permisi, teman-teman." Saya lalu keluar dari ruang kelas. Tak sanggup mendengar suara tawa mereka. Mungkin memang sudah begini jalannya, merelakan mimpi saya hancur secepat kedipan mata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Never Mine, Antonio [END]
Teen Fiction[STORY 6] GENRE: TEENFICTION - SUPRANATURAL ~ PREKUEL BEFORE SUNSET ~ °°°°°°° Siapa sangka jika malam ulang tahun temannya adalah awal bencana bagi anak pengusaha terkenal yang selalu mendapat prestasi gemilang di sekolah? Iya, hanya karena satu vi...