🦭38. Kita dan Langit Sore Kala itu

10 2 0
                                    

🦭🦭🦭

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🦭🦭🦭

"Lo lagi main apaan, dah? Serius bener." Rizal tiba-tiba masuk ke kamar, mengangetkan saya yang sedang bermain handphone. Tentu sangat serius karena saya tengah mencari di internet hal-hal apa saja yang bisa membuat mood wanita jadi bagus.

"Lagi cari cara supaya Nara enggak ngambek lagi sama saya. Saya, kan, cuma nolongin Clara," jawab saya, tetapi belum melihat ke arah Rizal. "Oh, iya, Mario mana?" tanya saya. Masalahnya tidak ada Mario yang ikut masuk, hanya Rizal sendiri.

"Lagi kapan sama Gladis. Terus ... lo udah dapet info apa aja dari internet?" tanya Rizal. Saya saja dari tadi hanya muter-muter, tetapi tidak menemukan saran yang pas.

"Saya bingung mau coba cara apa, Zal. Saya bacain, nanti kamu yang kasih pendapat, ya, saran itu baik atau enggak."

"Oke!" jawab Rizal dengan semangat.

"Yang pertama, beri wanita bunga yang ia suka," ucap saya membaca point pertama di daftar yang ada di internet.

"Nara suka bunga nggak? Kalo suka, beliin aja," jawab Rizal. Saya berfikir sejenak untuk mengingat-ingat jawabannya. Setahu saya, Nara waktu itu suka bunga, tetapi saya tidak ingat bunga jenis apa yang ia suka. Okelah, nanti saya bisa tanya ke Gladis.

"Saya kurang tahu, tapi nanti saya bisa tanya ke Gladis. Lanjut point selanjutnya, ya?" tanya saya. Rizal mengangguk dan saya lanjut men-scroll point selanjutnya. "Yang kedua, ajak pasangan anda ke tempat liburan kesukaannya." Saya mengernyitkan dahi ketika membaca poin yang satu ini. "Skip, deh, yang ini. Mau liburan ke mana, Nara juga sepertinya tidak suka traveling. Dia lebih suka tidur."

"Lo nggak mau coba? Ke gunung atau ke ... kebun binatang?!" usul Rizal.

"Enggak, ah. Palingan Nara males jalan-jalan begitu. Kemarin, kan, udah ke pantai," jawab saya.

Jadi bingung, dadi ketiga opsi tersebut, hanya satu yang bisa saya pilih. Ah, saya punya ide! Bagaimana kalau saya mengajaknya berkeliling kota mengendarai motor. Saya juga lama tidak motoran. Ya, hitung-hitung melepas rindu. "Saya pergi dulu, Zal!" Saya mengambil jaket dan segera pergi ke luar asrama.

"Lah?!" teriak Rizal yang terdengar seakan bingung. Saya langsung berjalan ke toko bunga yang ada di dekat asrama. Saya memilih tidak jadi menanyakan tentang bunga kesukaan Nara ke Gladis, karena mungkin Gladis akan memberi tahu Nara, jadi tidak surprise lagi nantinya.

"Selamat datang, mau cari bunga jenis apa, Mas?" sapa pelayan toko yang terdengar sangat ramah itu. Buru-buru saya mengambil handphone untuk mencari foto Nara di handphone saya.

"Mbak, saya mau cari bunga yang tempo hari dibeli sama pacar saya. Ini orangnya." Saya menunjukkan foto Nara padanya. Pegawai toko itu terlihat diam, mungkin sedang mengingat-ingat bunga jenis apa yang Nara beli saat malam-malam itu.

Never Mine, Antonio [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang