satu

12.5K 445 16
                                    


"BERANINYA KAMU MAU MEMPERKOSA PUTRI KESAYANGAN SAYA!!" bentak seorang pria dengan urat-urat menonjol dilehernya.

"Ngga dad Dion ngga ngelakuin hal kayak gitu. Sama sekali ngga!" bantah seorang pemuda kecil terus menggelengkan kepala dengan air mata yang terus mengalir di pipinya.

"hiks.. bohong... hiks.. tadi abang Dion maksa hiks.. Sera buat buka baju Sera hiks.. Sera nggak mau hiks ta-tapi bang Dion tetep maksa hiks... sampe baju sera kayak gini"
ucap gadis yang bernama Sera itu sambil terisak dengan penampilan yang cukup berantakan. Kancing baju yang terlepas paksa dan rambut terurai yang acak-acakan. Benar-benar terlihat seperti orang yang hampir saja diperkosa.

"DIEM LO ANJING!! GUE NGGA PERNAH YA MAKSA LO APALAGI MAU PERKOSA LO!! NAJIS BABI! Dan gue ingetin sekali lagi lo lebih tua dari gue jadi jangan panggil gue abang bangsat!" bentak Dion tak terima dengan tuduhan yang dilayangkan Sera kepadanya.

"DION!" bentak lagi pria tadi yang merupakan Daddy dari Dion serta gadis bernama Sera tadi.

"Heh baru kali ini Daddy manggil nama Dion. Kenapa? lebih percaya sama anak kesayangan kalian iya?! Terus kalian semua juga lebih percaya sama dia hah??" tanya Dion pada Daddy serta abang-abangnya yang sedari tadi hanya diam menonton.

Mata Dion terus memandang wajah mereka satu persatu. Benar saja dari tatapan mereka Dion tau jika mereka tidak mempercayainya tapi di tangga Dion melihat seseorang yang memandangnya dengan tatapan yakin dan percaya, juga dengan senyuman lembut diwajahnya.

Dion tersenyum tipis. Dia juga tidak menyangka akan ada seorang yang begitu menyayangi dan mempercayainya di rumah bak neraka ini.

Kembali tersadar Dion mencoba mendatarkan wajahnya dan menghapus air matanya. Untuk menghadapi drama dihadapannya memanglah membutuhkan kesabaran yang ekstra.

"Bukti udah di depan mata dan lo masih mau kita percaya sama lo? mimpi lo" ucap abang ketiga Dion sambil terus menenangkan Sera, adik kesayangannya itu.

Berbeda dengan abang ketiganya, abang kedua Dion langsung mencengkram lengan Dion dan menariknya menuju ke ruang bawah tanah di ikuti oleh Daddy nya.

Seseorang yang tadi berada di tangga kini sudah naik lalu segera menghubungi seseorang melalui hpnya.

'ck mereka pasti bakal apa-apain Dion... gak bisa dibiarin' batin orang itu.

'Halo? ada ap-' suara diseberang terdengar namun segera dipotong olehnya.

"pulang sekarang! mereka kayaknya bawa Dion ke ruang bawah tanah dan itu gara-gara putri kesayangan mereka itu. Jadi cepatlah sebelum terlambat" ucapnya lalu memutus sambungan telepon secara sepihak.

'gue harus ke ruang bawah tanah juga. Dion bertahan ya, maafin abang yang gak bisa apa-apa... perjanjian sialan itu hah sudahlah' batinnya lalu segera menuruni tangga untuk pergi menuju ruang bawah tanah di mansion ini.

Ctass

Ctass

Bugh

Ctass

Bugh

Tubuh Dion terus dicambuk oleh Daddy nya dan dipukul dengan tongkat bisbol oleh abang keduanya. Mereka melakukan tanpa rasa iba sedikitpun. 'iblis' itu yang Dion pikirkan tentang mereka berdua.

Mau Dion berteriak sekeras apapun atau saat Dion sudang menangis sejadi-jadinya, mereka tetap acuh. Mereka terus fokus membuat berbagai macam luka ditubuh Dion.

Dari yang tadi hanya cambukan dan pukulan kini bertambah menjadi sayatan, tusukan, dan juga tamparan.

Dion terdiam tak menyangka. Tatapan yang tadinya pasrah kini menjadi kosong. Mungkin dia memang ditakdirkan untuk mati ditangan keluarganya sendiri.

Harapan yang semula ada kini benar-benar menghilang bersama dengan tatapan pasrahnya tadi.

Semakin lama mata Dion terasa semakin memberat, membuatnya terus berusaha membuka matanya agar tetap tersadar.

"Dasar anak sialan!! Saya harap kamu segera mati" ucap Daddy Dion sambil terus mencambuki punggung Dion. Dion hanya diam mendengar dengan teliti.

Beberapa saat setelahnya mungkin karena sudah puas dengan kegiatan tersebut, Daddy dan abang kedua Dion pun berhenti menyiksa Dion.

Daddy Dion langsung pergi dari sana disusul oleh abang kedua Dion. Namun sebelum pergi abang kedua Dion sempat mengatakan sesuatu yang membuat Dion tersenyum miris.

"Matilah sekarang juga!" ucap abang kedua Dion dengan nada dinginnya.
Bukan ucapan sih tapi lebih terdengar seperti perintah.

Dion yang mendengarnya pun tidak lagi dapat menahan rasa kecewanya yang terasa seperti menghantam dirinya.

Dirasa sudah tidak kuat dengan segala rasa sakit yang ada, Dion memilih untuk menyerah.

'Bang Hani maafin Dion belum bisa ngabulin permintaan abang yang mau ke pantai bareng Dion' batin Dion yang kemudian menutup rapat matanya bagai menutup halaman terakhir dari sebuah buku.

Dion benar-benar menyerah dan menghembuskan nafas terakhir ditempat gelap itu.

Tak berselang lama pintu ruang itu terbuka dan memperlihatkan sosok pemuda yang langsung berlari kearah tubuh Dion.

"Dion hiks Dion bangun.. liat abang Dion! hiks ayo bangun abang mau bawa kamu ke Ayah.. hiks Ayoo" ajak pemuda itu dengan terisak dan mengguncang pelan tubuh yang sudah tak bernyawa didepannya.

"Abang liat sekarang hiks udah telat kan? Dion udah milih buat nyerah dan hiks pergi ninggalin kita" ucap pemuda tadi kepada pemuda lainnnya yang masih berdiri diam didekat pintu sambil memeluk erat jasad adik sepupunya itu.

Pemuda yang berada didekat pintu itu pun menangis melihat keadaan didepannya. Benar kata sepupunya tadi, dia terlambat. Bahkan untuk meminta maaf pada adik bungsunya karena terus pergi meninggalkannya pun belum sempat ia lakukan.

Memang benar kata orang yang namanya penyesalan pasti adanya diakhir.

~

bila ada salah kata (typo) mohon ditandai yaa!! jangan lupa pencet tanda bintang dipojok kiri bawah biar Dion seneng UwU

DION [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang