lima belas

5K 318 7
                                    


Langit jingga tadi sudah menghilang tergantikan oleh gelapnya langit malam. Dion dan Sehan juga telah sampai di Mansion keluarga Atmadja.

Baru membuka pintu Dion langsung disambut oleh suara bariton seseorang yang sungguh saat ini tidak ingin ia lihat wajahnya.

"Darimana saja kamu?! Tidak lihat ini sudah jam berapa?" ucap Edgar dengan nada rendahnya menatap tajam kearah Dion.

Dion yang mengetahui siapa orang yang mengajaknya bicara pun hanya acuh dan terus berjalan tanpa menjawab pertanyaan orang yang sayangnya menjabat sebagai Daddy-nya itu.

Melihat Dion yang mengabaikannya pun membuat Edgar emosi. Edgar berdiri dari duduknya lalu meraih tangan kanan Dion untuk menahannya.

"Daddy tanya kamu darimana saja!" ucap Edgar dengan nada penuh penekanan namun tetap tidak membuat Dion takut mendengarnya.

"Bukan urusan anda tuan!" ujar Dion kemudian menghempaskan tangannya agar terlepas dari genggaman Edgar.

Edgar yang melihat tangganya dihempaskan oleh Dion pun sudah tidak bisa lagi menahan emosinya. Tangannya terangkat ke udara hendak menampar Dion lagi sebelum sebuah suara yang tidak asing menghentikannya.

"OM EDGAR!" teriak Sehan yang melihat sang paman hendak menampar adik sepupu kesayangannya.

Yang benar saja bekas tamparan yang awal saja masih terlihat di pipi Dion dan pamannya itu dengan seenaknya malah hendak menampar Dion lagi.

Edgar terkejut mendengar teriakkan yang terdengar tidak asing. Setelah menoleh dan mendapati yang tadi berteriak adalah putra bungsu dari abangnya Edgar pun terdiam.

"Dion istirahatlah ke kamarmu" ucap Sehan pada Dion dengan nada dingin namun terdengar lebih lembut.

Dion hanya mengangguk dan melanjutkan langkahnya menuju ke kamar. Namun baru beberapa langkah ia kembali berhenti dan kemudian berbalik.

"Jangan berlebihan bang" ucap Dion yang diangguki oleh Sehan. Sehan tau jika didalam hati kecil Dion, ia masihlah menyayangi Daddy serta abang-abang nya itu.

Setelahnya Dion kembali melangkah menuju kamarnya meninggalkan dua laki-laki berbeda usia itu.

"Om ayo ikut Sehan, kayaknya Ayah juga kangen sama Om" ucap Sehan lalu berbalik dan berjalan menuju pintu yang kemudian diikuti oleh Edgar.

"Matilah.. sekarang mereka pasti tidak akan mempercayaiku lagi" batin Edgar menghela nafasnya pasrah.

Sungguh sebenarnya Edgar sangat takut kepada abang satu-satunya itu, ditambah lagi kini putra dari abangnya malah melihat dirinya memarahi putra bungsunya.

.

.

.

.

.

.

Dion yang sudah sampai di kamarnya pun langsung membersihkan dirinya sebelum pergi tidur. Selesai dengan kegiatan bersih-bersihnya Dion langsung saja melompat ke kasur empuknya lalu tertidur.

"AAAAKKHH Huft... huft... huft..." teriak Dion yang baru terbangun dari tidurnya. Ia kembali memimpikan mimpi yang sama seperti beberapa hari yang lalu.

Setelah menetralkan nafasnya yang tadi memburu Dion melirik ke arah jam dinding di kamarnya. Jarum jam menunjukkan pukul 7 malam, yang artinya Dion sudah tidur selama 2 jam.

Dion mendudukkan dirinya ditepi ranjang. Dion masih sangat terkejut mengingat ia yang memimpikan mimpi yang sama seakan memperingatkan dirinya untuk berhati-hati dalam membuat keputusan.

DION [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang