delapan

6.1K 403 9
                                    


"Bang Hani" panggil Dion senang. Betul, pemuda yang menampar Tristan serta yang mengobati Dion adalah abang sepupu Dion, Sehanio Felix Atmadja.

"kenapa kok ga dibales?" tanya Sehan dengan nada penasaran. Dirinya memang sering mengawasi Dion saat berada di luar negeri, jadi dia juga tau kalau biasanya Dion akan membalas kembali perlakuan Sera padanya hingga akhirnya Dion jadi dituduh membully Sera.

Mengetahui arah pembicaraan abang sepupunya membuat Dion terdiam sejenak. Bukannya dia bingung untuk menjawab pertanyaan abangnya tapi dia hanya ragu apakah keputusannya untuk berprinsip 'diam jika tidak salah dan meminta maaf jika salah' itu sudah benar?

Melihat wajah serius dan penasaran abangnya yang malah terlihat lucu di matanya membuat Dion tak kuasa menahan tawanya. Dan akhirnya Dion pun terkekeh pelan.

"lah malah ketawa, jawab abang dulu Dion!" ucap Sehan dengan muka kesalnya. 'Apa-apaan adik manisnya ini? dia lagi serius malah diketawain' pikir Sehan.

"Abisnya muka abang jadi lucu kalo lagi serius, jadinya kan Dion ketawa" balas Dion masih dengan kekehan pelannya dan dibalas tatapan tajam oleh Sehan.

"Iya iya Dion jawab" ucap Dion mulai menghentikan kekehannya dan menarik napasnya pelan sebelum kembali berbicara.

"Mulai sekarang Dion ga mau lagi bang punya hubungan sama dia dan lainnya. Dion mau fokus aja sama hidup Dion, kalo sibuk ngurusin mereka nanti waktu Dion malah habis cuma buat mereka. Kan sayang" jelas Dion dengan senyum diwajahnya.

Mendengar penjelasan Dion membuat Sehan lega dan ikut tersenyum. Dia tentu bahagia dengan pemikiran adik manisnya ini namun disisi lain ia juga merasa khawatir.

"Kalo itu keputusan Dion, abang bakal selalu dukung keputusan yang Dion ambil" ucap Sehan dengan nada lembut sembari mengelus pucuk kepala Dion.

Dion hanya tersenyum sambil terus menikmati elusan di kepalanya. Keheningan yang menenangkan harus menghilang karena perbuatan seseorang.

'BRAKK'

Pintu UKS terbuka dengan tidak elitnya. Pelakunya tidak lain tidak bukan adalah Bian. Dengan nafas memburu Bian langsung masuk menghampiri Dion tanpa permisi.

"DIONN~ Lo kenapa anjir sampe diperban gini?" tanya Bian dengan nada cepat dan jangan lupakan nafasnya yang masih memburu.

Melihat kondisi sahabat yang sepertinya habis berlari? membuat Dion khawatir sekaligus senang. Dion senang karena artinya Bian sangat peduli padanya. Namun Dion juga khawatir karena sahabatnya yang satu ini punya stamina tubuh yang kurang baik.

"Gue gapap-"

"Dion disiram kuah panas sama Sera" potong Sehan menjelaskan alasan luka yang didapat oleh Dion pada Bian.

"Eh ada bang Sehan, sorry ya bang tadi gak keliatan hehe" ujar Bian yang merutuki kebodohannya. Sehan mengangguk untuk menanggapinya.

"Ngomong-ngomong kok abang ada disini? pake seragam sekolah sini lagi, abang pindah sekolah disini ya?" tanya Bian bertubi-tubi.

"Nanya tuh satu-satu Yan" ucap Dion yang jenuh melihat tingkah Bian.

"Iya maap, bang Sehan pindah sekolah disini?" tanya lagi Bian yang dibalas deheman oleh Sehan.

"Kenapa pindah?" tanya Bian penasaran.

"Iya bang, kok bang Hani pindah kesini? apa di sana lagi ada masalah?" tanya Dion yang juga ikut penasaran dengan alasan Sehan pindah ke sekolahannya.

"Ngga, di sana ga ada masalah. Abang cuma mau disini aja biar lebih deket sama Dion" ucap Sehan diiring dengan senyum manis diwajahnya.

Dion yang mendengar alasan Sehan pun ikut tersenyum. Memang sedari dulu Sehan lah yang paling dekat dan sayang padanya. Meskipun Sean maupun Arsen juga dekat dengannya namun tidak sebanding dengan Sehan. Dion sangat menyayangi abang sepupunya yang satu ini.

"Yee cuma Dion doang nih, Bian kagak bang?" sindir Bian dengan side eyes nya.

"Gak" jawab Sehan singkat sambil memainkan jari-jari Dion yang berada digenggaman tangannya.

"Tega lo bang sama gue" ucap Bian dengan dramatis. Namun diabaikan oleh kedua orang yang ada didepannya.

"Sialan kalian" batin Bian yang kesal karena diabaikan. Rasa ingin menonjok kedua makhluk didepannya sudah sembilan puluh sembilan koma sembilan sembilan persen.

Bian pun menghela nafasnya mencoba untuk menstabilkan emosinya yang tadi memuncak.

"Oh jadi karena Sera lagi? dia maunya apa sih sampe selalu nargetin lo" ujar Bian yang kembali mengingat topik utama yang tadi terjeda. Gagal sudah ia menstabilkan emosinya.

"Ya ga tau kok tanya saya, lo tanya aja sendiri sama si Sera itu" balas Dion dengan nada yang terdengar menjengkelkan ditelinga Bian.

"Lo tuh emang minta ditampol ya" ucap Bian sambil menaikkan lengan seragamnya keatas seolah akan berkelahi.

"Udah udah kalian kok malah ribut, Bian mending kamu tolong beliin seragam baru buat Dion" ucap Sehan sambil menyodorkan dua uang kertas merah pada Bian.

"Wah ini kembaliannya buat Bian ya bang" ujar Bian dengan mata berbinar melihat dua kertas berharga yang kini berada ditangannya.

"Enak aja lo Yan bagi dua lah" ucap Dion setelah mendengar niat terang-terangan sahabatnya itu.

"Eh ini juga buat beliin lo seragam baru ya! jadi itu udah bagian lo" tolak Bian.

Heran memang. Keduanya jelas-jelas berasal dari keluarga yang cukup kaya dan berada, namun entah kenapa keduanya sama-sama menyukai hal-hal gratis.

Sehan yang sudah sangat bosan mendengar ocehan kedua bocah didepannya pun angkat bicara.

"Kalian diam! Bian beli seragam baru buat Dion sekarang!" titah Sehan dengan nada penuh penekanan.

Mendengar titah mutlak dari sang abang keduanya pun langsung diam dan Bian yang langsung ngacir membeli seragam baru Dion.

~

bila ada salah kata (typo) mohon ditandai yaa!! jangan lupa pencet tanda bintang dipojok kiri bawah biar Dion seneng UwU

*makasih ya! yang selalu ga lupa buat ngevote.. dan makasih juga buat semua yang enjoy baca ceritaku!!

Jangan cepet-cepet bosen yah sama Dion^_^

DION [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang