sembilan belas (?)

4.7K 277 15
                                    


"Abang" panggil Dion lirih namun masih dapat didengar oleh Sean.

"Kenapa? gak bisa tidur?" tanya Sean sembari mengelus surai hitam yang halus milik sang adik.

Dapat Sean lihat wajah tampan adiknya yang kini malah terlihat sangat menggemaskan dengan mata yang masih berkaca-kaca serta hidung yang memerah akibat menangis. Sungguh Sean ingin menggoda adiknya namun saat ini bukanlah saat yang tepat.

Dion terdiam sejenak sebelum akhirnya kembali mengeluarkan suaranya.

"Dion nggak mimpi kan bang? ini bukan mimpi kan? kalo mimpi kenapa terasa sangat nyata?" tanya Dion berturut-turut. Ia masih ragu dan tidak percaya dengan kejadian yang baru saja terjadi padanya.

Melihat keraguan di wajah sang adik membuat Sean sedikit sedih. Bahkan kejadian tadi dianggap sebuah mimpi oleh sang adik saking tidak percayanya?

"Itu bukan mimpi Dion" ucap Sean memberi pengertian dan dibalas anggukan oleh Dion

"Dion harus bilang makasih sama Mommy sama Dian juga" ujar Dion menatap Sean dengan senyum manis yang terpatri diwajahnya.

"Kalo gitu tidur ya? nanti Dion temuin mereka di mimpi terus bilang makasih sama Mommy dan Dian" titah Sean yang kembali diangguki oleh Dion.

Dion mulai menutup matanya dan dengan elusan pelan Sean, Dion pun akhirnya terlelap menuju mimpinya.

Sean yang melihat sang adik sudah tertidur pun ikut menutup matanya dan menyelami alam mimpinya. Sean juga berharap dapat bertemu sang Mommy juga Dian di mimpinya. Jujur ia sangat merindukan kedua sosok tersebut.

.

.

.

.

.

.

Pagi menyambut orang-orang untuk bangun dan memulai melakukan kegiatan hariannya. Begitu pula dengan ketiga laki-laki yang sudah terduduk manis di kursinya.

Satu memakai setelan kantornya, satu mengenakan baju bebas namun rapi, dan satu lagi memakai seragam sekolahnya. Mereka adalah Edgar, Aldi, dan Tristan.

Edgar memutuskan untuk kembali mengurus perusahaannya bersama sang putra sulung mengingat ada beberapa masalah yang terus menimpa AtmaCompany.

Ketiga nya kini sudah berada di meja makan dan tengah menunggu dua laki-laki lainnya yang tak kunjung datang.

"Apa mereka belum bangun?" celetuk sang kepala keluarga dengan penasaran.

"Bang Sean gak mungkin belum bangun jam segini, mungkin bang Sean nunggu Dion bangun" balas Tristan. Ia tau jika abang sulungnya itu adalah orang yang disiplin, jadi tidak mungkin rasanya orang yang terbiasa bangun pagi kini malah telat bangun.

Aldi yang tidak kuasa menahan rasa penasarannya pun berdiri dari duduknya hendak pergi ke kamar adik bungsunya dan memanggil mereka untuk turun. Namun belum juga sampai di tangga, Ia serta Edgar dan Tristan dikejutkan dengan Sean yang turun dari tangga dengan setengah berlari sambil menggendong Dion ala bridal style.

Aldi yang hendak bertanya pun langsung mengatupkan kembali bibirnya setelah mendengar ucapan sang abang. Raut panik serta khawatir langsung muncul di wajah yang tadinya datar.

"Nanti! sekarang ke RS dulu" ucap Sean sambil terus berlari keluar menuju mobilnya untuk pergi ke Rumah sakit.

Melihat punggung Sean yang sudah tidak terlihat lagi membuat Edgar dan Tristan pun menanyakan apa yang terjadi pada Aldi. Karena yang tadi mendengar ucapan Sean hanya Aldi.

DION [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang