Rahasia hati.
.
.
.
.
.Suasana angin sore itu menyapa dengan lembut, sepoi-sepoi yang menari di udara, menyentuh rambutku dan Dilla yang duduk berdua di atas motor, membiarkan perjalanan ini meluncur perlahan. Di tengah deru mesin motor yang berdesir halus, kami berdua seperti melukis langit dengan kebahagiaan sederhana yang tak perlu dijelaskan. Perjalanan menuju rumah yang tak asing, namun penuh dengan kenangan yang tergurat di setiap sudutnya, terasa begitu sempurna. Melukis lengkungan manis tanda kami menuai rasa kesenangan di perjalanan, perjalanan kesana membuat rasa yang sempurna dengan kehangatan yang ada, dikala Aku bisa merasakan wangi dan hembusan angin sore di akhir bulan juli di setiap sudut area Bogor.
Hembusan angin yang datang dari arah barat membawa aroma dedaunan basah, menambah kesejukan di akhir bulan Juli yang menggigit. Kulitku sedikit meremang oleh hawa dingin yang datang begitu tiba-tiba, namun tetap terasa menyegarkan, seolah menyapa jiwa yang sempat terlupakan oleh hiruk-pikuk kehidupan.
Aku tersenyum, setidaknya angin ini memberiku ruang untuk merasakan kebebasan, daripada memikirkan Mahira yang entah mengapa masih menghantui benakku. Pada saat itu, tak ada yang lebih indah selain menikmati detik-detik ini bersama Dilla, saudara sepupu yang sudah seperti adik sendiri. Angin sore membawa kami lebih jauh, meninggalkan jejak-jejak kecil di jalan yang telah kami lewati. Dedaunan yang berguguran seolah menjadi saksi bisu perjalanan kami.
Namun, tiba-tiba Dilla memecah keheningan dengan kalimat yang mengagetkan. "Kak, kalau misal ada yang bikin sakit hati, kita langsung keluar aja," ujarnya dengan nada yang tak biasa. Aku tercekat, terdiam sejenak. Kata-katanya seperti angin yang tiba-tiba datang, membawa ketegangan yang tak aku harapkan. Dilla, dengan sikapnya yang selalu penuh perhatian, tampak begitu khawatir. Wajahnya yang ceria kini berubah, seolah ia menyembunyikan sesuatu yang lebih dalam dari yang bisa aku pahami.
Kenapa Dilla begitu cemas? Apa yang sebenarnya ia pikirkan tentang Mahira? Aku hanya bisa menatapnya bingung, tak mampu memberi jawaban yang layak. "Denger ga, Kak? Kalau misal ada yang buat Kakak kesel, tinggal aja," ucapnya lagi, kali ini dengan nada yang lebih tegas. Aku tersentak, sadar bahwa ada yang mengganjal di hatinya, namun aku masih belum bisa menangkap maksudnya.
Dilla memperbaiki posisi spion motor, seolah menunggu reaksiku. Aku hanya bisa mengangguk pelan, tersenyum kecil untuk meyakinkannya bahwa aku baik-baik saja. Namun, di dalam hatiku, ada rasa yang lebih dalam dari sekadar ketenangan semu.
Aku dan Dilla mungkin tidak memiliki darah yang sama, namun hubungan kami lebih kuat daripada itu. Sejak kecil, Dilla sudah menjadi adikku, bahkan lebih dari itu dia adalah sosok yang mengajarkanku banyak hal tentang kasih sayang. Keluargaku merawatnya sejak ia masih kecil, setelah orang tuanya pergi begitu tragis. Aku tahu betul sakit yang Dilla rasakan karena ia sudah menyandang status anak yatim piatu sejak la masih belia, walaupun sebetulnya ia harusnya masih butuh kasih orang tua, namun mau tak mau ia hanya tinggal bersama seorang kakak saja yang saat itu juga masih belia untuk bekerja hingga akhirnya keluargaku mau merawatnya dan mau mengurusnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Secret Within the Heart
RandomSemua orang pasti memiliki sebuah rahasia nya sendiri,manusia tersendiri sering sekali menyembunyikan sesuatu seorang diri,inilah yang terjadi pada 5 saudara. Bagaimana cerita seorang seorang hamira memiliki 3 orang adik dan satu kakak yang tidak se...