"Selamat sore, semesta yang brutal," ucap suara bariton sambil menguap dan meregangkan badan. Dia sempat tertidur sebentar ketika menjaga toko buku---warisan dari sang kakek---yang berada di lantai dasar rumahnya.
Han Jisung, seorang pemuda dua puluh tiga tahun yang sebagian besar waktunya berada di rumah, menjaga deretan buku yang tersusun rapi di rak, membaca manga, dan menulis lagu. Dia tidak punya kerabat, temannya pun hanya dua orang.
Banyak yang mengira Han bermasalah. Padahal dia hanya tidak begitu ahli berinteraksi dengan orang-orang. Menurutnya jauh lebih mudah berinteraksi dengan hewan, terutama kucing.
Han tidak mengerti, mengapa orang-orang tidak suka hidup sendirian, kenapa mereka membutuhkan smartphone, ribuan daftar teman di sosial media, dan membangun hubungan mendalam dengan orang asing?
Dia membenci hari perayaan, membenci hubungan percintaan, benci menghamburkan energi untuk interaksi sosial. Semua yang dikatakan kehangatan dan rasa aman hanya bisa didapat dari hubungan intrapresonal, menurut pandangannya masih lebih baik seekor kucing.
Setelah mandi, berpakaian rapi dan membawa tas selempang kecil, Han berjalan-jalan sore menuju taman. Dituang sekantong makanan ke mangkok-mangkok kecil di sana. Para kucing langsung saja mengerubungi. Hal ini sudah menjadi rutinitasnya.
Dia bukan tidak punya teman sama sekali. Tapi dia merasa, tampaknya sudah salah berteman dengan orang paling merepotkan di dunia.
Di waktu luang itu, ponsel jadul di sakunya berdering.
"Nomor yang anda tuju sedang muak dengan anda. Silahkan hubungan lima tahun lagi," jawab Han dengan suara dibuat seperti operator telepon.
"HANJIS! GUE BUTUH LO! CEPAT KE RUMAH SAKIT SEKARANG! SERIUS NIH."
Seenaknya manggil nama orang, batin Han Jisung. Dijauhkan ponselnya yang berisik karena suara seseorang di sana. "Gue sibuk. Jaga toko buku."
"Pengunjung toko lo itu dalam sebulan gak sebanyak kucing yang disterilkan di sini. Coba kalau lo gak kenal gue, mungkin lo udah gulung tikar dari dulu."
"Gak boleh kebaikan diungkit-ungkit," sindir Han.
"Ehe, bercanda, Bro. Buruan sini. Gue ongkosin, dah. Perawat lainnya masih cuti hari raya. Gue pontang-panting sendirian. Kasihanilah gue ...."
Han bergidik karena suara memelas yang terkesan dibuat-buat oleh Binnie atau Changbin.
Pemuda chubby ini mewarisi Rumah Sakit Hewan milik keluarga. Sebenarnya dia ingin menjadi penyanyi, tapi karena kecintaan terhadap orang tua dan khawatir namanya dicoret dari kartu keluarga, dia pun menyanggupi untuk mengambil alih rumah sakit tersebut. Padahal dia alergi terhadap kucing.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ailurophile [END]
Fanfiction"Apa kalau semua manusia mati mereka dimakamkan?" tanya Lino. Han membersihkan dedaunan yang berjatuhan di atas makam. "Ya, supaya sanak keluarga bisa datang untuk kasih penghormatan dan doa." "Bunga juga, ya?" "Hu-um. Tapi kalau orangnya suka maka...