✧༺27.10.2024༻✧
"Lo gak mikir, gimana reaksi polisi kalau gue kasih tau identitas sebenarnya dari kucing kesayangan lo itu?" hasut Hyunjin. "Meski bukan gue, pasti nanti juga ada yang bawa dia untuk eksperimen!"
Langkah Lino terhenti di tengah jalan menuju atap anjungan kapal, beberapa anak tangga dilalui dengan berjalan sambil berpegangan pada dinding seperti orang tua sakit lutut. Setelah sampai atas, dihirup dalam oksigen sekitar sampai dadanya membusung. "Arghh. Mahagrid." Kedatangannya mengalihkan atensi dua laki-laki yang sejak tadi tengah berseteru.
"Woi, Hyunjin! Gue tadi kepleset bungkus snack kacang burung. Pasti lo yang buang sampah sembarangan di situ!" protes Lino bersungut-sungut. "Lo gak bisa beli kapal yang lebih bagus? Bau curut, Njir."
Masih sempat-sempatnya si oren ini komplain.
"Nenek lo curut!" balas Hyunjin. Kembali mengamati sekitar. Berdecak, tersudutkan karena polisi di bawah sana bahkan memerintahkannya untuk segera menyerahkan diri. Tapi dia tak mau mundur begitu saja, masih bersikeras mewujudkan ambisinya.
"Ini yang terakhir kalinya. Bawa gue ke planet lo, Lino! Kita menghilang dari dunia ini bersama." Tergelak dengan tawa lebar lalu tersenyum pongah. "Ini baik untuk kita semua. Gak ada jalan lain!"
Sangat geram, kesabaran setipis kulit lumpia dibelah tujuh membuat Lino ingin sekali mencakar wajah dokter itu. Pergerakannya tertahan oleh lengan Han yang menghalangi, memberikan isyarat gelengan, meminta untuk tidak cepat bertindak menuruti emosi semata. "Njin, apa lo gak pernah berpikir, hukuman apa yang kemungkinan akan lo terima kalau lo beneran pergi ke planet kami, hm?!"
"Ugh ...." Hyunjin menekuk wajah, berlagak takut, melipat tangan di depan dada. "Oh. Oke. Kalau gitu gue gak akan pergi. Tunggu sampai lo dibedah."
"Gue lebih pilih dibedah, jadi bahan eksperimen di sini daripada bawa makhluk biadap kayak lo ke planet gue! Lo pasti dapat balasan!"
"Pembalasan apa?" Hyunjin menaikkan sebelah alis. "Gue cuma lakuin eksperimen ke beberapa hewan. Pembalasan apa yang akan gue terima?!"
Lino menatap sengit tapi untung saja ada pawangnya sehingga dia masih bisa menahan diri.
"Di dunia ini ada banyak anjing juga kucing yang mati tertabrak setiap hari. Kalau ada penyakit menular juga para anabul itu dibuang begitu aja sama pemiliknya. Kalau gue dapat balasan, semua orang di dunia ini juga harus dapat pembalasan!" lanjut Hyunjin disertai tatapan lebar. "Gue gak melanggar hukum. Gue gak bunuh orang! Lo masih gak ngerti?!"
Buliran likuid tertahan di pelupuk mata Lino, menatap tajam dan nanar. Tangannya terkepal erat di samping badan. Betapa sakit hati dan semakin marah mendengar penuturan barusan. Dokter itu bahkan tidak merasa bersalah sama sekali padahal telah merenggut nyawa orang paling berharga, kakak perempuan satu-satunya.
"Lo gak lihat? Gue sekarang berdiri di depan lo! Gue kucing! Kita sama, Hyunjin!" berang Lino dengan nada tinggi sampai wajah memerah dan sebulir air menitik dari mata membasahi pipi, sementara Han masih berusaha sekuat tenaga menahan pergerakannya agar tidak tantrum.
"Gue dan anjing yang lo pukul di lab tadi, kami dari bangsa hewan juga punya perasaan yang sama! Bisa mencintai, bisa merasakan sakit karena kita sama-sama makhluk hidup! Atas dasar apa lo sewenang-wenang begitu?!"
Tidak peduli apa yang dikatakan. Hyunjin masih berambisi. Meski dilanda cemas juga karena polisi sudah mulai mendekat ke tempatnya berpijak akibat kekerasankepalanya tidak mengindahkan perintah.
"Polisi sudah mulai naik. Gue tanya yang terakhir kali. Apa kalian mau bawa gue ke Animal Planet? Pikirkan baik-baik! Ini kesempatan terakhir kalian sebelum gue ungkap semuanya ke mereka." Masih terus mengancam akan buka suara tentang identitas makhluk Animal Planet.
Lino mencoba menenangkan diri, menghembuskan napas melalui mulut, memejamkan mata sekejap. Memikirkan, mempertimbangkan langkah yang akan diambil sebab cukup beresiko.
"Hannie." Dipegang kedua pundak Han, saling berhadapan, menatap dekat satu sama lain. Matanya memandang sayu manusia berharga di kehidupannya itu lalu menyatukan kening. Sebuah senyuman terbit, bahagia tapi juga sendu. Jemarinya perlahan bergerak naik, mengusap lembut kedua sisi pipi sosok sunshine yang selama ini menjadi tempatnya bernaung, memberikan kehangatan, rumah di dunia manusia. "Jaga diri lo baik-baik."
Merasa ada yang tidak beres. "Lino, lo mau apa, hm?!"
Kalimat interogatif tersebut hanya dibalas guratan lengkungan bibir, menyiratkan sesuatu.
Setelahnya, Lino berlari laju ke arah Hyunjin. Keputusan sudah bulat. Dia tidak bisa menunggu sampai polisi naik, tidak ingin identitas Animal Planet terungkap di dunia manusia.
"LINO!" seru Han. Tangannya tak sampai untuk menghentikan keputusan sepihak itu.
Lino menangkap tubuh Hyunjin, menubruk pagar pembatas, melompat dari atas anjungan setinggi lebih dari lima meter, mendarat di antara tumpukan kayu dan barang bekas di lantai dasar.
"L—Lino." Han berlari menyusul. Saat sudah di tepi anjungan, kakinya melemah, jatuh bersimpuh. Dari situ hanya terlihat punggung Lino, badannya menimpa tubuh Hyunjin. Kedua pemuda yang barusan terjun itu kini tidak bergerak sama sekali. Darah tampak mengalir di sekitar mereka.
"L—Lino ...." Tangannya yang tremor terkepal di atas paha, dada jadi begitu sesak untuk melakukan respirasi, air mata pun lolos begitu saja.
"LINO!!!"
*
*
*
*
*
🐿Han ditemani Changbin duduk cemas di depan ruang instalasi gawat darurat. Ada Ayen dan anggota keluarganya juga. Para tim medis sudah mulai bergerak melakukan tindakan penyelamatan untuk Hyunjin. Tapi masih memiliki kendala untuk pasien satunya. Salah satu staff keluar dari ruangan, memanggil keluarga dari Lino.
"Gimana keadaan Lino?" tanya Han khawatir.
"Pasien saat ini mengalami pecah pembuluh darah otak dan membutuhkan tindakan operasi dengan segera. Tapi golongan darahnya tidak biasa." Perawat tersebut menunjukkan hasil rekam medis milik Lino. "Kita hanya bisa mengandalkan keluarga pasien untuk mendonorkan darahnya."
"Golongan darahnya gak biasa?" Changbin mengambil alih lembaran yang dipegang Han, mengamati dengan seksama.
"Cepat hubungi keluarganya, Kak," imbuh Ayen.
"Keluarganya—" Hampir saja mengatakan identitas yang sebenarnya dari kucing oren tersebut. Han mengusik tatanan rambut dengan gusar. Mana mungkin dia memanggil keluarga Lino, selain itu juga tidak tahu bagaimana caranya.
"Kak, kalau kakak gak tau di mana keluarganya Kak Lino, kakak bisa kasih aku data pribadinya. Nanti aku minta bantu teman kepolisian papa untuk cari di data sensus penduduk," jelas Ayen.
"Aku—" Tergagap. Han bingung sekali. Tidak tahu apa yang harus diperbuat untuk menyelamatkan Lino. "Tapi dia—" Bahkan untuk menjawab pertanyaan pun kehabisan kata-kata.
"Ayolah, Kak. Di sini gak ada yang bisa tolong Kak Lino. Kita harus cepat," desak Ayen.
Changbin masih berkutat dengan kertas di tangan. Tercengang. Matanya nanap, tak percaya akan data yang diamati. Menyadari bahwa rekam medis tersebut malah terlihat seperti milik pasien anabul di rumah sakitnya.
"Darah ini ... bermasalah. Seperti bukan darah manusia."

KAMU SEDANG MEMBACA
Ailurophile [END]
Fanfiction❝Lo gak perlu baik ke semua orang. Baik sama gue aja, cukup.❞ Seekor kucing oren tersesat dan terikat dengan seorang manusia yang ternyata berkaitan dengan kematian misterius sang kakak beberapa tahun silam. -Minsung -2min -MinLix Start : 18.04.20...