"Gue bakal kabulkan permintaan lo. Buruan!" Lino mengguncang kedua pundak Han, menatap lekat.
"G-gue pengen kaya dalam semalam," jawab Han asal.
Lino menangkupkan kedua tangan ke pipi Han, menariknya, membuat dahi mereka saling bersentuhan. Dengan mata terpejam, Lino membaca mantra kucing. Lampu di ruangan itu jadi berkedip-kedip tidak beraturan, barang-barang bergeser, seperti ada gempa berskala kecil.
Setelahnya, Lino membuka mata, mengangkat gelang di tangan. "Gak ada apa-apa!" dengusnya lalu menarik kerah baju Han. "Harus permintaan paling tulus. Coba lo pikirin lagi. Sesuatu yang pengen banget lo punya!"
"Oke, oke, oke." Han merapatkan bibir, wajahnya tampak serius, berpikir. "Imigrasi, deh."
"Ke mana?" tanya Lino.
"Ke mana, ya ... N-Negeri Konoha."
"Wokeh!" Kedua kalinya, Lino menempelkan dahinya pada kening Han, melakukan hal yang sama seperti sebelumnya.
"Halah! Gak ada respon!" Lino menggigit gelangnya, berharap bisa terlepas, tapi tidak semudah itu.
Han terbelalak. Lengan semi kekar pemuda bersurai jingga itu tiba-tiba mengukung badannya yang merosot dari sofa.
"Keinginan lo yang sesungguhnya, woi! Coba pikirin bener-bener! Berharaplah sesuatu yang suci," ucap Lino sambil menepuk-nepuk dada Han, sontak membuat laki-laki berkacamata itu terbatuk. "Permintaan dari lubuk hati lo yang paling dalam," lanjutnya.
"Lightstick-nya Stray Kids!" jawab Han cepat sebelum tepukan Lino melukai organ dalamnya.
"Beneran?" Ketiga kali, Lino melakukan persis seperti sebelumnya. Han sampai merasa pusing dan dahinya terlihat kemerahan karena terus berbenturan dengan dahi si cat-boy itu.
"Lo main-main sama gue, hm?!" sungut Lino dengan tatapan nanar karena gelangnya belum bereaksi apa pun.
Han beringsut mundur dengan bantuan siku. "Gue gak punya permintaan apa pun. Tolong lepasin gue ...."
"Gak mungkin, bukannya kemauan manusia itu gak ada habisnya?" tanya Lino.
"Lo pernah dengar tentang pengecualian?" Han duduk bersila, melepas kacamata.
"Gue tau, lo pengen pulang, 'kan? Lo udah nyoba buat penuhi permintaan gue tapi gagal. Jadi, kenapa lo gak coba cara lain?"Lino berjalan mondar-mandir, menyilangkan tangan di depan dada. "Gue gak punya cara lain. Gue cuma bisa pulang kalau berhasil kabulkan permintaan lo," ucapnya lalu membuka kulkas, mengambil sebuah bungkusan kecil dan membukanya. "Kalau sekarang lo belum punya permintaan. Berarti gue harus tinggal di sini. Kalau nanti lo udah punya permintaan, kita adu jidat lagi."
Wajah Lino tertekuk, lidahnya terjulur seperti mau muntah. "Apa ini? Rasa cokelatnya jelek banget."
"Itu terasi, Bang," jawab Han sambil menahan tawa. "Gak, gak, gak. Lo gak bisa tinggal sama gue," tolaknya, melanjutkan saran Lino yang berkeinginan tinggal bersama. Tidak ingin ketenangannya terusik. "Ah! Gue punya permintaan. Gue pengen lo ninggalin rumah ini."
"Itu keinginan lo? Ah, gampang. Gue pergi sekarang." Lino segera melesat, berlari keluar. Han mengamati dari jendela, bernapas lega karena sumber kerusuhannya sudah pergi.
Sebelum tidur, mau tidak mau Han harus menata ulang isi rumah yang sudah seperti kapal pecah, efek dari mantra kucing yang mengakibatkan beberapa barang-barang berjatuhan dan berserakan.
*****
"HAN JIS-HWAA!" Changbin terperanjat saat melihat laki-laki asing duduk bersila di depan televisi. Tampak lingkar menghitam di bawah mata dan rambutnya awut-awutan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ailurophile [END]
Fanfic"Apa kalau semua manusia mati mereka dimakamkan?" tanya Lino. Han membersihkan dedaunan yang berjatuhan di atas makam. "Ya, supaya sanak keluarga bisa datang untuk kasih penghormatan dan doa." "Bunga juga, ya?" "Hu-um. Tapi kalau orangnya suka maka...