21. Friend?

227 79 118
                                    

✧༺12.08.2024༻✧

Rahang Seungmin mengeras, tangannya yang memegang pisau terkepal geram, bergeming di ambang pintu. Dilihatnya Lino terlelap di sebelah Han, mendekap erat.

Dia berbalik, mengurungkan niat. Menuruni tangga dengan langkah cepat dan perasaan dongkol yang membuncah. Dihempas kasar pisau yang dibawa. Dilayangkan kepalan tangan ke tembok, melampiaskan kekesalan.

Tidak bisa. Ada Lino. Khawatir jika pemuda bersurai jingga itu nanti memergokinya. Percobaan pembunuhan gagal. Seungmin pergi meninggalkan rumah berlantai dua tersebut, masih dengan dendam yang belum terbalaskan.

****

Han baru pulang dari suatu tempat, mendapati seekor kucing oren menunggunya, tampak tertidur di depan pintu.

"Kenapa di sini ...." Diangkatnya si anabul itu, seperti menggendong bayi, hendak dibawa masuk. Han merasa ada yang aneh. Kucing oren yang digendongnya tak berdaya. Saat badan mungilnya digerakkan juga tak menunjukkan reaksi.

Han menelan saliva saat cairan merah menetes, tangannya diangkat dengan gemetaran. Berlumuran darah, berasal dari tubuh makhluk yang dibawa. Tenggorokannya tercekat. "D—darah? Lino ...."

"LINO!" Han terbangun dari tidur dengan tatapan lebar. Napasnya memburu. Mengerjap beberapa kali seraya memegang dada yang terasa sesak. Mulutnya sedikit terbuka, mengatur napas.

Jantung Han seperti diserang dua kali ketika dia menoleh, ternyata ada orang tidur di sebelahnya. "Arghhh! Sakit banget jantung gue. Ini si oren sejak kapan juga ada di sini?!" teriaknya sambil menepuk paha Lino.

Si catboy yang setengah sadar itu melenguh, meregangkan badan. Saat membuka mata pertama kali langsung mendapati Han duduk bersila di sampingnya dengan tangan terlipat di depan dada, menyipitkan mata.

"Sejak kapan lo ada di samping gue?" Han memulai interogasi. Biasanya si kucing oren itu tidur di sofa.

"Aih, ntar aja. Gue masih ngantuk." Lino menaikkan selimut menutupi sampai ke kepala, tidur memunggungi pemuda yang belum selesai bicara. Tidak benar-benar mengantuk, hanya ingin menghindar dari omelan si pemilik rumah tersebut.

Han menarik selimut yang menutup kepala Lino. "Denger ya, Cing. Setelah ini kita gak boleh tidur satu ranjang. Ntar gue siapin satu kamar khusus buat lo jadi ntar lo tidur di situ. Paham?"

Lino mengerutkan kening, mengalihkan pandang. "Gue gak maksud mau ganggu tidur lo. Cuma semalam ada petir menggelegar, hujan deras juga. Gue——"

"HANJISSSSS." Dari luar rumah terdengar panggilan alam. Bukan. Itu suara Changbin.

Han membuka jendela kamar, memeriksa dari lantai dua. "Apaan?"

"Dah bangun, lo?"

"Belum. Gue masih tidur," jawab Han seraya menutup kembali jendela kamar. Tak lama kemudian giliran pintu rumahnya digedor. Dia segera menyambit tamu tak diundang tersebut dengan handuk.

"Apa?!"

Changbin menyodorkan dua tiket liburan gratis ke salah satu tempat wisata. "Gue dapat dari keluarga pasien. Tapi jadwal gue padat, kayaknya gak bisa datang. Daripada vouchernya hangus, buat lo aja."

"Harus lo kasih ke gue sepagi ini?" tanya Han dengan senyum datar.

"Sekalian lewat. Dah, gue mau berangkat." Changbin juga memberikan dua kotak makanan untuk sarapan pemilik rumah.

"Apaan, tuh?" Lino mengambil dua tiket yang diletakkan sembarangan. "Wisata Akuarium?" Dia menghampiri Han di meja kasir. "Ayo jalan," ajaknya antusias.

Ailurophile [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang