22. Push Up

199 72 92
                                    

✧༺14.02.2024༻✧

Sudah daritadi Han memanggil si catboy tapi tak kunjung mendapat respon. Dia pun naik ke lantai dua dan dilihatnya pemuda bersurai jingga tersebut sedang tengkurap di sofa, bermain ponsel. "Lagi ngapain sih, lo?"

"Push up," jawab Lino. Tapi fokusnya tidak berpaling dari layar persegi panjang dengan case bergambar tiga kucing di bagian belakang yang dimainkan.

"Ha? Push up?"

Lino berdecak. "Lo bukan gamers mana ngerti. Itu, buat naikin level."

"Push rank a*nyi**ng."

"Gue kucing."

"Lo main HP mulu." Han berdiri menjulang di depan Lino, melipat tangan di depan dada. "Piring gak dicuci. Itu bak mandi sampai kecebongnya ada yang berubah jadi kodok belum juga dikuras."

Mereka sepakat membagi tugas rumah. Tapi semenjak dibelikan ponsel ada yang mulai abai.

Memasang tampang sedih seraya mendesah panjang. Lino mengeluh. "Berat banget jadi kucing di sini. Kucing orang lain tiap hari cuma makan, tidur, dibuatin konten. Mana ada yang disuruh nguras bak mandi."

"Hm, gak usah sok jadi hewan peliharaan lo. Buruan sono, kerjain," perintah Han kemudian segera turun ke lantai dasar karena ada pelanggan yang datang.

"Ck. Iya-iya. Bentar. Ini harus kelar dulu baru bisa di-save. Kalau langsung keluar gak tersimpan. Sia-sia perjuangan gue selama ini," bantah Lino, masih menyelesaikan permainan.

Beberapa jam kemudian dia meregangkan badan. "Nah, Good Game." Perjuangannya telah usai, melemparkan ponsel ke bantal sofa. Istirahat sebentar sebelum menjadi babu. Tiba-tiba dia teringat sesuatu dan segera membawa benda persegi panjang itu, turun menyusul Han.

"Hannie. Minta nomor telepon lo." Lino meraih ponsel Han dan memindai barcode WhatsApp-nya.

Mereka berdua sontak mendapat sorotan dari pelanggan, membuat si pemilik toko hanya bisa merespon dengan tersenyum kikuk. Dia sadar, pasti orang-orang itu salah paham karena panggilan Lino yang terdengar seperti honey.

"Kalau di sini panggil gue Han, atau Jisung!" seru Han dengan suara pelan dan penekanan di sela-sela gerahamnya.

Lino tersenyum simpul, menekan tombol telepon di bawah nama kontak Han yang disimpannya.

Han sedang melayani pembeli pun segera mengangkat telepon, dipikir suplier atau debitornya. "Halo."

"Chagiya--"

Telepon segera dimatikan. Han memasang tatapan datar pada pemuda bersurai jingga yang mematung di tangga, memperlihatkan barisan gigi.

Penyesalan seorang Han Jisung hari ini adalah memberikan nomor ponselnya kepada orang yang salah. Ntah sudah berapa kali Lino menelpon hanya untuk bersenang-senang. Padahal satu rumah.

Malam harinya ketika Han sedang membuat lagu, untuk kesekian kalinya dia harus menekan tombol menolak panggilan. Tidak bisa membisukan nada dering karena khawatir jika ada panggilan penting dari orang lain. Tapi sedaritadi hanya spam dari Lino.

Hal ini pun berlanjut sampai dua hari kemudian. Han memijat kening. Awalnya dia sengaja mendiamkan, terlalu malas menanggapi. Tapi akhirnya muak juga.

Saat di kamar mandi, ponselnya terus berdering. Dia menghampiri Lino dengan mulut berbusa karena sedang sikat gigi. "Kalau jarak kita jauh misal gue di toko buku dan lo di Pegunungan Himalaya, baru telepon gue!"

Lino berkedip beberapa kali, mulutnya membulat. "Ho ... oke."

Hidung Han mengembang, menghembuskan napas kasar dan melanjutkan aktivitas.

Ailurophile [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang