Part 29

184 29 5
                                    

"arrrkkkk gadis itu,,,,,wajahnya,,,,,,aaarrrkkk".

Erangan laki-laki itu membuat aura didalam ruangan Jungkookie semakin panas.

"Dia....aarrrkkk,,,,,siapa,,,,gadis itu".

Brukkk

Tubuh laki-laki itu terjatuh dilantai setelah berusaha untuk mengembalikan kesadarannya namun tidak bisa.

*

"Eummggg".

Lengguhan terdengar dari seorang laki-laki yang terbaring dibrankar rumah sakit. Perlahan kedua matanya terbuka dan dia melakukan penetralan cahaya yang masuk kekornea matanya.

Laki-laki itu menatap langit-langit kamar rah sakit sembari mengingat-ingat apa yang terjadi semalam.

"Kau sudah bangun"?

Laki-laki itu langsung menolehkan kepalanya kesamping kanannya.

"Kau"?! Kagetnya sembari berusaha duduk.

"Terima kasih dan maaf, sudah membuatmu terluka".

"Kapan kau sadar"? Tanya laki-laki itu.

"Satu jam yang lalu". Jawabnya.

Laki-laki itu melihat kearah jendela, matahari sudah terik itulah yang dia lihat.

Laki-laki mencabut selang infusnya dan memakai jaketnya dan topinya, ia hendak pergi namun suara gadis yang dia tolong menghentikannya.

"Kak Seokjin". Kata Jungkookie.

Laki-laki itu menoleh kearah Jungkookie dengan tatapan dinginnya.

"Aku bukan Seokjin". Elaknya.

"Lalu"? Tanya Jungkookie dengan wajah kecewanya.

"Kau tak perlu tau, uang rumah sakit sudah aku bayar". Katanya lalu pergi.

Jungkookie hanya diam saja melihat laki-laki yang sudah menolongnya, yang dia pikir adalah Kim Seokjin.

"Aku yakin, itu adalah kak Seokjin. Mana ada orang semirip itu di dunia ini ". Gumam Jungkookie.

"Tapi kenapa kak Seokjin tidak mengenalku? Apa yang terjadi padanya"? Lanjutnya lagi.

Tak lama, pintu ruang rawat terbuka dan memperlihatkan kedua orang tuanya dan juga teman-temannya.

"Astaga! Jungkookie, apa yang terjadi padamu nak"? Tanya eomma Jeon khawatir dan langsung memeluk Jungkookie.

"Kookie baik-baik saja eomma". Kata Jungkookie berusaha untuk menenangkan eommanya.

Eomma Jeon melepas pelukannya dan menatap putrinya.

"Kenapa ini bisa terjadi, sayang"? Tanya eomma Jeon.

"Yeobo, biarkan kookie istirahat dulu, jangan tanya-tanya dulu ". Kata appa Jeon.

"Tapi yeobo....".

"Kasihan kookie". Kata appa Jeon memotong perkataan eomma Jeon.

"Baiklah". Kata eomma Jeon mengalah.

"Oh, kak Jiminniie sama kak Shokie bawa apa? Boleh kookie lihat"? Kata Jungkookie dengan nada bicara cerianya.

"Tentu saja kookie, ini". Kata Shokie sembari menyerahkan beberapa kantong buah.

"Ini juga". Kata Jiminniie sembari memberikan beberapa kantong plastik.

Jungkookie menerima pemberian dari kedua kakak kelasnya. Seketika kedua matanya menjadi berbinar-binar senang.

"Wah, chiki-chiki, kookie suka". Hebohnya membuat yang melihatnya senang.

Sejak tadi, Namjoon, Yoongi dan Taehyung hanya diam saja melihat tanpa berkomtar.

"Apa tadi kalian melihat laki-laki yang memakai topi dan jaket lepis"? Tanya Taehyung tiba-tiba.

Namjoon dan Yoongi serempak menolehkan kepalanya kearah Taehyung.

"Sempat, sekilas tapi". Kata Namjoon.

"Aku juga, kenapa"? Tanya Yoongi.

"Sepertinya, aku tidak asing dengan bentuk tubuhnya". Kata Taehyung.

"Maksudmu"? Tanya Yoongi yang kurang mengerti.

"Maksudku, seperti mengenali laki-laki itu, tapi siapa ya"? Pikir Taehyung.

"Salah orang paling kamu". Kata Namjoon.

"Mungkin aja ya, tapi kaya seseorang yang aku kenal, siapa ya"? Gumamnya Taehyung lagi.

"Sudah, tidak usah dipikirkan". Kata Yoongi yang berjalan mendekati Jungkookie.

"Bagaimana perasaanmu"? Tanya Yoongi dengan suara datarnya.

"Yak! Kau bertanya tapi mukamu datar sekali Min Yoongi ". Protes Shokie.

"Lalu aku harus bagaimana"? Tanya Yoongi tanpa mengubah ekspresinya.

"Ya, sedikit khawatir atau bagaimana gitu". Balas Shokie.

"Tak apa kak, walaupun begitu, kak Yoongi orang yang perhatiankan, sudah membaik kak". Kata Jungkookie.

Mereka melakukan obrolan ringan sampai Jungkookie kembali tertidur dan sebagian dari mereka pulang.

*

Memandangi senja disore hari menjadi pemenang bagi seseorang yang sedang duduk di atas salah satu kursi taman yang menghadap kedanau.

"Siapa gadis itu? Bahkan dia bangun lebih cepat dari perkiraan dokter, apa karena kalung mutiara yang aku pakaikan padanya?.... gadis itu seperti......gadis didalam mimpiku tapi aku tidak bisa melihat dengan jelas didalam mimpi, siapa sebenarnya mereka berdua? Apa benar dia gadis yang ada didalam mimpiku"? Gumamnya sendiri.

"Ji-Yun".

Merasa namanya dipanggil, laki-laki itu membalikkan tubuhnya.

"Kakek". Sapanya sembari berdiri menghampiri sang kakek dan menuntunnya untuk duduk.

"Kenapa kakek berjalan jauh sekali"? Tanya Ji-Yun.

"Haha kakek masih kuat, Ji-Yun, jangan khawatir". Kata sang kakek terkekeh.

"Tapi tetap saja, kakek itu sudah tua,,,,,emm kek". Panggil Ji-Yun.

"Ada apa"?

"Emm, maafkan aku, uang yang ku cari sudah digunakan". Kata Ji-Yun sembari tertunduk.

Sang kakek mengernyitkan keningnya karena dia tau, pemuda dihadapannya ini jarang sekali membeli sesuatu yang tidak bermanfaat baginya.

"Untuk"?

"Semalam, aku ingin pulang kerumah, namun dijalan aku melihat seorang gadis yang akan dilecehkan, aku menolongnya dan menang tapi ketika aku akan pergi, tiba-tiba saja dia memelukku dan suara tembakan terdengar, ternyata dia menyelamatkan aku dan dia yang tertembak, aku membawanya kerumah sakit terdekat dan membayar administrasinya". Jelas Ji-Yun.

"Kau menangis "? Tanya sang kakek ketika melihat air mata keluar dari mata Ji-Yun.

"Menangis"? Tanya Ji-Yun memastikan sembari menyentuh pipinya yang sudah basah.

"Kenapa aku menangis"? Lirihnya dengan heran.

"Apa mungkin dia kekasihmu"?

Ji-Yun langsung menatap sang kakek yang tengah menatapnya juga.

"Kekasih"? Tanya Ji-Yun memastikan lagi.

"Mungkin, kakek rasa kau memiliki hubungan dengan gadis itu sehingga kau menangis tanpa sadar untuknya, kakek rasa juga, kau bukan pemuda sembarangan". Jelas sang kakek membuat pemuda didepannya menatap heran.

"Mana mungkin, kakek, sudahlah, sepertinya kakek terlalu banyak menonton film fiksi dimasa muda, kajja kita pulang sudah mau malam". Ajak Ji-Yun kemudian menuntun sang kakek untuk berjalan.

"Hanya feeling saja". Kata sang kakek.

Sebenarnya, Ji-Yun tidak mengabaikan perkataan sang kakek hanya saja dia selalu tenang dalam berfikir dan berbuat.

"Siapa dia? Siapa aku sebenarnya"? Batin Ji-Yun.

Terima kasih.....
Papaiiiiii.....

YOU ARETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang