Rencana Liburan

36 17 0
                                    

Sekolahku berhimpitan diantara SMP Sinar Belas Kasih dan SMP Pijar Harapan. Sekolahku berada di tepi jalan masuk perumahan. Saat memasuki gerbang disambut oleh masjid Baitul Mukhlisin dan aku berbelok ke kanan lalu sampai ke Gedung sekolah.

Selangkah masuk, di sebelah kanan gerbang terdapat meja guru piket, tempat untuk mencatat anak yang terlambat masuk sekolah. Bagi yang terlambat biasanya dihukum hormat-bendera di lapangan sambil menyanyikan lagu Indonesia raya.

Setelah melewati ruang UKS, aku lalu naik tangga ke lantai 3. Rasanya kakiku pegal dan nyeri di pergelangan kaki tiap kali sampai di lantai 3. Setelah itu ku telusuri selasar kelas dan melewati perpustakaan, nah... kelasku ada di ruang kedua sesudah perpustakaan.

Begitu masuk kelas, papan tulis warna putih licin membentang, 5 langkah kaki lebarnya, terletak di sebelah kiri dari pintu masuk. Di sudut kiri atas tertulis tanggal hari itu dan di tengah papan tertulis "Bismillah".

Di sudut depan kelas, terdapat meja guru yang diberi taplak bercorak batik. Di hadapan meja guru ada meja siswa. Meja siswa itu biasa disusun 4 baris. Tiap baris terdiri dari 8 meja menyusun ke belakang.

Di belakang kelas ada lemari. Biasanya beberapa anak menaruh di lemari itu, buku cetak agar tas mereka tidak berat saat pulang ke rumah.

Aku duduk di depan di barisan ke 3 dari pintu masuk.

Aku jadi teringat ketika awal masuk kelas ini. Aku tak percaya diri karena ada perasaan was-was dengan suasana baru. Aku khawatir teman teman baruku kurang friendly. Perasaan ini timbul tiap kali aku masuk ke tempat yang baru dengan suasana baru.

Orang pertama yang menyapaku, di hari itu, adalah Nisrina.

"Nama kamu siapa?"tanya Nisrina.

Nisrina adalah gadis yang kuning langsat. Lebih tinggi dariku. Ketika dia menyapaku, ia memberi senyuman kecil dan ramah. Rambutnya pendek seperti polwan. Tapi dengan rambut itu dia keliatan manis.

"Aku melati." jawabku membalas senyuman.

"Dulu sekolahmu dimana?"

"Aku dari SMP Pijar Harapan."

"Kalo aku dari SMP Cahaya bangsa." Nisrina kembali tersenyum.

Suara speaker TOA membuyarkan lamunanku, "Anak-anak... ayo segera turun, upacara bendera akan dimulai!" Seru salah seorang guru.

Aku pun bergegas lari ke bawah, ke lapangan upacara dan memasuki barisan kelasku. Upacara pun dimulai. Setelah pembacaan Undang-undang Dasar 45 selesai, naiklah salah satu guruku ke podium untuk memberi kata sambutan. Di saat sambutan seperti ini, seperti biasa anak-anak mulai gelisah karena kepanasan. Tiba-tiba bahuku ditepuk dari belakang.

Saat ku toleh ,ternyata Nisrina.

"Mel... Mel." Bisiknya.

Aku tak menghiraukan.

"Mel... liburan sekolah kita jalan yuk."

Aku dan Nisrina memang sering hangout saat liburan sekolah. Liburan sekolah tahun lalu aku, Nisrina dan seorang teman liburan ke rumah nenek Nisrina di Bandung.

"Enaknya jalan-jalan yang ada petualangannya."

Kata "petualangan" mengingatkan pada mimpiku tadi malam. Mimpi itu menyeramkan, tapi terasa sangat nyata. Kata Nenek, kalo mau tidur baca doa supaya tidak mimpi buruk. Tapi kenapa aku mimpi buruk semalam, padahal sudah baca doa?

Kata "petualangan" membuat aku tertarik untuk menjawab ajakan Nisrina. Aku menoleh dan menjawab, "kemana?"

"Ke tempat yang kita ngga pernah kunjungin." Jawab Nisrina.

Pembicaraan kami terhenti. Karena Guru Agama mulai membaca doa penutup upacara. Upacara pun selesai. Aku dan Nisrina jalan beriringan ke kelas.

"Kemana ya kira-kira?" tanyaku melanjutkan pembicaraan.

"Gimana kalo kita ke pantai? Pantai adalah tempat liburan favorit gue."

Aku suka pantai karena aku suka memandang laut lepas, luas hingga keujung kaki langit. Aku senang tiap kali aku melihat laut yang luas. Aku selalu merasa punya harapan seluas lautan. Aku merasa masa depanku cerah secerah matahari di lautan. Selalu ada harapan baru diujung langit.

"Kalo gue sih tetap, favorit gue gunung. Gue tuh belum sempat ke Gunung Bromo. Disana ada padang pasir berbisik. Kalo lo suka mandang lautan yang luas, padang pasir ini juga luas. Lo juga bisa liat pemandangan sampe ke ujung langitnya. Gimana kalo Bromo?" Bujuk Nisrina.

Aku tak menjawab. Karena sesampai di kelas, pelajaran pertama segera dimulai. Terus berlanjut hingga pulang berbunyi. Kami mengemas buku dan alat tulis ke dalam tas masing masing, dan pergi pulang. Di depan sekolah nisrina sudah dijemput oleh sopirnya.

Aku pulang sendiri hari ini, aku sudah telpon Ibu minta Pak Wirto untuk tak usah jemput aku dulu. Aku lagi pengen jalan kaki. Toh rumahku dekat hanya 700 meter dari sekolah.

Baru melangkah 200 meter dari sekolah, mobil Nisrina lewat. Dia berteriak, "Melati lo ngga dijemput?"

Aku Cuma menggeleng dan tersenyum.

"Mau bareng ngga?" lanjut Nisrina.

"Ngga usah," teriakku.

Nisrina pun segera memberi kode pada sopirnya untuk lanjut jalan lagi.

Almost ThereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang