Melati's Jealousy

13 11 0
                                    

Aku sudah tidak kuat lagi dengan perasaanku. Aku rasa perasaan ini sudah terlalu lama terpendam, dan api kecemburuan dalam  diriku semakin membara. Aku memutuskan bahwa sudah saatnya  Mengungkapkan perasaannya pada satria. Meskipun hatiku berdebar-debar, aku sudah mengumpulkan keberanianku untuk mengungkapkan. Aku rasa perasaanku sudah terlalu lama aku pendam. Dan api kecemburuanku dalam diriku dan aku sudah putuskan bahwa sudah saatnya mengungkapkan perasaannya pada Satria. Meskipun hatiku berdebar-debar, aku mwngumpulkan keberanian untuk berbicara dengannya.
Suatu hari, ketika aku berada di dalam tenda. Dari kejauhan aku melihat Nisrina dan Satria tengah mengobrol. Rasa penasaranku untuk menghampiri mereka cukup tinggi. Dan keberanian yang selama ini aku kumpulkan hilang seketika. Apakah Satria sudah menyatakan perasaannya pada Nisrina. Jujur aku jadi ragu untuk menghampirinya dan memilih untuk tetap ditenda sampai matahari pagi muncul.
Keesokan harinya,
Aku masih merasa terombang ambing oleh pertanyaan pertanyaan yang menghantuiku semalaman. Saat matahari mulai menyinari tenda, aku menyadari bahwa aku sudah tidak bisa menunda untuk mengungkapkan perasaaannya kepada Satria. Meskipun keraguan masih menghantuinya. Aku memutuskan utnuk menghadapi ketakutanku.
Aku keluar tenda dengan hati yang berdebar-debar, mencari satria. Namun, saat aku berjalan disekitaran hutan dengan tenda kami, aku tidak bisa menemukan merak. Apakah Satria sudah menyatakan perasaannya pada Nisrina?
Aku mencoba untuk tetap tenang, berusaha untuk menenangkan diriku sendiri. Aku memutuskan untuk mencari mereka disekitaran hutan, berharap bisa menemukan Satria dan mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang mengganggu pikiranku.
Setelah beberapa waktu berlalu, aku melihat Satria dan Nisrina duduk di pinggir sungai, tersenyum dan terlihat santai. Aku merasa lega melihat mereka berdua baik-baik saja. Namun, keberanianku untuk mengungkapkan perasaannya kembali menghantamku.
Dengan langkah ragu, aku mendekati mereka berdua. Hatiku berdebar kencsn saat aku akhirnya berdiri di depan mereka. Satris dan Nisrina menoleh ke arahku dengan kebingungan serta senyumannya yang begitu rmah.
“Sat, Nis, boleh kan gue ngomong sebentar?” kataku dengan suara gemetaran
terdaPat kebingungan di wajah mereka berdua, tetapi mereka mengganguk setuju. Aku mengambil napas dalam-dalam, mencari keberanian untuk mengungkapkan perasaanku.
“Dua hari yang lalu, gue menyadari bahwa…. Perasaan gue pada loe… Sat. gue udah pendam cukup lama dan gue sudah gak tahan buat sembunyiin lagi. Gue cinta sama lo, Sat.” Kataku dengan tegas, wajah penuh dengan rasa tegang dan harap.
Satria yang tampak terkejut dengan pengakuanku, ia diam sejenak, mencoba untuk mencerna kata kataku itu. Sementara itu, Nisrina menatapku dengan ekspresi campuran antara kejutan dan kekhawatiran.
Setelah beberapa saat, Satria akhirnya berkata dengan lembut
“Mel, gue hargai kejujuran loe. Tapi, maaf gue gak bisa memberikan loe jawaban yang loe harapkan. gue Cuma anggap kamu teman. Itu saja.”
Aku merasa kecewa, tetapi juga menghargai kejujuran Satria. Aku menoleh ke arah Nisrina, melihat ekspresinya dengan asa simpati dan penuh kepedulian.
Nisrina menyentuh lenganku dengan lembut.” Gapapa Mel, kalo boleh jujur gue juga suka sama Satria tapi gue belum tentu seberani loe. Loe udah bisa ungkapin aja loe hebat, Mel.”
“Kita lewati Bersama-sama ya apapun yang dirasakan Satria kita gak bisa paksa juga perasaannnya untuk suka balik ke kita. Ingat apapun yang terjadi persahabatan kita lebih penting daripada hal apapun.” Lanjutnya.
Meskipun hatiku hancur oleh ketidakpastiaan, aku merasa lega bahwa dia tidak sendirian. Bersama dengan Satria dan Nisrina, merekapun akan menlanjutkan petualangan dan perjalanan yang akan datang. Apa ya yang akan menjadi cobaan kita selanjutnya?






Almost ThereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang