Dikejar Monster

12 16 0
                                    

Setelah itu menurut peta kita harus menuju hutan pantai. Sebuah wilayah hutan yang tumbuh berkembang di muara sungai dan tepi laut. Daerah yang memiliki pasang surut. Vegetasi pantai berpasir yang tumbuh berkembang di wilayah pantai berpasir dan terletak di atas garis pasang tertinggi.

Setelah melewati hutan pantai menurut peta kita kearah gua.

"Gua itu di arah sana." Kata Satria menafsir gambar peta. Arah yang ditunjuk Satria adalah kerumunan tumbuhan padat. Pepohonan tinggi, semak dan perdu berbaris rapat, seakan tak memberi celah bagi cahaya.

Dengan rasa pedih pada lengan dan kaki akibat goresan ranting dan beberapa duri, kami menerobos pepohonan dan semak yang membenteng. Beberapa langkah di muka, tampak samar bulatan dengan lingkaran tak rata. Berwarna lebih gelap dari rerimbunan tumbuhan di sekitarnya.

"Itu gua!" teriak riang Nisrina. Ya, dibalik pepohonan yang tumbuh rapat gua itu bersembunyi.

Kami saling berpadangan dengan senyum lega. Satria mengumpulkan rating, jerami dan daun kering untuk membuat api. Ranting kayu yang cukup besar ia ikat jadi tiga bundelan. Satria membuat obor. Sigap sekali dia, batinku. Ya bagaimana kita bisa masuk ke lubang gua yang gelap tanpa alat penerang cahaya. Stalaktit seperti pintalan kain putih menggantung di langit-langit gua. Lantai gua berbatu besar dan kecil, tak rata.

Kami masuk ke dalam gua. Tiba-tiba terdengar seperti ada suara langkah di sudut gua yang gelap.

"Suara apa itu?" kataku ketakutan.

Suasana menjadi hening kembali. Tak ada suara, hingga tiba tiba terdengar suara gemuru. Suara apa itu? Ada sesosok bayangan dengan suara menggeram. Aku lari ketakutan. Seketika suasana tenang, aku melambatkan lariku. Tiba-tiba sosok itu datang dan lariku semakin cepat. Aku pun berteriak sekencang mungkin.

"Haaaaaaaa!"

Aku berlari dengan nafas tersengal-sengal, tiba tiba aku menyadari tanganku seperti memegang sesuatu. Aku melihatnya, ternyata itu adalah perhiasan: kalung, emas, permata dan berlian. Di dalam gelap batu permata itu bersinar sehingga moster itu bisa melihat kemana arah aku lari. Aku terpojok di sudut Lorong gua yang buntu. Aku tak bisa bergerak lagi.

Sementara monster itu sudah mendekat. Monster sesekali menggeram dan mondar-mandir. Dari cela-cela dinding batu gua muncul ulat kaki seribu. Dia merayap di dinding gua lalu hinggap ke mukaku. Aku tambah ketakutan. Ulat kaki seribu tambah banyak keluar dari celah-celah batu. Lalu aku menghindar dari ulat kaki seribu. Sementara monster itu sudah ambil ancang-ancang untuk menyerangku. Aku menunduk dan menutup mukaku. Tiba-tiba sang monster melompat ke arahku dengan suara.

"Rawrrrr."

Almost ThereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang