Happy reading
***
Pagi tiba, cahaya matahari mulai menembus kaca hingga menerpa wajah cantik gadis.. ah ralat, wanita yang masih tertidur.
Wanita itu menggeliat. Secara perlahan matanya terbuka. Sana mengedarkan pandangannya ke sekitar ruang kamar yang begitu luas. Helaan nafas pelan ia hembuskan disaat tidak mendapati sang suami disisinya.
Waktu menunjukkan pukul 7 kurang, suaminya sudah terbangun beranjak dari tempat tidur dan entah kemana.
Sana mendudukkan dirinya dengan selimut yang ia tarik untuk menutupi tubuh polos yang tanpa sehelai benang pun. Wajahnya terlihat begitu lemas dan mengantuk. Kegiatan malam mereka sungguh melelahkan.
*Prangg...
Tidak lama, suara pecahan yang entah benda apa itu membuat Sana terkejut. Sana mencoba bangkit untuk mencari sumber suara berasal namun tubuhnya terlalu linu untuk bergerak apalagi di bagian bawahnya.
"Akhh.." Sana meringis disaat dirinya mencoba untuk berdiri.
"Sana?"
Dahyun yang baru saja dari balkon dan hanya mengenakan bathrobe, dengan langkah cepat ia menghampiri sang istri. Raut wajahnya terlihat khawatir namun Sana dapat menangkap dari wajah tampan itu sebuah perasaan kesal menyelimuti Dahyun. Dahyun membawa Sana untuk duduk di sisi ranjang kembali.
"Apa sangat sakit?" tanya Dahyun, Sana hanya menganggukkan kepalanya.
"Suara apa tadi?" tanya Sana yang sekarang malah menatap Dahyun khawatir.
"Gelas"
"Ada apa? kau baik-baik saja Dahyun-ah?" tanya Sana menggenggam sebelah tangan Dahyun.
"Hm.." dehemnya seraya mengangguk kecil.
"Jangan bohong.. aku tau kau sedang kesal"
"Hanya ada masalah di kantor yang membuat saya kesal" jawab Dahyun.
"Belajarlah untuk mengendalikan emosi mu Dahyun-ah. Aku takut.." Sana menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan oleh Dahyun.
Kening Dahyun mengkerut. Apa Sana masih merasa takut akibat kejadian dulu disaat emosinya meluap hebat dihadapan Sana? pikir Dahyun.
"Mianhe. Saat ini saya bukan marah padamu" ujar Dahyun menatap Sana lembut. Tangan yang semula di genggam oleh sang istri ia balas dengan erat.
Ia tidak ingin Sana takut pada dirinya. Jika amarahnya muncul, ia harus bisa menyembunyikannya dari Sana walaupun itu sangat sulit. Dahyun akan berusaha.
"Bukan itu.. aku takut kau terluka karena tidak bisa mengendalikan emosi mu sendiri.." lirih Sana. Sana begitu khawatir jika Dahyun lepas kendali.
Rasa kesal dan marah yang awalnya menyelimuti namja bermata monolid itu mulai memudar. Ia tersenyum lirih dengan pandangan mata yang tak lepas dari wajah wanitanya.
"Kamsahamnida sudah mengkhawatirkan saya"
Sana menganggukkan kepalanya. Sebelah tangan Sana terangkat mengelus rahang tegas milik Dahyun. Matanya menatap bibir sang suami lalu pindah menatap manik berwarna coklat gelap yang menurutnya sangat indah.
"Bisa kau ubah gaya bicaramu? aku sering mendengarmu bicara pada Chaeyoung biasa saja. Kita sudah berbulan-bulan bersama dan kenapa kau masih berbicara dengan bahasa formal hm? dan anehnya terkadang aku terbawa-bawa berbicara sepertimu"
"Arraseo.. akan ku lakukan apa yang kau mau, honey"
Sana mengerutkan alisnya sembari tersenyum malu mendengar panggilan yang pertama kali Sana dengar dari mulut seorang Kim Dahyun, bahkan pipinya pun bersemu merah. Dahyun benar-benar mampu membuat Sana seperti terbang. Walaupun itu sederhana tapi hal seperti ini sangat Sana inginkan.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Revenge [Saida]
AcciónKim Dahyun, harus meneruskan pekerjaan appanya sebagai seorang mafia dan dijodohkan dengan anak dari pemimpin mafia terbesar di Korea Selatan. Dikehidupan barunya lah Dahyun akan tahu pekerjaan appanya seperti apa yang dapat membahayakan dirinya bah...