DAC - 06.

16.4K 951 18
                                    


Satya dan Sinar kini sedang berada di ruangan kantor milik sang majikan, yakni Geffrey.

Satya dan Sinar juga bingung kenapa mereka dipanggil secara tiba-tiba tak seperti biasanya.

Geffrey menatap intens kearah Satya yang berkeringat karna Satya baru selesai mencuci mobilnya.

"Langsung saja," geffrey menatap Sinar dan Satya sambil memegang berkas kecil.

"Saya akan memindahkan kalian untuk mengurus rumah saya yang ada di desa." ucap Geffrey lalu memberikan berkas yang tadi ia pegang.

Keduanya terdiam tak mampu menjawab, ada sosok kecil di rumah ini yang perlu mereka lindungi tapi disatu sisi lain mereka juga harus menuruti perintah majikannya.

"Apa kalian ragu karna Aru?" tanya Geffrey, ia rasa kedekatan Satya, Sinar, dan Aru bukan sebatas pembantu yang mengenal anak majikannya.

"M - maaf tuan besar," Sinar mulai membuka suara

"Tapi mengapa harus kami tuan? den a - Aru---" belum menyelesaikan apa yang ingin Sinar katakan, Geffrey sudah memotong pembicaraan.

"Aru anak saya, kalian tidak perlu ikut campur. saya sedang tidak ingin di bantah." ujar Geffrey mutlak ia menatap tajam Satya dan Sinar secara bergantian.

"Malam ini kalian sudah harus pergi."

Satya dan Sinar hanya bisa menghela nafas mereka, ini terlalu terburu-buru, bagaimana perasaan Aru nantinya.

"Baiklah tuan besar, kami pamit undur diri" ucap Satya sambil membungkuk, Sinar juga sama. Setelah itu Satya membawa Sinar keluar.

•••

Satya hanya bisa mengelus kepala Sinar dengan lembut menenangkan sang istri yang menangis lemah.

Satya membawa Sinar ke kamar mereka, menenangkan terlebih dahulu baru mereka akan menemui Aru.

Merasa kalau Sinar sudah tenang mereka memutuskan untuk langsung menemui Aru.

Sesampainya didepan kamar Aru, Satya membuka pelan kamar yang tidak dikunci itu. Melihat Aru yang sedang meringkuk sambil menangis.

"Aden kenapa?" tanya Satya khawatir langsung membawa Aru kedalam pelukannya.

"Bapa ... Ibu ..." Mulut kecil itu bergumam terus menerus, Aru belum sadar bahwa Satya sedang memeluknya.

"Cup cup nak ganteng ibu kenapa nangis?" tanya Sinar mengusap wajah Aru yang basah karna air matanya sendiri.

Aru membuka mata kecilnya, ia menatap Sinar dan Satya secara bergantian.

"Aru cari bapa ibu tapi tidak adaaa" bibir nya kembali melengkung, menangis kembali dihadapan bapa dan ibu menurutnya.

Satya dan Sinar hanya mampu diam, menenangkan Aru dengan kalimat bahwa mereka tidak akan kemana-mana.

"Ibu boleh bicara sekarang?" Aru kecil mengangguk kemudian menatap kearah Sinar.

"Ibu sama bapa sayang banget sama adek, tapi kami tidak bisa membantah perintah nya daddy nya adek," ucap Sinar sendu.

"Malam ini, ibu sama bapa pindah kami berdua diberi tugas untuk mengurus rumah yang ada di desa" ujar Sinar, Aru hanya diam dan menunduk.

Mereka akan berpisah?

Aru menggelengkan kepalanya cepat, ia menangis kembali, menenggelamkan wajahnya pada dada bidang milik Satya.

"Adek gamauu sendiri ... adek takut sendirian ... jangan tinggalin adek bapa ... ibuu adek tidak mauu hiks"

Isak kecil Aru terdengar di Indra pendengaran mereka, Satya dan Sinar sangat merasa bersalah akan meninggalkan Aru di mansion ini sendirian.

"Adek sudahan nangis nya, bapa sama ibu harus packing buat malam ini pindah" Aru memberontak ia menolak perpisahan ini.

Rasanya sesak dan sakit, kenapa daddy nya ingin memisahkan dirinya dari bapa dan ibu. Itu yang ada dipikiran Aru sekarang.

Aru menghapus air matanya, ia keluar dari pelukan Satya kemudian berlari keluar kamar, ia harus menemui daddy-nya. Sinar akan mengejar Aru, tapi tangannya sudah di cekal oleh Satya. "Kita beresin dulu barang barang bu." Sinar mengangguk pasrah.

#TBC

sorry ya kemarin lupa up lagi sakit...

Ada yang mau nitip pesan?

Damian Arutala Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang