DAC - 12.

23.7K 1.5K 46
                                        

Keesokan harinya Aru sudah bersiap dan bermain di ruang tamu bersama adiknya Karla. Pagi ini Aru memutuskan untuk tidak bersekolah kembali. Ia akan bermain bersama adiknya yang sama tidak sekolah karna sakit.

Walaupun kenyataannya yang bermain hanya Aru saja. Karna Karla terbaring lemas di karpet bulu yang ada diruang tengah. Jadi, Aru berniat untuk menunggu Karla sambil bermain.

"Ara sakit banget yaa?" tanya Aru menghampiri sang adik yang jauh lebih bongsor dibanding dirinya.

Karla mengangguk lesu. Untuk berbicara dirinya tak mampu. Yang ia butuhkan hanyalah tidur dan tidur.

Aru mengusap pucuk kepala karla dengan sayang. Tak ada alasan Aru untuk membenci Karla. Dia hanya iri saja kenapa nasib nya tidak seindah nasib Karla.

"Ara cepat sembuh yaa, kakak sedih sekali kalau adek sakit seperti ini" ujar Aru lirih sambil mengusap kepala Ara yang berkeringat.

Tak lama Lya datang dan menghampiri anaknya yang sedang tertidur, mengabaikan Aru yang sedang diam sambil menatap Lya.

"Sayanggg, cantiknya mommy bangun nakk" ucap Lya lembut membangunkan Karla untuk pindah kekamar. Kejadian itu tidak luput dari pandangan Aru yang menahan senyum.

'kalau aru sakit apa ibun bakal panggil aru sayang?' batin aru memikirkan bagaimana dirinya sakit agar mendapatkan perhatian dari sang ibu.

Tak kunjung dapat jawaban, Lya memutuskan untuk menggendong putri kecilnya ini untuk pindah, menghiraukan Aru yang sejak tadi diam menunggu Lya menyapanya.

"Ibun ga liat Aru?" tanya aru pada dirinya sendiri.

Aru berniat akan membereskan mainan Karla sendiri, ia sangat menyukai semua mainan Karla, karena sejak kecil ia tak pernah memiliki mainan satu pun, ia terbiasa membuatnya dari kertas yang tidak bertahan lama.

Aru tak pernah meminta dibelikan mainan pada Sinar dan Satya karena dirinya tau kalau mencari uang itu susah.

Saat asyik membereskan mainan Geffrey yakni ayahnya Aru tiba tiba saja muncul sambil menenteng sebuah bingkisan yang berisi mainan untuk anak bungsunya.

"Sedang apa?" ucap Geffrey yang tiba tiba membuat Aru tersentak kaget. Aru menoleh kearah sang ayah yang menatapnya tanpa ekspresi.

"Aru ..." karna lelah menunggu jawaban dari Aru Geffrey memutuskan untuk duduk dan membantu memasukan balok pada wadahnya.

"Dimana Karla?" tanya Geffrey, Aru menunjuk tangga dimana artinya Karla ada dikamar.

"Kenapa tidak sekolah?" tanya Geffrey kembali.

"Nda ada yang bayar" jawab Aru sambil menunduk, rasanya ia ingin cepat pergi saja dari sini.

"Hm bagus, lagipula untuk apa kau sekolah jika masih bodoh" ujar Geffrey membuat Aru tersentak, Aru ingin menangis sekarang.

"Ayah" lirih Aru mencoba untuk menatap sang ayah. Geffrey langsung menatap Aru saat Aru memanggil nya ayah.

"Aru mau kerja" ucap Aru dengan lantang membuat Geffrey terkekeh.

"Untuk apa?" tanya Geffrey sambil terkekeh, siapa yang mau mempekerjakan anak kecil pendek seperti Aru.

"Biar bisa sekolah" jawab Aru dengan berkaca - kaca.

Didalam lubuk hati Aru yang paling dalam ia sangat berharap bahwa ayahnya mau untuk membiayai dirinya sekolah dan melarang dirinya bekerja. Aru enggan meminta karna takut.

"Kerjalah dirumah ini sebagai pembantu,"

Nyatanya harapan hanya sebatas mimpi bagi seorang Aru, mau tidak mau ia harus kembali tertampar dengan kedudukan nya dirumah ini.

"Oke, Aru mau" jawab aru yakin.

"Semakin banyak hal yang kau kerjakan maka semakin besar bayarannya" ucap Geffrey santai menatap Aru.

Aru mengangguk dan langsung meninggalkan ayahnya tanpa pamit. Ia hanya ingin menangis sekarang. Kenapa ayahnya melakukan itu pada dirinya. Apakah perlu ia sebut tuan majikan pada ayahnya?!

#TBC

Hari ini mau aku mau bergelut dengan sistem jabar do'ain ya guys 🥺

Damian Arutala Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang