DAC - 28.

15.1K 903 25
                                    

Di mansion kini ada Atala dan Aru sedang menunggu kepulangan Arjaka dan Candra. Tentunya Atala diberi kabar bahwa Arjaka sedang melakukan eksekusi pada mangsa.

"Bubu, yayah nda pulang?" tanya si kecil Aru yang membuyarkan lamunan Atala.

Atala menoleh karah Aru kemudian tersenyum tipis, "yayah pulang kok cuman mungkin lagi sibuk, adek butuh sesuatu?" jawab Atala kembali bertanya pada Aru.

Sang anak hanya menggeleng kepalanya lemah kemudian memeluk dada bidang sang bubu.

"Adek, bubu mau bicara deh sama adek" ujar Atala sambil mengelus rambut legam Aru. Sang empu mendongak menatap wajah manis Atala.

"Adek harus selalu jujur ya tentang perasaan adek," ucap Atala masih di cerna oleh Aru..

"Kalau adek ngerasain sakit adek bilang sakit, kalau adek mau nangis, boleh kok nangis, intinya adek harus selalu jujur tentang apa yang adek rasain ke ayah atau abang," ucap Atala seraya tersenyum tipis..

Aru hanya diam, di keluarga nya dahulu ia dilarang mengekspresikan perasaan nya, jika ia menangis maka akan selalu diabaikan, jika ia sakit hanya ada bi sinar yang datang memberi obat.

Lantas kenapa disini ia perlu mengekspresikan perasaan nya? Apa nanti kalau ia bersikap jujur perlakuan keluarga dahulu akan terulang? Hanya itu pertanyaan yang terus berputar di kepala Aru.

Satu jam kemudian Candra datang dengan Arjaka yang ada di gendongan punggung nya. Atala dan Aru juga menyambut kedatangan Candra bersama Arjaka tapi melihat keadaan Arjaka yang jauh dari kata baik baik saja.

Membuat Aru menangis, hati si mungil itu merasa tertusuk melihat sosok pahlawan nya terluka. "Abang" panggil Aru ketika tubuh Arjaka di baringkan di kasur yang ada di ruang tengah. Sedangkan Atala dan Candra pergi untuk mengambil obat obatan.

"Abang ..." panggil Aru lirih sambil mengelus wajah Jaka yang terkena noda darah yang mengering.

"Abangg bobo?" tanyanya pada dirinya sendiri, Aru naik keatas kasur dan memeluk tubuh Jaka dengan sangat erat. Tak peduli dengan bau anyir yang dikeluarkan oleh Arjaka.

"Abang dalah kenapa?" ucap Aru kembali dengan suara teredam.

Candra dan Atala datang bersama kemudian menghampiri keduanya, Atala langsung membawa Aru kedalam gendongan nya dan Candra yang pergi mengobati Arjaka.

"Hikss abangg bubuu" tangis Aru digendongan Tala. Atala hanya mengangguk kemudian mengelus punggung sempit Aru dengan lembut.

"Sssttt adek jangan nangis toh nanti pusing dekk" ucap Atala berniat menenangkan sang bayi.

Candra tak menghiraukan sang putra bungsu yang menangis, kini fokus nya hanya pada Arjaka. Walau sebenarnya Candra juga bingung siapa yang di sebut Aru dengan sebutan bubu.

Hingga beberapa menit kemudian, Candra telah selesai membersihkan luka Arjaka, dan membiarkan Jaka tertidur. Tak minat memanggil dokter.

Candra menoleh kearah Aru yang masih bersembunyi di pelukan Atala. Candra mendekat kemudian membawa tubuh Aru yanh mulai berisi kedalam gendongan nya.

Aru yang merasa tubuhnya di ambil alih hanya diam sambil mengemut jempol nya.

"Adek sayangg" suara bariton Candra mulai masuk kedalam Indra pendengaran nya.

Candra menarik lengan Aru hingga jempol yang tadinya ia kulum terlihat basah.

"Tangan adek kotor sayang" ucap Candra lembut sembari mengusap usap pipi Aru.

Aru hanya menatap diam perlakuan Candra. Menatap wajah tegas sang ayah yang cukup tampan dikalangan pria matang.

"Abang" lirih Aru. Candra tersenyum tipis kemudian mencium pipi tembam Aru.

"Abang baik baik aja selama adek sama ayah dan abang."

Aru hanya diam tanpa membalas perkataan sang ayah, jujur saja otak kecilnya tak mengerti maksud dari ucapan Candra.

Semenjak kejadian Arjaka yang balas dendam, hubungan keluarga Wilshere semakin dekat. Mereka layaknya seorang keluarga Cemara.

Candra benar benar bisa berperan sebagai ayah sekaligus ibu untuk kedua anaknya.

Arjaka sebagai abang yang selalu ingin dan terus melindungi adiknya. Aru menjadi bungsu pada umumnya, ia bisa lebih mengontrol emosi dan bisa menyalurkan perasaannya. Semua berkat Atala, si sekertaris tantrum nya Candra, yang selalu membantu Candra berperan dalam keluarga ini.

Candra juga tidak mempersoalkan tentang Aru yang sering memanggil Atala dengan panggilan bubu.

Aru kini sudah merasakan hangatnya keluarga, Aru harap juga kalian merasakannya (⁠づ⁠ ̄⁠ ⁠³⁠ ̄⁠)⁠づ.








- End -







Alhamdulilah tamat juga kak

Mau nitip salam sini ->

Jangan lupa mampir saluran wa.



Damian Arutala Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang