DAC - 27.

12.5K 804 10
                                    

Sinar mentari sudah diganti oleh cahaya bulan di malam hari. Banyak tempat sunyi dan sepi. Kejahatan malam mulai merajalela karena tempat ini jarang sekali dikunjungi manusia.

Disana, tepatnya tempat yang sunyi dan lembab seorang lelaki berbadan besar sedang menganiaya lelaki paruh baya menggunakan tongkat bisbol. 

Diiringi air mata yang mengalir dari pelupuk matanya. Ia terus menerus menghantam lawan tanpa ampun. Meluapkan seluruh amarah yang selama ini terendam.

Sedangkan pihak lawan sudah mati tak berdaya dengan darah yang terus mengalir keluar. Pria jangkung bertubuh besar tadi hanya menatap jijik tanpa belah kasihan.

Hari ini, tepatnya dimalam hari yang sunyi Arjaka Wilshere sang pangeran yang dinanti resmi menjadi seorang pembunuh.

Ia membunuh seorang Pria yang menjadi dalang kematian orang tuanya dahulu, pria yang ternyata musuh dari sang daddy, semenjak itu Arjaka kesepian, ia tak bisa hidup seperti anak anak yang lain.

Ia tumbuh dipenuhi dendam terhadap orang lain, kehidupan nya diisi oleh kemewahan, tapi tidak dengan hangatnya keluarga.

Bagi Jaka yang terpenting sekarang adalah darah dibalas darah, dan nyawa dibalas nyawa.

Tubuh nya terjatuh duduk menatap mayat didepannya. "Berikan mayat ini pada keluarganya, beri mereka peringatan kecil, dan pastikan mayat ini terkubur" ucap Arjaka lirih.

Ntah apa yang sekarang ia rasakan, tak ada kata menyesal, ia merasa senang yang belum pernah ia rasakan. Apa diatas nanti daddy-nya bangga karena ia berhasil membunuh musuh dari daddy nya?

Ia menatap kedua tangan nya, tangan yang bisa merenggut nyawa seseorang. Ia kalut dengan pikiran nya.

Baru saja ia bangkit dan keluar dari tempat tersebut, tiba tiba hujan datang dengan sangat deras. Membuat Arjaka terkena air hujan, air jernih yang mengalir dari atas tubuhnya jatuh dengan berwarna merah. Air hujan bersatu dengan darah kematian seseorang.

Jaka terduduk kembali, air mata nya masih mengalir, memikirkan apa nanti ia akan di penjara karena kesalahannya? Apa nanti ia akan meninggalkan adik barunya bersama sang ayah? Apa nanti ia juga akan di bunuh oleh sang ayah karena sudah berani membunuh orang lain?

Tapi jauh di lubuk hatinya, Arjaka tidak merasakan yang namanya penyesalan.

Sudah satu jam lamanya hujan mengguyur kota ini, dan sudah satu jam lamanya Arjaka duduk ditengah derasnya hujan.

"Katanya kalau orang yang sudah tiada sudah jarang datang ke mimpi lagi tandanya jiwa mereka sudah tenang disurga, tapi Jaka kangen daddy, Jaka kangen mommy, abang kangen kalian,"

Tangis jaka pecah kembali sambil mengingat memori masa kecil bersama kedua orang tuanya. Kenapa tuhan tidak adil, Jaka tidak sekuat itu tuhan ...

"Abang pulang ya?" ucap Candra yang tiba tiba datang sambil membawa payung dan memayungi Arjaka yang masih duduk di tengah hujan.

Candra mendengar monolog sang keponakan yang sudah ia anggap menjadi anak kandungnya. Sekuat apapun manusia mereka akan lemah jika bahas orang tua.

Candra mensejajarkan posisinya dengan Arjaka. Mengseka air mata yang turun dari pelupuk mata sang putra sulung.

"Abang, pulang sama ayah ya?" ucap Candra lembut mengusap rahang tegas sang putra.

Arjaka mengangguk lemah, ia berusaha bangun dari duduknya dibantu oleh Candra yang menopang tubuh nya.

Arjaka sudah berada di dalam mobil Candra, wajah jaka mulai memucat, membuat Candra panik dan langsung membawa Arjaka pergi kerumah sakit.

'kak seharusnya kau tidak pergi secepat ini, arjaka masih lemah, ia masih membutuhkan mu, candra juga  belum bisa jadi sosok ayah yang sempurna seperti dirimu...' batin Candra.











#TBC

Bentar lagi end kiw kiw

Damian Arutala Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang