Seorang pria yang kini sedang berlari dengan tergesa-gesa di sebuah lorong rumah sakit, nafasnya begitu memburu dengan keringat yang terus bercucuran, matanya yang sudah menahan tangisnya saat melihat Tuan Samuel sedang duduk di luar ruangan dengan menundukkan kepalanya, membuat langkah laki-laki itu sedikit melambat.
"Bagaimana dengan Maggie?" Mendengar adanya sebuah pertanyaan di hadapannya Tuan Samuel pun mengangkat kepalanya.
"Kita sedang menunggu masa kritisnya selesai" jawab Samuel.
"Apa semuanya akan baik-baik saja?"
"Semuakan baik-baik saja, namun hanya tidak biasa melihat dirinya terbaring seperti itu, dengan tubuh yang penuh luka saja rasanya hatiku sangat sakit, lalu sekarang aku harus melihat putriku tidak sadarkan diri dengan beberapa alat di tubuhnya. Dan apa yang harus aku jelaskan oleh langit tentang ibunya, apa yang aku harus jelaskan kepada adik-adiknya saat nanti mereka tiba di sini" ucap Samuel sambil menundukkan kepalanya.
"Siapa?"
"Steven" mendengar nama yang telah mencelakai maggiera laki-laki itu mengepalkan tangannya dan hendak pergi meninggalkan Tuan Samuel, namun tangannya dicekal oleh seseorang.
"Jangan gegabah, kita akan membalas ini semua lebih sakit dari yang dia tahu, kita akan membunuhnya secara perlahan"
"GUA MAU BUNUH DIA SEKARANG JAMES"
"Nantiii, kita harus punya rencana"
"Tapi.."
"Dengar, jangan sekarang yang ada kita yang kalah, mereka itu semuanya licik, mereka semuanya serakah demi mendapat apapun yang mereka mau dan membalaskan dendam tanpa tahu kebenarannya. Mereka membuat Maggie seperti ini, mereka harus mendapatkan yang setimpal bahkan yang lebih sakit dari ini" ucap James yang menangkup wajah laki-laki itu.
"Darah harus dibayar dengan darah"
"Pasti, bersabar lah"
"Lalu bagaimana dengan yang lain? Apa Mereka semua sudah diberitahu?"
"Sudah, mereka semua sedang dalam perjalanan ke sini" ucap James.
"Masuklah, temui adikmu"
Laki-laki itu lalu masuk ke dalam ruangan maggiera, ia melihat tubuh wanita itu yang dipenuhi oleh beberapa alat.