|1| Mimpi Buruk

4.7K 282 9
                                    

New story. Ini request-an dari sahabatku serta ide darinya dan aku cuma nerusin aja.
Selamat Membaca!
|

|

|

|

"Yah tolong bukain pintunya, Adel takut disini gelap," ucapnya, tangannya terus-menerus memukul pintu itu berharap dibuka.

"Adel gak salah kenapa aku yang disalahin hiks.."

"Harusnya aku aja yang pergi bun, hiks hiks.."

Gudang ini sangat gelap dan berdebu, Adel sampai terbatuk batuk. Nafasnya menipis lalu kesadarannya pun menghilang, Adel jatuh pingsan.

Flashback...

"Bang Cio temenin Dedel beli es krim," rengeknya menarik-narik tangannya.

"Abang mager banget loh dek, sama yang lain aja ya," tolak Cio.

"Bang Zee.." ucap Adel mengerucutkan bibirnya.

"Coba sama bang Sean aja, abang lagi main sama dedek," ucap Zean.

"Bang.."

"Gak!"

Adel makin mengerucutkan bibirnya ke bawah sambil menghentak hentakkan kakinya. Cindy yang melihat itu menghela nafas.

"Sama bunda aja yok," ajak Cindy.

Adel yang tadinya cemberut langsung sumringah. "Yeayy beli es krim.." ucapnya sedikit berteriak.

"Gak boleh teriak-teriak nanti tenggorokannya sakit," nasehatnya lalu menggandeng tangan anaknya.

"Otey bun maaf ya," ucapnya, Cindy hanya menganggukkan kepalanya.

"Mas, aku anterin Dedel beli es krim dulu ya," pamit Cindy pada suaminya.

"Kalian hati-hati," ucap Kenzie dibalas anggukan oleh keduanya.

Cindy berjalan menjauh dengan menggandeng tangan anaknya. Pada saat di pinggir jalan, ia sudah berpesan ke Adel agar menunggunya mengikat tali sepatu yang terlepas. Saat menegakkan tubuhnya, ia melihat Adel berlari ke tengah jalan tanpa melihat ada mobil yang melintas dengan kencang.

"DEDEL AWAS!"

Brak!

Cindy mendorong anaknya, sayangnya dia tidak sempat menghindari. Tubuhnya tertabrak mobil dan berguling-guling. Darah segar keluar dari sekujur tubuhnya. Ia sempat melihat anaknya yang tergeletak di pinggir jalan. Setelah itu dirinya kehilangan kesadaran.

Skip rumah sakit...

Cindy berada di ruang ICU, saat ini masih ditangani dokter. Sedangkan Adel ada di UGD, anak kecil itu sedang diperiksa dokter juga. Di depan UGD hanya ada Sean yang menemani.

Ceklek!

Pintu ICU dibuka, dokter pun keluar. "Keluarga pasien," ucapnya.

"Saya suaminya dok, bagaimana keadaan istri saya?" tanya Kenzie.

"Silahkan masuk pak, istri anda ingin berbicara dengan kalian," ucap dokter itu.

Mereka masuk ke dalam ruangan, Kenzie langsung menghampiri istrinya. Ia menggenggam tangannya.

"Sayang kamu harus bertahan, anak-anak membutuhkanmu," ujarnya tak mampu membendung air matanya.

Cindy hanya tersenyum, tangannya menghapus air matanya yang membasahi pipi suaminya. "Aku titip anak-anak ya, perlakukan mereka dengan kasih sayang yang sama. Jangan salahkan Adel, ini adalah takdir."

Setelah itu nafasnya memberat perlahan menutup mata. Tadinya tangan itu masih membelai pipi suaminya kini terjatuh. Monitor pendeteksi jantung pun berbunyi nyaring. Dokter langsung mengecek denyut nadinya, lalu menggeleng ke arah keluarganya.

"Maaf Pak, kami sudah berusaha semaksimal mungkin, Ny. Cindy dinyatakan meninggal dunia. Kami turut berduka cita yang sabar ya Pak," ucap Dokter itu berubah tegar.

Flashback off...

"Bunda.." ucapnya terbangun dari mimpi buruknya. Nafasnya tersengal-sengal, mimpi itu masih saja menghantui dirinya.

Adel mencoba mengatur nafasnya agar lebih tenang. Ia mencoba kembali membuka pintu dan untungnya udah bisa dibuka. Perlahan berdiri lalu keluar dari gudang tersebut. Berjalan tertatih-tatih menuju kamarnya.

Setelah mandi dan berganti pakaian. Adel meringkuk di kasur sembari mendekap foto alm bundanya. Mengusap wajah cantik yang sangat mirip dengannya. Seketika air matanya lolos.

"Bunda disana apa kabar? Adel rindu banget bun, setelah bunda pergi ayah dan abang jadi berubah. Mereka sering memarahi dan menghukum Adel, padahal Adel gak buat kesalahan, aku kesepian bun. Bunda gak mau jemput Adel biar bunda disana ada temannya," ucapnya dengan suara bergetar.

Puas menangis dan bercerita bersama Cindy. Adel pun ketiduran karena terlalu lelah. Dibalik pintu kamar ada Sean yang mendengarkan semua pembicaraannya. Kemudian membuka pintu sedikit menatap adiknya dengan pikiran campur aduk. Ia menutupnya lagi lalu menuju kamar miliknya.

Skip pagi...

Adel yang telah selesai bersiap dengan seragamnya. Saat ingin menuruni tangga, netranya menatap 5 orang disana yang tengah menyantap sarapan tanpa menunggu dirinya.

Adel menatap iri pada adiknya yang bisa manja-manja tanpa harus takut kena pukul. Ia turun dan melewati mereka gitu aja berjalan ke dapur.

"Bibi, Adel mau sarapan roti selai coklat aja," ujarnya.

"Nanti gak kenyang non, ini masih ada sedikit tadi bibi sisihin buat non Adel," ucapnya prihatin.

"Buat bibi aja, Adel makan roti juga udah cukup"

Bibi pun menyiapkan yang diminta anak majikannya. Setelah itu diberikan ke Adel, selesai makan Adel pun berpamitan. Namun langkahnya dihentikan olehnya.

"Ini ada sedikit uang buat jajan," ucap bibi.

"Eh gak usah Adel masih ada kok, siapa tau bibi lebih butuh," tolaknya halus.

"Udah ambil aja, bibi masih ada tabungan. Pake aja gak papa," ucapnya memaksa.

Adel mengangguk dan menerimanya. Ia langsung menyodorkan tangannya menyalami tangan bibi. Setelah itu ia pergi ke sekolah tanpa berpamitan dengan yang lain. Percuma juga, pasti nanti dirinya malah kena pukul ayahnya.

"Selamat pagi tuan putri, yok berangkat nanti telat," ucap Ferrel yang sudah ada didepan rumahnya.

"Bisa gak sih lo tuh biasa aja," sungut Adel, dia merasa Ferrel berlebihan.

Ferrel mengerutkan keningnya. "Gue biasa aja loh, udah buru masuk mobil," ucapnya.

Perjalanan menuju sekolah tak membutuhkan waktu lama. Kini keduanya telah tiba, namun belum ada yang mau turun. Tidak jauh dari mobil Ferrel berhenti, tepat di samping kanan mobil ini. Christy yang baru sampai dan diantar oleh bang Cio dan Zean. Melihat adiknya dikecup keningnya, ia juga ingin merasakan hal itu. Kenapa sangat sulit ia dapatkan sekarang ini.

Ferrel yang melihat Adel melamun menatap ke arah belakangnya. Ia yang penasaran ikutan melihat, Ferrel yang tau pun langsung mengusap bahu sahabatnya. Ferrel yang gak tega membawanya ke dalam dekapannya. Menguatkan gadis itu yang tengah rapuh.

Isak tangis keluar dari bibir mungilnya. Ferrel terus mengusap punggungnya agar tenang. Setelah dirasa cukup, ia melonggarkan pelukannya. Mengusap sisa air mata yang mengalir.

"Udah ya, gue gak suka lihat lo nangis," ucap Ferrel menarik sudut bibir Adel agar tersenyum.

"Lo cantik kalo senyum Del, masih ada gue disini yang bisa nemenin lo," sambungnya.

TBC.

Gimana sama cerita barunya?
Kalo gak suka bisa langsung skip!

Mau upload yang ini dulu, yang kemarin kapan-kapan aja. Dengan cerita ini, seenggaknya mengurangi beban pikiran yang sedang ku tanggung sendiri.

Jangan lupa vote dan komen
See you next chapter!

TAKDIR?! | END✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang