Chapter 9

13.6K 757 9
                                    

Sinar mentari hangat masuk dari sela-sela pepohonan rimbun. Jatuh dedaunan tertiup angin serta menciptakan suara khas ketika ranting saling bergesekan.

Terdapat bangunan tua di sekitar pohon-pohon besar yang sama tuanya. Pada jalan bebatuan yang tersusun rapih membentuk sebuah pola.

Suasananya begitu hangat dihiasi tawa dan tangis dari para anak kecil yang berlarian bermain pada taman yang indah. Memberi kehangatan lebih pada musim semi awal tahun ini.

"Sejak awal bertemu denganmu aku telah melihatnya."

"Melihat apa?" Nora menimpali perkataan pria yang berjalan di sampingnya.

"Kau memiliki kehangatan serta rasa peduli yang besar di dalam dirimu."

Nora terkekeh pelan, amat anggun. "Aku adalah wanita yang dingin," ungkapnya.

"Kau penyayang."

“Apa kau menyukai anak-anak, Tadeo?” Ia melirik Tadeo sekilas, lalu kembali jatuh pada langkah kakinya di bawah.

“Ya.”

“Menikahlah dan miliki banyak anak. Maka hidupmu tak akan kesepian.”

Nora dan Tadeo berjalan bersama menuju mobil mereka yang terparkir cukup jauh dari panti asuhan yang baru saja mereka kunjungi. Dua orang itu mengobrol di sepanjang jalan membicarakan bagaimana ketertarikan mereka terhadap seorang anak.

Tadeo menilik wanita yang lebih pendek darinya. Wanita yang berjalan di samping memakai syal serta kacamata hitam yang besar. Nora menyimpan sesuatu pada setiap benda yang terpasang pada tubuhnya.

Pernah suatu hari Tadeo melihat lingkar merah memar pada leher jenjang nan putih itu. Bekas kecupan yang sepertinya amat menyakitkan terpampang jelas pada setiap inci tubuhnya. Itu sebabnya Nora selalu berpakaian tertutup, bahkan mengenakan syal pada musim kemarau tiba.

"Kau kesepian, Nora?" Refleks ia bertanya kala matanya terus memandang wajah cantik nan sendu itu.

"Kesepian adalah bagian dari hidupku." Suaranya bergetar pada setiap kata yang diucapkan.

"Apa itu karena suamimu?"

Nora mengeratkan pegangan pada tasnya. Bergetar kecil jemarinya ketika mendengar peranyaan pria itu. Jika bisa menjawab, maka Nora akan menjawab, ya.

"Kenapa terus bersama pria yang bahkan membuatmu kesepian?"

Langkah kaki Nora terhenti tepat di depan mobil hitam dengan pengawal yang telah menunggunya di sana. Berbalik ia untuk menatap Tadeo yang juga menatapnya.

"Karena dia suamiku, Tadeo."

Singkat Nora menjawab dengan nada rendah pun lemah. Menunduk wajah cantiknya menatap tanah, kemudian kembali terangkat untuk saling menatap.

"Apa kau mencintainya?"

Nora bergeming. Tatapanya kembali jatuh pada kaki jenjangnya yang terbalut flat shoes.

Dia tidak tahu apa itu cinta. Seperti apa mencintai atau dicintai.

"Bagaimana jika ada pria yang datang dan bersedia memberimu kebahagiaan sebab kau memang berhak untuk bahagia."

"Tidak akan pernah ada pria seperti itu."

"Tentu saja ada."

"Dan jangan ... jangan pernah ada, Tadeo," tukas Nora. Menatap Tadeo dengan sorot mata yang tajam.

Segera Nora alihkan pandanganya dari pria itu. Melirik sesaat pada pengawal yang berdiri di samping mobil.

"Kurasa aku telah mempelajari semua jenis menu makanan yang akan kujual di restoran. Kau tidak perlu datang untuk mengajariku lagi, Tadeo. Terimakasih atas hari-hari baikmu karena dengan sabar mengajariku. Kau merupakan teman yang baik."

La Señora Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang