Di dalam penjara bawah tanah yang gelap, pada ujung lorong di dalam sel tahanan. Rayan tengah sibuk menghisap serbuk putih si atas telapak tangan, memberi ketenangan pikiran pun imajinasi di dalam kepalanya.
Hari demi hari, waktu demi waktu. Dirinya menunggu peluang akan kebebasan yang telah sang putri rencanakan. Berjanji dalam kurun waktu dekat dirinnya sudah bisa menghirup udara segar dunia luar.
Tersenyum lebar wajah jahatnya. Membayangkan beberapa rencana yang tentunya akan ia lakukan setelah bebas nanti. Menghancurkan Vargas ialah nomor satu dalam urutannya.
Di depan selnya berdir pria bertubuh tegap besar, yang mana ialah satu-satunya orang yang selalu mengajak Rayan bicara di sana. Melihat kesenangan terpatri pada wajah tua bangka Rayan, pria itu mendengus disertai kekehan.
"Tinggi sekali khayalmu untuk terbebas dari sini hanya dengan mengandalkan putrimu yang lemah, Rayan," paparnya. Suara berat itu menggema pada setiap ujung lorong.
Rayan bangkit dari duduknya. Berdiri di depan tiang sel lantas ia lempar serbuk pada genggamanya yang kontan menghilang di udara. Menatap bengis pada sang pria yang justru memandangnya dengan seringai licik.
"Lalu bagaimana denganmu? Untuk berkhayal saja kau tak mampu, Keparat," sungut Rayan.
"HAHAHA!"
Suara pria itu menggema di setiap sudut penjara bawah tanah, berat nan kelam terdengar. Ia menilik pada Rayan tajam.
"Karena aku tahu tidak ada yang bisa lolos dari perhatiannya," katanya lugas. "Jika kau mau, tetaplah berkhayal dan buat anganmu setinggi angkasa."
Bersamaan keduanya mundur beberapa langkah ke dalam sel mereka saat mendengar suara langkah kaki yang mendekat. Jika yang datang adalah penjaga, maka keduanya sedang menghindari hukuman bengis akibat berisik dan mengobrol satu sama lain.
"Senor," sapa dokter yang baru saja tiba bersama perawatnya.
Membuka sel tahanan Rayan pun keduanya masuk, mulai memberi obat kepada pria tua itu. Sementara pria di depan sel hanya meniliknya intens, mencoba menangkap percakapan antara Rayan dengan kaki tangan yang mengkhianati senor sebenarnya.
"Katakan, apa yang Nora sampaikan kepada kalian?"
Dokter itu menggeleng pelan. "Senora tak menyampaikan apapun, Senor."
Rayan menggeram berat. Berpikir apa yang sedang Nora rencanakan saat terakhir mereka bertemu dan putrinya itu membawakan yang ia minta. Kokain. Selain berjanji untuk mengeluarkanya dari sana, Nora tak mengatakan apapun sebagai jaminan.
"Beritahu dia untuk menemuiku nanti malam, jangan sampai tidak datang!"
"Sí, Senor."
*****
"Senor meminta kami menyampaikanya kepada Anda, Senora."
Nora berdiri di balkon kamarnya seraya memandang ke dalam kegelapan hutan. Di belakang, dokter itu sedang menyampaikan keluhan Rayan atas sikap Nora yang mengabaikanya beberapa hari ini.
"Aku bukan orang yang bisa keluar masuk ke dalam tempat itu sesuka hatiku. Katakan saja padanya untuk sabar menunggu. Kalian juga tahu jika Isaac tidak pernah meninggalkan mansion akhir-akhir ini."
"Senora, tapi ...."
"Katakan padanya, berhentilah memaksaku, karena aku bukan benda yang bisa dia atur sesuka hatinya."
Dua orang di belakang Nora saling menatap bertukar pandang. Jawaban Nora menyulitkan bagi keduanya untuk mereka sampaikan pada Rayan yang memiliki tempramen buruk. Ini memang resiko yang harus ditanggung jika memilih menjadi kaki tangan pria tua bangka itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
La Señora
RomanceObsesi yang mengatasnamakan cinta. Merenggut, menarik, memaksanya untuk berjalan di dalam kegelapan. Nour Valle Lenero merelakan kehidupanya dikendalikan oleh sosok suami yang misterius. Isaac Mallen Vargas-pria kejam berhati dingin yang mampu membu...