Chapter 20

13.1K 803 28
                                    

Satu buket bunga krisan diletakan tepat di atas makam milik Sarai. Wanita cantik yang selalu dianggap sebagai senora nya datang berkunjung pada peristirahatan terakhir wanita tersebut.

Memakai clasic dress berwarna putih, higheels senada serta tas mahal yang ia tenteng. Di belakang, berdiri seorang pengawal berpakaian jas rapih setia memegangi payung untuknya, melindungi senora nya dari terik sinar matahari.

Pengorbanan Sarai begitu besar bagi Nora sebagai wanita yang sempat ia anggap sebagai penggoda suaminya karena terus berada di sekitar Isaac. Rasa bersalah cukup menghantui wanita itu ketika ia tahu Sarai telah mati demi menyelamatkanya malam itu.

Tatapanya melekat pada foto wanita cantik yang tertempel di atas nisan, wanita dengan wajah serius dan sangat jarang tersenyum.

Nora berbalik setelah melakukan doa terakhir. Gontai kaki jenjangnya melangkah menuju mobil yang menunggunya di ujung jalan pemakamam.

Seorang supir membukakan pintu untuknya, mempersilahkan Nora masuk ke dalam, duduk tepat di samping suaminya— Isaac. Pria yang mengenakan kacamata hitam bertengger pada hidung mancungnya tengah membaca beberapa pesan dari dalam ponsel.

"Sudah?" tanya Isaac dengan suara beratnya, melirik ke arah Nora yang tengah membuka sarung tangannya.

"Ya." Nora hanya menjawabnya singkat. Menoleh untuk melihat suaminya yang duduk menyender di sebelah, membuka dua kakinya khas duduk seorang pria.

"Kenapa Anda tidak turun, Senor? Berdoalah untuknya."

"Dia hanya seorang pelayan," jawab Isaac dingin tak bernada.

"Tapi Sarai telah melayani Anda seumur hidupnya, Senor."

"Dia tidak mati ditanganku saja itu sudah cukup besar sebagai doaku untuknya," timpal Isaac kemudian.

Nora mengangguk samar, segera ia alihkan kembali pandanganya ke luar jendela, menjauh mungkin dari sosok penghisap energi di sampingnya.

Sarai mungkin hanya seorang pelayan. Tapi setidaknya bagi Nora, ada sedikit rasa kemanusiaan yang membuatnya berkeinginan mendoakan sebagai penghormatan terakhir. Terlebih lagi wanita itu mati karena menyelamatkanya.

Namun bagi Isaac, dikuburkan di dalam tanah dan tidak ditenggelamkan di dasar laut sudah merupakan penghormatan besar melebihi doa apapun.

******

"Jangan menyakitiku lagi, kumohon ...."

"Pernahkah aku menyakitimu, Nora? Memukul, menampar atau menendangmu hingga masuk ke dalam rumah sakit? Sedikit pun tak pernah kusentuh dirimu, Nora Vargas! Ketakutanmu akan diriku lah yang menyakiti dirimu sendiri."

"Sebagai manusia yang rela membunuh demi dirimu, seperti inikah sikapmu kepadaku, Nora, uh?"

Tadi pagi ketika Nora pertama kali membuka mata dan dia telah berada di dalam kamarnya sendiri, ternyata waktu telah berlalu selama empat puluh delapan jam. Bekas-bekas peperangan telah dibersihkan pun tak meninggalkan jejak sedikitpun, bahkan barang-barang yang rusak telah diganti sebagaimana mestinya menjadi barang yang baru namun tetap dalam bentuk yang sama.

Ruangan itu, ruang utama mansion yang hancur pada malam dua hari yang lalu, kini tampak sangat baik seolah tidak pernah terjadi apa-apa. Hanya beberapa hal yang berubah, pengawal serta pelayan di dalam mansion, serta pengawal yang selalu menjaganya selama satu tahun penuh ini pun ikut mati dalam perang tersebut.

Menyalahkan Isaac adalah tindakan pertama yang Nora lakukan, terlebih mengingat foto-foto dirinya yang terpasang di dinding membuat sekujur tubuh Nora meremang ketakutan. Mendapati obsesi gila pria itu membuat Nora tak bisa berpikir dengan akal sehatnya sendiri.

La Señora Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang