Pada tepi danau dikelilingi hutan yang lebat. Meringkuk tubuh Nora di atas reerumputan hijau seraya ia topangkan kepalanya pada paha kekar Tadeo. Memilin rumput liar yang tak henti ia cabut dari tanah.
Keputusanya memang amatlah berani. Melarikan diri dari pengawal lantas pergi bersama pria asing. Nora pikir dirinya akan mati dalam cekikan Isaac.
Akal sehatnya hilang sesaat atas tawaran yang Tadeo berikan. Kebahagiaan katanya, lalu ingin sekali Nora cicipi hal tabu dalam hidupnya itu. Dia ingin bahagia meskipun hanya hari ini, detik ni, lalu berikutnya ia akan mati mengenaskan.
Tadeo adalah sosok yang hangat. Senantiasa memperhatikan setiap detail kecil dari dalam diri Nora. Ketika tatapanya kosong untuk sesaat, maka pria itu akan bertanya.
Aku ingin kau yang seperti ini. Meskipun aku akan mati.
Dari bawah Nora menatap wajah tampan nan tegas itu. Sayu tatapan Nora serta bibirnya yang tertarik tipis membentuk sebuah senyuman, amat sangat tipis melebihi seutas benang.
Ia mengangkat sebelah tanganya mengusap pipi bersedikit jambang itu, membuat sang pemilik langsung menunduk menatap padanya.
"Entah kenapa aku ingin sekali memegang wajahmu seperti ini," lontar Nora. Kemudian bangkit lantas duduk di samping pria itu. "Tolong genggamlah tanganku," imbuhnya seraya membuka telapak tangan.
Dengan senang hati Tadeo mengenggam tanganya, menyatukan jari-jemari mereka begitu erat.
Pada bahu kokoh itu Nora bersandar. Menarap langit senja yang indah menurunkan mentari dari tahtanya lantas berganti bulan yang berjaga.
"Aku ingin memberitahumu sesuatu." Kata-katanya terjeda untuk sesaat.
"Aku membenci kegelapan, aku tidak suka meminum terlalu banyak obat, dan aku tidak suka malam yang mencekam."
Genggaman Tadeo semakin erat. Menempelkan kepalanya pada kepala Nora yang menyender paha bahu kekarnya.
"Bagaimana denganmu, Tadeo? Apa yang kau suka, dan apa yang tak kau sukai?" tanya Nora, menoleh ia menatap Tadeo.
"Aku menyukai namamu, dan aku tidak menyukai saat kau mengeluh," ungkap Tadeo.
Tersenyum tipis Nora mendengar jawaban Tadeo atas pertanyaanya. Kembali ia senderkan kepalanya pada bahu pria itu, mulai pula tanganya memilin-milin rumput yang ia cabut dari tanah. Tanganya memang tak berhenti bergerak ketika dirinya gugup.
"Ceritakan mengenai dirimu, Tadeo," pinta Nora.
"Tidak ada yang menarik dari hidupku, setiap harinya aku disibukan dengan bekerja mengelola perusahaan makanan beku yang keluargaku tinggalkan," ungkap Tadeo. Begitu singkat dan sederhana.
"Hanya itu?" Nora mengangkat wajahnya menatap pria itu, tatapan mereka bertemu satu sama lain.
"Ya, hanya itu."
Setelahnya, mereka kembali pada posisi awal.
"Apa yang kau inginkan untuk masa depanmu, Nora?" Pria itu bertanya, tanpa mengalihkan posisi mereka.
"Em ...."
"Aku ingin rumahku diterangi oleh lampu yang terang dan bercahaya, rumah yang nyaman pun hangat ketika malam hari tiba."
Keinginan itu konyol. Nora tidak tinggal di pedalaman hutan hingga membuat rumahnya tak memiliki lampu sehingga ia meminta sebuah lampu di masa depan. Tapi memanglah seperti itu kenyataanya, rumahnya saat ini terlau dikelilingi oleh kegelapan, dan ia takut.
Jadi, pembicaraan dalam kali ini hanya menyinggung masalah apa yang Nora suka dan apa yang Nora tak suka. Wanita itu menceritakanya segalanya pada Tadeo seolah pria itu sangat harus tahu semuanya. Sebuah ungkapan yang tak pernah bisa ia ungkapkan kepada siapapun diseumur hidupnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
La Señora
RomanceObsesi yang mengatasnamakan cinta. Merenggut, menarik, memaksanya untuk berjalan di dalam kegelapan. Nour Valle Lenero merelakan kehidupanya dikendalikan oleh sosok suami yang misterius. Isaac Mallen Vargas-pria kejam berhati dingin yang mampu membu...