Chapter 22

11.7K 821 27
                                    

Hari-hari berjalan dengan baik selama dua bulan terakhir ini. Nora mendapatkan banyak cinta dan perhatian dari suaminya, serta hilangnya batasan-batasan di antara mereka berdua.

Kini, ia bisa melangkahkan kaki pada setiap sisi mansion yang sebelumnya Isaac larang untuk ia dekati. Pun ruang pribadinya yang kini bisa Nora datangi kapan saja ia inginkan.

Wanita cantik berpakaian dress putih selutut itu berjalan pelan memasuki ruang pribadi suaminya. Berdiri di hadapan Isaac yang sedang duduk seraya memejam tidur pada kursi kebesaranya.

Wajah tegas itu terlelap amat tenang. Membiarkan beberapa bercak darah yang menghiasi wajah tampanya. Kemeja hitam yang ia kenakan terbuka di beberapa kancing bagian atas, ia biarkan memampangkan dada bidangnya yang kokoh namun sedikit kotor oleh percikan cairan berwarna merah.

Nora bersimpuh di depan suaminya, membawa lengan Isaac yang terluka lalu mengecupnya pelan.

"Kupikir, ke mana waktu membawa Anda pergi malam tadi sehingga tak berada di sisiku."

"Kenapa suka sekali tidur dengan kondisi kotor seperti ini."

Lengan besar itu bergerak dari genggaman Nora. Menyentuh dagu kecil istrinya lalu ia bawa mendongak, menatap dirinya yang kini telah sedikit mencondongkan tubuh ke depan menahan satu sikunya pada paha.

"Buenos dias mi esposa."
(Selamat pagi, Istriku)

Nora tersenyum simpul membalas tatapan suaminya yang tajam namun penuh akan kehangatan. Menyentuh menakup pipi Isaac yang pelan memejam merasakan kelembutan tanganya.

"Buenos días mi marido."
(Selamat pagi, Suamiku)

Seorang pelayan datang membawakan kotak obat yang sebelumnya Nora pinta. Masih bersimpuh di hadapan suaminya, Nora mulai membersihkan luka pada telapak tangan Isaac yang tersayat cukup dalam dengan luka yang menganga lebar. Ia membalurkan obat serta membalut perban pada tangan suaminya dengan rapih, lembut serta penuh kehati-hatian.

"Kenapa suka sekali terluka?"

Ia tatap wajah suaminya yang sejak tadi terdiam menunduk memperhatikan setiap detail gerakanya. Tangan terluka Isaac masih ia genggam di bawah dagunya.

"Karena aku suka melihatmu seperti ini," balas Isaac terdengar parau.

"Tapi aku tidak suka melihat Anda terluka."

"Asal bukan dirimu yang melukaiku, semuanya akan baik-baik saja, Senora."

"Aku tidak mampu untuk melukai Anda, Senor."

"Sí, lo se."
(Ya, aku tahu itu)

Menempelkan punggung tangan suaminya pada mata kanan dan kiri, turun pada bibir lalu ia kecup singkat.

"Bersihkan diri Anda, Senor. Aku akan menunggu di meja makan."

"Ya."

Nora bangkit berdiri, membawa serta kotak obat itu pergi bersamanya keluar ruangan yang kemudian ia berikan pada seorang pelayan.

Gontai langkahnya menuju tangga hendak turun menuju lantai satu. Namun seketika, perhatianya teralihkan oleh seorang pria yang baru saja keluar dari salah satu ruangan.

"Senora." Pria itu menyapa ketika mereka saling berpapasan.

"Apa itu?" tunjuk Nora pada sebuah kotak sedang yang dibawa pria tersebut.

"Barang lama Sarai, senor meminta untuk membersihkan bekas ruanganya."

Lirikan Nora tertuju pada pintu ruangan yang tertutup. Ia ingat itu adalah ruang pribadi Isaac yang selalu Sarai gunakan. Lantas, setelah meminta pelayan itu untuk pergi, Nora yang penasaran langsung mendatangi ruangan tersebut. Tempat yang sebelumnya tak pernah ia datangi dan tak berniat ia datangi juga.

La Señora Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang