Chapter 15

12.2K 866 19
                                    

"Kuakui keberanianmu mengkhianatiku."

Tatapan pria itu amat tajam bertabrakan langsung dengan sorot sayu redup sang wanita di dalam dekapanya.

Ia remas kuat pinggang ramping itu hingga otot-otot pada lenganya menegang bermunculan, memanas langsung lingkar mata sang pemilik menahan rasa sakit.

"Por qué me traicionaste, Señora?"
(Mengapa kau mengkhianatiku, Senora)

Tertegun, Nora mengerjap pelan membuyarkan genangan air pada matanya. Ia tatap wajah pria itu yang pada kenyataanya ialah wajah suaminya sendiri, wajah yang selama ini membuatnya penasaran sebab gila selalu berada di dalam kegelapan.

Pada kenyataan pahit, kekasihnya itu adalah suami yang sengaja membodohi dirinya.

Pasti bisa Isaac rasakan tubuh Nora yang bergetar di dalam dekapanya yang hampir jatuh lemas jika saat ini pria itu tak memeluk pinggangnya.

Kepala Nora berdengung menerima kenyataan yang tak bisa ia sangkal keberadaanya. Jantung, napas serta merta aliran darahnya berpacu dua kali lebih cepat di dalam tubuhnya. Kacau balau, tak bisa ia kontrol meskipun berusaha.

Isaac mengangkat sebelah alisnya, amat tenang ia menyoroti Nora meskipun tatapanya tetap terasa tajam pun mengintimidasi. Aura kegelapan tetap menguar kuat melekat pada sosoknya meskipun berada dalam ruangan yang terang.

Lirikan Nora bergerak menghindar disusul dengan gerakan pelan wajahnya, namun cepat Isaac mencengkram rahangnya mengembalikan pada posisi semula, menatap ke arahnya. Cengkraman dari jemarinya yang besar bergerak pada wajah Nora, mengusap lipstik merah pada bibir istrinya menggunakan ibu jari. Ia dekatkan wajahnya mengikis jarak hingga hidung mereka saling bersentuhan.

"Dilo claramente." Erangan halus terdengar dari suaranya. "Por qué me traicionaste?”
(Katakan dengan jelas, kenapa kau mengkhianatiku)

"Porque lo quiero."
(Karena aku menginginkanya)

Nour Valle Vargas menginginkan perselingkuhan itu dengan kesadaran yang mutlak. Meskipun dengan nada suara yang bergetar ia tetap mengatakan kejujuran atas dasar apa yang ia rasakan dari dalam hatinya. Ikatan kotor, pria lain, serta hati pun pikiranya ia kendalikan tanpa syarat.

Sebelum ia lakukan telah ia ketahui resiko besar atas tindakanya yang melenceng. Menerima kemurkaan Isaac yang mungkin tak bisa ia terima dengan akal sehatnya, menggantungkan diri sendiri pada takdir yang dibuat oleh pria itu, bahkan kematian sekalipun.

Nora siap akan semua resiko yang pasti menghampirinya cepat atau lambat. Di mana jika Tadeo adalah orang lain, mungkin dirinya juga tak lepas dari kukungan pria besar itu. Mungkin Nora dengan Tadeo-nya yang lain pun akan berakhir sama, mengenaskan. Bedanya saat ini tak ada Tadeo, hanya dirinya sendiri. Setidaknya Nora merasa lega sebab ia tak menarik pria lain ke dalam nasib buruknya.

"Gracias, Senor."

Lingkar mata Nora memanas pun nada suaranya bergetar. Ia memegang lengan Isaac yang sejak tadi senantiasa mencengkram erat rahangnya, mendongak lantas menilik wajah pria itu lekat.

"Kehidupan yang Anda berikan sangatlah menakjubkan."

"Sekarang, lakukanlah apapun yang ingin Anda lakukan. Bersikap adillah pada seluruh manusia yang berani berkhianat. Hukumlah aku sebagaimana hukumanmu kepada orang lain, maka akan kuterima semua tanpa keluhan."

Keryitan halus tercipta pada wajah Isaac yang dingin bersamaan dengan senyum getir yang terlukis di wajah Nora.

"Senor ... biar kukatakan sesungguhnya."

Kalimat Nora sesaat terjeda, menelan salivanya pun menghirup napas dalam sebelum ia melanjutkan.

"Sungguhlah aku mencintai pria itu, bagaimana dirinya menatap hangat kepadaku, memperhatikan setiap detail kecil dalam diriku, dan—”

La Señora Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang