07

6.3K 345 21
                                    






Sejujurnya ya gais baru angkasa ini ide itu ngalir deres banget ampe lupa ama mamas FYI ya ini aku draft sudah sampe part 13 🙃 gatel banget pengen up semuanya tapi takut kalian gumoh gumoh 😶







Begitu berhasil menguasai dirinya Bila ikut berlari menuju ruang rawat inap sang ayah sesampainya di sana Bila melihat sang kakak menangis kencang dan terduduk di lantai rumah sakit yang dingin

Bila tak bisa menangis lagi ia menatap seorang dokter yang duduk di atas perut ayahnya sembari memberikan CPR dengan menekan dada ayahnya beberapa kali hingga bunyi melengking tanpa putus terdengar memekakkan telinga

Nabila jatuh tak sadarkan diri sedangkan Tara menjerit dan meraung keras atas kepergian sang ayah yang merupakan orang tua tunggalnya setelah sekian lama

Sementara di lain tempat Dimas menghubungi nomor ponsel Nabila berkali kali, tugasnya hari ini telah usai dan ia akan segera bersiap berangkat ke luar negri esok hari untuk mendampingi bapak Presiden Joko Widodo yang bertolak menuju Eropa untuk melangsungkan kunjungan kerja selama beberapa hari

Ia tak bisa tenang membayangkan tangis Nabila, masih segar dalam ingatan Dimas betapa rapuhnya pundak kecil itu menanggung beban berat seorang diri

Sky

Bil, are you ok?
18.07

Angkat telefon saya begitu kamu baca pesan ini ya
18.31

Nabila, kamu dimana?
18.57

Bil, jangan sendirian
Ada saya, angkat telfonnya
19.34


Dimas menyimpan nomor telefon Nabila dengan nama Sky karna Dimas menyukai langit dan langit juga yang mempertemukan Nabila dan Dimas untuk pertama kali

Sementara tubuh lemas Nabila yang terbaring di sofa rumah sakit itu terpaksa mendadak bangun saat mendapat tamparan keras dari Tara

"LO TUH GA TAU DIRI, GA TAU DI UNTUNG... BOKAP MENINGGAL GARA GARA LO!!! " Teriak Tara membabi buta tepat di depan wajah Nabila

Bila memegang pipi kanannya yang terasa nyeri ia merasakan mulut bagian ujungnya sedikit mengeluarkan darah karna kerasnya pukulan Tara di wajahnya, Nabila mengedarkan pandangan ke semua orang yang ada di sana

Semua orang menatapnya seolah olah turut menyalahkannya atas kematian Herman

"GA USAH SOK SUCI DEH LO, ANAK PUNGUT KAYAK LO HARUSNYA GA PERNAH MASUK KE KELUARGA GUE.. LO SAMA NYOKAP LO YANG KEGATELAN ITU BAWA SIAL BUAT KELUARGA GUE HARUSNYA LO AJA YANG MATI!!! " Mendengar kalimat penuh sumpah serapah Tara di tujukan untuk dirinya dan sang ibu membuat Nabila meradang

"KEMANA AJA LO JADI ANAK MBAK? LO YANG GA BECUS JADI ANAK, DI OTAK LO ISINYA CUMA DUIT DUIT DUIT APA PERNAH LO MIKIRIN AYAH HAH? JAGA MULUT LANCANG LO " Nabila berteriak tak kalah kencang dengan cepat Tara menarik rambut Nabila ke depan dan menghempaskannya kencang ke meja kecil di sana membuat para medis dan orang orang di sekitar yang sedari tadi menonton seketika berteriak dan melerai mereka walau sedikit terlambat

Wajah mulus Nabila kini babak belur luka robek di pelipisnya mengeluarkan cukup banyak darah dan membasahi sebagian wajahnya membuat Bila tak sadarkan diri kembali lalu dipindahkan ke ruang instalasi gawat darurat untuk perawatan luka lukanya

Seorang perawat yang membantu Bila mendengar dering telefon dari gadis cantik itu memutuskan untuk mengangkat panggilan tersebut mengingat tak adanya wali pasien

"Halo" Sapa Dimas di seberang sana

"Halo selamat malam bapak kami dari rumah sakit cempaka memberitahukan bahwa pemilik telefon genggam ini di larikan ke IGD rumah sakit setya budi dengan kondisi tidak sadarkan diri" Perawat tersebut memberikan informasi yang membuat Dimas terkejut bukan main

"Saya kesana sekarang" Dengan cepat Dimas menyambar kunci mobilnya yang tergeletak di atas meja ruang tamu keluarganya

Se sampainya di rumah sakit Dimas menemukan keadaan mengenaskan Nabila terbaring di atas ranjang pesakitan itu, dalam hati Dimas bertanya tanya apa yang sebenarnya terjadi hingga wajah ayu Nabila menjadi babak belur penuh luka dengan bekas telapak tangan begitu ketara di pipi kanannya

Dalam mata terpejam gadis itu tetap mengeluarkan air matanya dengan cepat di hapus Dimas menggunakan ibu jarinya dengan hati hati hingga tanpa sengaja membangunkan gadis itu

Bila menatap Dimas keheranan bagaimana laki laki itu tiba disini namun Bila juga bersyukur dengan adanya Dimas setidaknya Nabila tidak merasa sendirian

"Hai... Ketemu lagi kita" Senyum manis Dimas di balas derai air mata pilu Nabila, Dimas duduk di sisi ranjang membantu Bila duduk dan memeluknya membiarkan tangis gadis melebur dalam pelukannya

"Ayah pergi Dimas" Tiga kata yang di ucapkan Nabila di sela tangisnya membuat laki laki itu memeluk Nabila lebih erat dan mengelus punggungnya

"Aku belum wujudin permintaan dia tapi dia pergi duluan, kata mba Tara gara gara aku" Lama mereka berdiam dalam posisi saling memeluk

"Nabila dengarkan saya... Semua sudah kehendak yang maha kuasa, bukan salah kamu" Dimas berusaha membesarkan hati Nabila yang kembali kehilangan sosok orang tua

"Kalau aku jadi anak penurut mungkin ayah hidup lebih lama kan Dim? Hah? Aku bukan anak baik ayah" Tubuh Ringkih Nabila bergetar dua hari ini benar benar berat baginya

Kemarin ia kehilangan pekerjaan yang ia impi impikan lalu hari ini ia kehilangan sang ayah, satu satunya figur orang tua yang ia punya

"Sssttt... Kamu sudah melakukan yang terbaik Nabila" Saat di rasa tangis Bila mulai mereda Dimas mengurai pelukannya dan memeriksa detail wajah hancur Nabila

"Boleh saya tau ini kenapa? " Dimas yakin luka luka itu bukanlah hal yang tidak di sengaja namun cukup lama bagi Nabila untuk menjawab pertanyaan Dimas

"Mbak Tara ga sengaja" Hanya itu kalimat yang mampu ia utarakan

"Sampai begini ga sengaja Bil? Perawat bilang pelipis kamu robek dan ada 4 jahitan itu ga sengaja Nabila? " Sebelum mulai mengintrogasi Nabila Dimas sudah lebih dulu menanyakan alasan wajah babak belur Nabila pada beberapa perawat yang bertugas

"Ya dia pasti ga sengaja, kalo dia sengaja udah mati aku di buatnya" Nabila tetap menunduk menghindari tatapan intimidasi dari Dimas

"Kamu tau ga kalo ini kriminal Bil? Ini bisa di laporkan ke polisi, kenapa perempuan anarkis sekali" Suara Dimas mulai meninggi melihat reaksi Nabila yang acuh tak acuh

"Dim stop... Dia satu satunya keluarga yang aku punya sekarang, jangan aneh aneh aku mau ke tempat ayah lagi" Bila memutuskan untuk pergi dari sana meninggalkan Dimas yang mulai terbawa amarah

Melihat tubuh kecil itu mulai berjalan menjauh dengan langkah sedikit tertatih dan kerepotan mendorong tiang infus membuat Dimas tak tega dan segera mendekati Bila membantunya mendorong tiang infus itu mensejajarkan langkahnya dengan Nabila

"Dia kakak aku Dimas, tolong jangan benci dia" Lagi lagi air mata Bila menetes sambil terus berjalan, Dimas benar benar tak tega apalagi mengingat besok ia harus melakukan perjalanan dinas beberapa hari

"Besok saya ke luar negri" Dimas masih berusaha mengontrol amarahnya tatap matanya lurus ke depan tanpa melirik Bila sedikitpun

"Hmmm" Jawab Bila menghapus air matanya

"Jaga diri baik baik" Entah mengapa kata kata itu sangat berat keluar dari mulut Dimas

"Aku bisa jaga diri, kamu pikir begitu kamu balik aku udah mati gitu? " Bila berusaha mencairkan suasana namun sepertinya salah dalam pemilihan kata

"Jaga bicara kamu" Kalimat Dimas terdengar dingin dan amat menusuk telinga









Bersambung...









AngkasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang