55

3.9K 251 17
                                    



Menuju chapter chapter terakhir ya 😚

Kedua buah hatinya sudah berangkat ke sekolah di antar oleh kedua mertuanya juga dua orang pengasuh anak anak itu sementara Nabila duduk di atas tempat tidurnya menghadap ke jendela besar kamar yang ia tempati

Bayangan wajah Magika yang terlihat takut mengutarakan keinginannya tadi masih menghantui pikiran Nabila, ia berdosa pada mata bulat Magika dan Miracle

Pikiran Nabila penuh riuh oleh setiap kalimat andaikan.. Andaikan.. Andaikan.. Apa semuanya akan berbeda? Jika hari itu ia tak berbuat bodoh memancing emosi Dimas apa semuanya akan berbeda? Apa mereka akan baik baik saja?

Jika Nabila menahan amarahnya, jika Nabila tetap diam apakah putra putri mereka akan bahagia walau mengorbankan seluruh hidupnya?

Nabila memang meminta bercerai namun Dimas justru meminta mereka hanya pisah rumah, tak pernah ada kabar.. Tak pernah saling menyapa rasanya bahkan lebih buruk dari perceraian saat Nabila ingin menyudahi perang dingin ini justru Dimas menunjukan bahwa dirinya tak lagi berarti bagi pria yang ia cintai setengah mati

Nabila menatap cincin yang masih setia melingkar di jari manisnya, ia menertawakan jalan hidupnya sendiri.. Tak pernah ada satu hal pun yang tetap di sampingnya, tak ada siapapun.. Nabila sendirian


🔴🔴 FLASHBACK ON 🔴🔴

Nabila melihat sekelebat bayangan Pak Prabowo dan rombongan di rumah sakit pelita, ia menguatkan tekadnya sekali lagi.. Ia akan membujuk Dimas kembali demi kedua buah hatinya

"Mas Rizky" Panggil Nabila saat melihat Rizky melewatinya tepat di depan matanya

"Loh.. Mba Bila toh ini? Pangling aku.. Siapa yang sakit Mbak? Kok disini? " Risky menyerbunya dengan berbagai pertanyaan

"Ah iya.. Mas Rizky apa kabar? Lama ya ga ketemu" Nabila masih basa basi

"Iya nih.. Mba Bila basa basi banget ketauan, nyari pak Mayor ya? Jalan sama Bapak tuh di depan" Pria tampan di hadapannya ini sangat informatif

"Ketauan ya haha.. " Nabila tertawa sumbang

"Saya mau kesana tapi ga enak takut ganggu Bapak" Jujur saja Nabila sungkan, suaminya sedang bertugas tidak mungkin bisa di campur dengan urusan pribadi bukan?

"Bapak lagi pengecekan kesehatan rutin, kita bakal lama disini nanti.. Gabung aja yuk" Ajak Rizky menarik lengan Nabila

" Eh eh.. Ga usah deh Mas" Tolak Nabila halus

"Udahhh.. " Rizky tak mengindahkannya ia tetap membawa Nabila masuk ke dalam rombongan

Dari jauh Nabila dapat melihat wajah terkejut suaminya, Nabila menatap netra hitam itu lekat lekat mencari secercah kerinduan yang mungkin tertanam di sana

"Titip Bapak sebentar, saya ngobrol sama istri saya dulu" Tangan Nabila berpindah dalam gandengan Dimas, hingga mereka duduk di bangku taman rumah sakit besar itu

Tak lama telefon genggam Dimas berbunyi dan pria itu mengangkatnya begitu saja tanpa berdosa, Nabila yang tetap diam jadi memperhatikan tiap detail penampilan sang suami yang sudah dua bulan tak pulang ke rumah mereka

Hatinya mencelos saat tak melihat satupun cincin di jari prianya, apakah Dimas sungguh menceraikannya? Apakah Dimas benar benar menginginkan perpisahan mereka? Apakah ini adalah akhir dari kisah mereka?

"Maaf.. Kamu kesini sama siapa? " Tanya Dimas usai menutup sambungan telefon itu, ia sempat bertanya tanya mengapa wajah Nabila terlihat amat terkejut?

"Nabila.. " Tegur Dimas lagi

"Aku sendiri.. Aku langsung balik, di tunggu anak anak" Ia tak membiarkan air matanya turun di hadapan Dimas lagi, tak akan..

Nabila membenci dirinya sendiri yang selalu hancur saat pertengkaran mereka sedangkan pria itu selalu terlihat baik baik saja, Nabila bohong.. Ia di rumah sakit karna kedua buah hati mereka di rawat di rumah sakit akibat demam tinggi

Beberapa hari terakhir Gika dan Rachel sangat rewel, Nabila tau mungkin mereka merindukan sang ayah namun Nabila juga tak kuasa karna Dimas tak pernah menerima pesan pesan yang ia kirimkan atau kabar kabar kedua buah hatinya lantas untuk apa Nabila menangisi pria yang tak lagi peduli?

Nabila menyerah.. Simbol pengikat cinta mereka saja sudah tak lagi terlihat di jari pria itu lantas kenapa Nabila harus mengemis? Magika dan Miracle akan mengerti suatu saat nanti

Sementara itu Dimas menatap punggung Nabila yang kian menjauh, lagi lagi Nabila menghindarinya.. Apakah terlalu berat bahkan hanya untuk sekedar duduk di sampingnya barang sebentar saja? Rasanya Dimas ingin berteriak bagaimana rindunya pada Nabila

🔴🔴 FLASHBACK OFF 🔴🔴



'Mama salah ya Bang? Mama ga becus ya Bang? Apa yang kamu lakukan Nabila? ' ibu dua anak itu hanya bermonolog dalam hati

Ia memandangi cincin yang masih bertahun tahun dikenakannya, tak pernah ada satupun yang berhasil baginya bahkan pernikahan dan rumah tangga yang benar benar ia inginkan

Nabila mengganti bajunya sebelum pergi ke satu satunya tempat bekeluh kesahnya, makam sang ayah

"Ayah.. Adek pulang, Ayah lagi apa? Ayah happy? Ayah tau.. Dulu walau jauh dari Ayah sama Mba Tara seenggaknya Bila punya diri Bila sendiri ya kan Yah? Dulu bila seneng seneng sendiri.. Sekarang.. Rumah tangga Bila ga jelas Yah, rumah tangga yang sering Bila ceritain ke Ayah rasanya makin kesini makin gila.. Nabila cinta sama dia sampe sakit banget, Nabila sayang sampe gila rasanya.. Nabila selalu nyoba buat ngertiin dia tapi tetep ga bisa pahami emosinya setiap dia emosi selalu ngomong seenaknya, ya namanya juga emosi tapi kenapa harus setajam itu omongannya.. Ayah dulu bilang Bila nakal dan susah di atur sekarang Ayah tau? Dia juga ngomong begitu" Satu persatu air matanya turun entah bagian mana yang salah, entah bagian mana yang butuh di rubah Nabila tak tau

"Cara dia negur justru nyakitin Bila Yah.. Sekarang Bila bingung Gika sama Rachel nanyain kenapa Papanya ga pernah pulang ke rumah trus Bila harus jawab apa? Ayah.. Apa boleh Nabila ga menikah? Nabila cinta sama Dimas tapi mungkin lebih baik kalau kita ga nikah kan?" Ia cinta namun sakit di saat bersamaan, ia membela dirinya namun kehilangan dirinya juga dan yang paling parah ia harus memilih harga dirinya atau cintanya?

Kenapa semua wanita harus mendapat nasib yang sama? Merelakan apa yang mereka suka untuk kehidupan yang konon lebih baik? Beberapa ibu juga kehilangan 'warna' mereka untuk generasi penerus mereka juga beberapa lagi harus menunduk dan tetap diam demi putra putri mereka, apakah itu adil?









Bersambung...











AngkasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang