Dimas masih termenung di halaman belakang rumah besar itu, memikirkan rangkaian ucapan kasar yang ia tujukan untuk wanita pilihannya
Nabila benar.. Istrinya terlalu banyak memaklumi kekanakannya, istrinya terlalu banyak merelakan keinginannya sedangkan bukan itu maksud Dimas
Seorang wanita yang luar biasa cantik dan menarik perhatian, dengan pakaian terbuka tanpa ada suami di sisinya dan tengah malam, ke khawatiran Dimas tak bisa tergambarkan lagi andai ia tau pakaian yang di kenakan istrinya se terbuka itu maka sudah pasti ia tak akan memberi ijin keluar rumah satu jengkal pun
Ia melihatnya lagi... Wajah penuh pesakitan Nabila, bukan ini tujuannya menikahi dara cantik itu, mata indahnya menarik perhatian Dimas kala itu mata penuh air matanya membuat Dimas ingin melindungi wanita itu seumur hidupnya lalu bagaimana mungkin kini dirinyalah penyebab utama kesengsaraan Nabila
Hingga dini hari Dimas tak bisa beranjak dari kursi yang ia duduki.. Hatinya tak rela melepas Nabila namun untuk apa tetap bersama jika dirinya bahkan tak pantas di sebut suami oleh bidadari cantik itu
Dimas memukul dadanya beberapa kali yang terasa sesak, air matanya luruh ia paham betul dengan setiap ucapan yang ia tujukan pada Nabila, berulang kali ia mengatakan hal yang sama untuk tidak memakai baju terbuka
Membayangkan istrinya berada dalam bahaya karna pakaiannya mengundang napsu binatang manusia lain membuat darah Dimas mendidih namun wanita itu tak mengerti.. Dimas pernah mengatakan dengan lembut, Dimas pernah menasehati dengan baik, bahkan Dimas pernah memohon untuk tidak mengulangi itu namun kenapa Nabila bebal?
Dimas juga laki laki dan tau betul apa yang di pikirkan lelaki di luaran sana lalu kenapa Nabila tak kenal takut? Kenapa gadis cantik itu tak pernah waspada? Persetan dengan omongan orang soal istri perwira yang berpakaian terbuka bukan itu yang Dimas pikirkan
Setelah dirasa tangisnya mulai mereda, Dimas kembali masuk dan berjalan ke arah kamar mereka sayup sayup ia mendengar tangis Nabila memilukan
Ayah dua anak itu memberanikan diri masuk, ia melihat sang istri bersimpuh tepat di depan box bayi kembar mereka membuat air mata Dimas turun lagi, ia mendekat dan memeluk istrinya.. Tubuh ramping itu terasa panas dalam dekapannya
"Sayang.. Saya ga lagi memohon maaf, saya mohon ampun... Tolong ampuni saya sekali lagi" Ucap Dimas di sela isaknya
"Menceraikan kamu.. Sama artinya dengan mencabut nyawa saya" Nabila seperti tak bertulang semua perkataan Dimas malam ini begitu menyakitkan bahkan permintaan ampunannya sekalipun
"Jika bersama saya se berat itu.. Saya akan melepaskan kamu" Nafas Nabila tercekat ia mendongak menatap wajah suaminya yang penuh air mata
Semua itu permintaannya, ia yang meminta bercerai lalu kenapa kalimat terakhir Dimas terasa sangat sakit hingga menembus dadanya?
"Saya menikahi kamu untuk membahagiakan kamu.. Demi Allah saya lakukan apapun demi kamu biar kamu tetap disini, kamu bilang kamu suka sama Mama Papa kan? Saya titip orang tua saya.. Dan tolong biarkan anak anak saya tetap merasakan kasih sayang Mamanya... saya yang keluar" Keputusan Dimas sudah bulat, Nabila menyukai seluruh keluarganya dengan sangat begitupun keluarganya yang menganggap Nabila adalah anak kandung mereka sendiri maka tak ada yang perlu Dimas khawatirkan karna Nabila dan kedua buah hatinya berada di tangan yang tepat
"Ganti baju sayang" Dimas mencium puncak kepala istrinya lama ini terakhir kali Dimas meminta dengan sangat agar wanitanya mengganti pakaian yang lebih nyaman di gunakan
Walau langkah kakinya terasa berat, Dimas berjalan ke arah tempat tidur Magika dan Miracle untuk berpamitan, ia menggenggam tangan kecil ke dua anaknya
"Abang.. Jagoan Papa.. Papa titip Mama sama Dedek ya.. Jadi anak hebat ya nak, Dedek juga jangan rewel terus ya jadi anak baik kesayangan Papa" Dimas mencium wajah Gika dan Rachel bergantian, jangan tanya Nabila.. Dara cantik itu menunduk mengatur nafasnya yang terasa sesak
Dimas melangkah keluar tanpa melihat kebelakang sedikitpun, ia membuka gerbang dan melajukan mobilnya menuju hambalang tanpa tau sang istri tergeletak pingsan di atas karpet kamar
Sementara Pratiwi dan Arif bergegas turun memeriksa apa yang terjadi, mereka mendengar deru mobil keluar rumah dan segera memeriksa kamar si kembar benar saja kedua orang tua itu terkejut mendapati sang menantu terkulai lemas tak sadarkan diri
Hari berlalu dengan sangat menyiksa bagi keduanya, tak pernah mudah jika itu menyangkut tentang perpisahan Nabila yang memang kondisi fisiknya lemah harus di larikan ke rumah sakit berkali kali entah karna demam tinggi, tiba tiba pingsan dan mimisan atau lain sebagainya
Begitupun Dimas, pria itu melalui semua hukuman yang pantas ia terima, berkali kali sang istri di larikan ke rumah sakit ia selalu di sana, berlari pergi meninggalkan pekerjaannya seperti orang gila, menemani wanitanya walau tak bisa menyapa, hingga terlelap walau di luar jendela
Ulang tahun pertama si kembar Magika Bryan Wijaya dan Miracle Briel Wijaya di rayakan kedua orang tuanya secara terpisah.. Ya terpisah
Sama dengan halnya ulang tahun mereka ke dua, ke tiga dan ke empat kedua bocah pintar itu mulai mempertanyakan perihal orang tua mereka yang tak tinggal satu rumah
"Abang mau hadiah ulang tahun apa? " Tanya Nabila menguncir rambut panjang Rachel yang hendak berangkat sekolah
"Ga mau apa apa" Pria kecilnya sangat cepat dewasa bahkan di usia yang hampir 5 tahun Magika bisa memakai sepatunya sendiri
"Dedek.. Dedek mau boneka lotso yang besar ya Mama, boleh kan Mama? " Nabila tersenyum.. Rachel dan dirinya menyukai tokoh kartun yang sama sedangkan Nabila dan Lotso menyimpan kisah tersendiri di baliknya
"Boleh sayang, sudah sana turun sama Oma dulu.. Mama mau bantu Abang siap siap" Nabila menepuk pantat si cantik itu gemas
"Abang.. Abang bener ga mau apa apa kadonya? Ulang tahunnya pas hari minggu loh" Pancing Nabila sembari menyisir rambut anak lelakinya
"Apa yang Abang mau Mama ga akan bisa kasih" Kening Nabila berkerut
"Mama kasih semuanya.. Semua yang anak Mama mau pasti Mama kabulkan" Nabila masih membujuk putranya
"Abang.. Mau makan bareng sama Dedek, Mama, Papa" Tangan Nabila berhenti di udara wajah pias nya menatap kaca yang memantulkan gambaran dirinya dan si jagoan
"Ga bisa kan Ma? Papa bilang Abang boleh minta apa aja asal ga minta itu ke Mama" Pria itu boleh menghancurkannya puluhan kali, ratusan kali bahkan jutaan kali tapi tidak dengan hati kedua buah hatinya
"Papa bilang Abang harus mengerti, tapi Abang ga ngerti.. Teman teman Abang ke sekolah di antar orang tuanya kenapa Abang enggak? Gio tiup lilin bareng Mama Papanya kenapa Gika enggak Mama? Abang ga ngerti" Bertahun tahun lalu ia berteriak kencang atas hinaan yang ia terima tanpa pernah berfikir hari seperti ini akan tiba
Hari dimana kedua buah hatinya akan bertanya perihal perpisahan mereka, Nabila merutuki kebodohannya
"Mama? Maaf Abang buat Mama nangis.. Abang ga akan minta itu lagi Abang janji Ma.. Mama udah ya" Magika panik setengah mati melihat air mata turun membasahi pipi ibunya tangan kecilnya mengusap usap pipi ibunya yang kian basah, Nabila memeluk putranya erat
"Maafin Mama sayang" Putranya tak minta barang mewah.. Hal sederhana namun kenapa ia tak bisa mengabulkannya?
"Kalau gitu Abang ganti aja permintaannya.. Abang mau gulali kapas" Nabila makin terisak, putranya berumur 5 tahun dan jauh lebih dewasa dari usianya
Selama ini Dimas dan Nabila menjadi orang tua yang cukup kompak walau tak bertegur sapa, beberapa kali bertemu tanpa sengaja di acara acara besar yang di adakan Bapak Menteri Pertahanan juga tak membuat mereka kembali dekat
Bersambung..
KAMU SEDANG MEMBACA
Angkasa
Romance🚨🚨 DISCLAIMER 🚨🚨 Cerita ini hanya Fiksi belaka, tidak ada sangkut pautnya dengan kehidupan tokoh tokoh di real life yang memiliki nama, jabatan, gelar yang sama... apabila ada pihak yang kurang berkenan maupun kesamaan tokoh dan alur cerita, say...