Argha POV...
Dicaci, ditindas, ditinggal, dibully, dibenci, dan diperlakukan tidak adil membuatku terlihat sangat menyedihkan. Orang-orang yang seharusnya melindungi dan memberiku kasih sayang justru merekalah yang telah membuangku dan hidupku bahkan sudah hancur sejak aku dilahirkan.
Aku kadang tak habis pikir. Apa salahku sehingga mereka sangat membenciku? Bahkan aku hanya seorang remaja yang belum genap 17 tahun sekarang. Tapi aku harus menghadapi siksa batin dan fisik yang luar biasa.
Tapi tak apa. cacian dan siksaan mereka sudah menjadi makananku sehari-hari. Kerap kali aku tak memperdulikan mereka karena ya memang tidak ada gunanya. Aku lemah. Tapi karena Kakek ku, aku jadi kembali bangkit untuk terus menjalani hidup yang menyakitkan ini.
Setiap aku putus asa dan merasa sudah berada di keterpurukan yang paling dalam, aku hanya bisa mengingat bagaimana Kakek ku membesarkanku hingga usia ku 5 tahun. Bagaimana Kakek selalu memberiku nasihat dan kata-kata mutiaranya pada ku yang masih balita itu. Dan bagaimana Kakek selalu melindungiku dari amukan Ibu dan Nenek ku.
Selama 5 tahun aku hanya pasrah bersama Kakek ku. Hingga Kakek meninggal dan dari situ pulalah hidup penuh kehancuran didepan mataku. Aku dibuang oleh Ibu ku sendiri di kota asing saat usia ku menginjak 6 tahun. Entah karena apa aku pun tidak tau.
Aku sendirian, kesepian, kedinginan dan kelaparan. Aku menangis malam itu. Aku terus saja memanggili Kakek ku yang sudah jelas tak akan menolongku.
'Hidup itu penuh tantangan, sayang. Kakek percaya kamu kuat menghadapi tantangan itu. Dan jika kamu berhasil melewati setiap tantangan, Kakek yakin kamu akan mendapatkan hadiah istimewa pada akhirnya.'
Itulah kata Kakek yang selalu kuingat dan dengan hanya berbekal nasehat Kakek, aku mulai bangkit. Walaupun aku hidup penuh penderitaan, tapi setidaknya ada Kakek yang terus menyemangatiku. Walaupun beliau tak ada disampingku.
Zay POV
Hidup berkecukupan bahkan berlebihan, tapi gak ada kasih sayang. Sama aja bohong. Gue gak tau gue ini termasuk orang beruntung atau enggak. Mempunyai keluarga kecil tapi gak pernah tuh ada Papa yang selalu ada. Kalo gue di rumah, gue cuma bisa liat Mama sama Bang Varen doang. Kadang doang gw liat Papa. Itu pun paling kalo malem. Meskipun mereka selalu perhatian sama gue, kan tetep aja kek ada yang kurang gitu.
Kalopun Papa di rumah, dia selalu aja ngomel-ngomel gak jelas. Padahal gue jadi kek gini gegara ajaran dia yakan. Gue pernah liat Papa mabok-mabokan. Yakan gue yang notabe nya anak yang menurut pada orang tua, kan gue nya jadi ngikutin apa yang Papa gue lakuin. Dimana salahnya coba?
Dan yeah, walaupun gue berandalan gini, tapi gue tetep punya banyak temen kok. Sama-sama berandalannya sih sama gue. yang penting kan temen yekan?
Gue punya beberapa kebiasaan yang setiap hari gue lakuin. Balapan, mabok-mabokan, ngerokok, bolos jam pelajaran, dan gila sex.
Namanya juga remaja, kan? Kami perlu mengenal dunia luar yang luas ini. Ya menurut gue dengan cara begitu.
Overall hidup gue sempurna! Udah gitu aja.
***
Sinar matahari pagi yang tampak malu-malu mengintip di celah-celah bambu yang bolong di kamar kecil itu mengganggu tidur nyenyak remaja mungil yang masih setia menenggelamkan kepalanya dibalik selimut usang miliknya. Dengan wajah yang masih tampak mengantuk, ia melangkahkan kakinya keluar dari kamar kecilnya untuk mandi dan mempersiapkan dirinya untuk sekolah.
Setelah mandi, dia memakai seragam lusuhnya kemudian menyisir rambutnya lalu memakai topi hitam dan menutupi seragam nya dengan hoodie merah usang itu lantas memakai sepatu yang hampir rusak miliknya.
Setelah mencangklong tas bututnya, ia pun keluar rumah mini nya menuju sekolah. Dia jalan kaki ke sekolah yang jaraknya 1 km dari rumah mungilnya. Tapi itu menjadi kebiasaan paginya karena bisa menikmati angin pagi dan sunrice saat dia menuju ke sekolahannya.
***
'Dubrak!!'
Suara pintu terbuka kencang membuat remaja itu malah semakin menarik selimutnya sampai menutupi seluruh tubuhnya tanpa memedulikan orang yang sekarang menatap garang kearah nya.
"Zay!! Bangun!! Udah siang!! Astaga nih anak!! Zay!!" wanita paruh baya yang masih terlihat sangat cantik itu menarik selimut yang menutupi tubuh anak bungsunya yang sangat susah untuk dibangunkan itu.
"Apa sih, Mah?"
"Apa sih apa sih?! Ini udah siang, tau!" geram sang Mama. Dia menarik paksa tangan anak nya untuk bangun.
"Ck. Iya, iya. Ini Zay bangun, elah." Remaja lelaki itu dengan malasnya duduk diatas kasur nya dan mengucek mata kanannya lalu menguap lebar.
"Cepet mandi lalu sarapan! Liat jam, noh!" remaja itu melirik jam weker yang ada dimeja nakasnya, dan detik berikutnya...
"Maaa. Udah siang banget!!" Zay langsung loncat bahkan sampai jatuh karena kesandung selimutnya sendiri. Tanpa memeduli kan lututnya yang nyeri terhantam lantai, dia langsung masuk ke kamar mandi yang ada di pojokan kamarnya sambil ngomel-ngomel.
Sang Mama hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kelakuan anak bungsunya yang sebelas dua belas dengan Abang nya. Sang Mama memilih keluar setelah membereskan kasur anak nya yang sangat berantakan itu.
5 menit, tanpa mandi Zay langsung memakai seragam nya dengan acak-acakan dan keluar kamarnya sambil menyambar tas nya, ponsel dan kunci motornya lalu turun tangga.
"Zay sarapan dulu, nak!!" teriak sang Mama.
"Gak sempet!!" tanpa menunggu waktu lagi, Zay langsung menge-gas motornya menuju sekolah yang cukup jauh dari rumah nya. Walaupun itu percuma karena ini sudah jam ½ sembilan pagi. Sebentar lagi bahkan sudah jam istirahat.
***
Sudah biasa bagi Argha mendapatkan tatapan seperti itu. Tapi ia tak pernah mempermasalahkannya. Toh mereka yang melakukan itu sendiri tanpa memperdulikannya. Argha pun hanya menganggap mereka angin lalu saja.
Terkadang pula mereka merasa tersinggung karena Argha mengabaikan mereka dan berakhir dengan Argha yang disiksa tanpa diketahui siapapun dan Argha yang kembali ke kelas dalam keadaan yang tidak baik-baik saja. Tapi siapa yang peduli? Tidak ada.
Dan kali ini juga terjadi entah untuk yang keberapa kalinya. Argha dikerjai habis-habisan oleh para seniornya. Dia diseret ke kamar mandi, lalu beberapa benda runcing tajam itu menyayat bagian-bagian tubuhnya lantas tubuhnya disiram air pel. Argha tak bisa melawan. Jadi dia hanya diam sambil meringis karena luka-luka ditubuhnya.
Setelah para senior itu pergi meninggalkannya disana, Argha tak langsung ke kelasnya. Dia pergi ke taman belakang sekolah. berjemur disana untuk mengeringkan baju nya sambil menikmati angin yang sedikit menyejukkannya. Tapi dia tak henti-hentinya menangis.
Dia bahkan sesekali memukuli dadanya atas rasa sakit yang ia rasakan. Dia tidak tau apa salahnya hingga ia diperlakukan seperti ini. Dia hanya ingin hidup tenang seorang diri.
"Kakek... hiks... Argha kangen Kakek... hiks..."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Posesif Boyfie (BXB)
Teen FictionArgha Ravindra. Remaja dengan gelapnya takdir dihidupnya. Sakit dan luka menjadi makanannya sehari-hari. Hanya berbekal janji manis yang kakeknya ucapkan membuatnya harus bertahan hidup karena ia yakin yang kakeknya bilang akan terjadi nantinya. Sel...