20. What is love?

821 45 2
                                    

Ke3 remaja itu baru selesai makan siang. Tak lupa Haikal memberikan titipan Esta yang selalu tersimpan di mobil wanita itu. Yang tak lain dan tak bukan adalah obat Argha. Haikal sudah bertanya detail obat mana yang harus Argha konsumsi dan Esta memberitahunya. Haikal tak tau itu obat apa karena hanya berupa pil dalam botol tak ada keterangannya. Ia ingin bertanya tapi tak jadi.

Argha senang sungguh. Hari ini ia diajak bermain dan berkeliling tempat ramai itu. Bahkan mereka membeli beberapa baju couple dan benda-benda kembar. Tentu saja pilihan Haikal dan Putra. Argha terima ngangguk saja.

Tapi disisi lain kepalanya sangat pusing. 2 jam lalu ia mulai merasakannya. Ntah kenapa. Tapi ia tahan agar teman-temannya itu tak khawatir dan membuat kegiatan mereka terganggu. Tapi itu justru mengganggu dirinya sendiri.

"Ikal, Putra. Aku mau ke kamar mandi." ujarnya.

"Ayo gw anter."

"Nggak usah. Kalian disini aja. Aku sendiri aja."

"Yaudah kamar mandinya ada di lorong itu tuh. Ada petunjuknya." Putra menunjuk papan hijau. Argha mengangguk dan langsung pergi dari sana. Ia merasakan sesuatu yang mungkinnya buruk jika ke2nya tau.

Argha memasuki bilik setelah menyeret 3 lembar tisu didepan cermin depan. Ia mengusap cairan yang sudah banyak keluar dari hidungnya. Ia menengadah seraya menyumbat lubang hidungnya. Air matanya mengalir beberapa karena rasa pusing dan sakit yang ia rasakan.

Memang sudah biasa. Tapi siapa yang tahan dengan rasa sakit? Tubuhnya lemah. Fisiknya buruk. Ia mungkin bisa menahan semuanya didepan banyak orang. Tapi jika sudah sendirian, ia benar-benar merasa lelah dan sakit yang luar biasa.

5 menit Argha diam agar darahnya berhenti. Ia membersihkan sisanya kemudian membuang tisu itu ke tong sampah dan keluar. Ia mencuci wajahnya sebelum kembali pada ke2 temannya.

"Gha? Muka lo merah banget?" tanya Haikal.

"Panas, Gha? Atau lo sakit? Muka lo juga pucet." lanjut Putra.

"Eh nggak, kok. Iya mungkin cuma kepanasan." Haikal dan Putra saling tatap.

"Pulang yok. Keknya lo butuh istirahat, Gha. Mama juga udah telepon." Argha mengangguk saja. Benar ia ingin istirahat.

Ke3nya memilih pulang. Putra berbohong tentang Esta. Niatnya mereka malah ingin nonton setelah bermain. Tapi mereka tau persis kondisi Argha. Jadi mereka batalkan untuk saat ini.

Sesampainya di rumah...

"Kami pulang!" Seru Haikal saat mereka memasuki rumah besar itu.

"Hallo, sayangnya Mama. Eh kok pucet mukanya?" Esta datang dan langsung menghampiri mereka. Menangkup pipi Argha memastikan anak itu baik-baik saja.

"Nggak papa kok, Ma."

"Kecapean kayaknya, Ma."

"Aduh, sayang. Putra, panggil dokter Rafi, nak." Putra mengangguk cepat dan langsung menghubungi ayahnya.

"Nggak usah, Ma. Argha ga papa, kok."

"Nggak bisa, sayang. Kamu harus diperiksa dulu. Ayo ke kamar dulu." Argha pasrah ketika Esta menariknya menuju kamar Zay. Meninggalkan ke2 remaja yang kini duduk di sofa ruang tamu.

"Argha ga papa kan, Kal?"

"Semoga ga papa."

Tak lama dokter Rafi datang. Ia langsung menuju kamar Zay setelah menyapa anaknya dan Haikal sebentar.

"Periksa Argha lagi, dok." ujar Esta. Argha sekarang sudah di kasur. Bajunya pun sudah ganti agar tidak gerah.

"Baik, nyonya."

Posesif Boyfie (BXB)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang