"Kak..." Panggilan lirih itu memecah hening. Argha menatap layar tv dengan bosan karena tak ada Haikal jadi filmnya terasa hambar untuknya.
Zay yang tengah sibuk dengan ponselnya dan botol coca cola ditangannya menoleh dengan dehemannya. Btw Argha sekarang ada di kasurnya posisi menyender di kepala kasur dengan boneka dino yang ia peluk. Dokter Rafi sudah memeriksa ulang kondisinya dan Argha hanya perlu menghabiskan sekantong infusan baru setelah itu boleh dilepas.
"Eum mau nanya."
"Apa?"
"Cupang itu apa?"
"Hah?"
"Em yang kata bang Varen tadi. Katanya dileher aku ada cupangnya."
"Lu ga tau?" Argha menggeleng.
Bibir Zay terangkat sebelah. Pikirannya langsung menggila. Ia menegak habis minumannya lalu melempar botol kaleng itu pada tong sampah dan untungnya masuk lalu ia menghampiri Argha dan naik keatas kasur.
"Mau tau?" Argha mengangguk polos.
"Sini gw buat dulu."
"B-bu-buat? Bu-buat pakai apa?"
"Mulut."
"Eh?!" Argha mengangkat tangannya kala Zay tiba-tiba mencondongkan tubuhnya. Seperti akan menindihnya. Dengan cepat ia menahan tubuh itu agar tak semakin memepetnya.
"Kenapa, hm? Katanya mau tau."
"N-ng-nggak nggak. Nggak jadi hehe..." wajah Argha memerah malu mendapati Zay sedekat ini dengannya membuat Zay mematung saking gemasnya.
'Gw kokop boleh ga ya?' batinnya.
"Sutt. Diem dulu."
Zay mencekal ke2 tangan Argha kemudian menahannya. Wajahnya mendekat membuat Argha memejamkan matanya seraya memiringkan kepalanya takut. Itu justru seperti ia menyerahkan lehernya yang kini terbuka bebas siap jadi sasaran Zay.
"Emh..." Argha melenguh saat bibir Zay menyentuh kulit lehernya. Tak hanya itu, ia mengernyit saat Zay beraksi lebih gila menggunakan lidahnya. Menjilatnya tanpa beban setelah menghirup habis aroma wangi bayi dilehernya itu.
Tak sampai disitu, Zay dengan tak sabarannya mengulum dan menyesap kuat membuat Argha meringis. Apalagi saat Zay menggunakan giginya.
"U-udah engh ka-kakak..."
Zay terdiam setelah ia berhasil membuat 3 ruam merah dileher putih itu. Ringisan kecil keluar dari belah bibirnya sebelum ia melepaskan kekasihnya.
Ia melepaskan tangan Argha kemudian mengambil ponselnya. Memotret hasil karyanya dan memberikan gambarnya pada Argha.
"Itu cupang." ujarnya santai membuat wajah Argha kian memerah. Zay menatap intens wajah cantik itu hingga tiba-tiba ia turun dan berlari ke kamar mandi membuat Argha bingung menatap kepergiannya.
"Oh ini cupang. Kenapa harus pake mulut buatnya? Nyamuk juga bisa kan berarti?" polosnya tanpa tau kekasihnya kini tengah gila karena solo di kamar mandi dengan pikiran yang membayangkan wajahnya.
***
Keesokan harinya Argha diantar Zay pergi ke tempat lombanya. Zay bilang akan menjemputnya jika sudah pulang. Guru pendamping yang akan mengabarinya.
Kondisinya membaik pagi tadi. Bahkan ia dengan semangat bangun jam 4 lalu membuka buku untuk mengulas materi. Selagi Zay masih nyenyak dalam tidurnya.
Kini ia tengah menunggu Zay untuk pulang. Ditangannya ada medali dan sertifikat. Pak Made disampingnya yang menemaninya menunggu dengan piala besar yang didapat Argha. Sekali lagi muridnya itu mengangkat nama baik sekolahan mereka. Argha sering mendapatkan piala seperti itu, tapi ia justru meminta gurunya untuk menyimpan semuanya di sekolah saja. Ia sadar gubugnya yang kecil tak akan mampu menampung piala juga. Jadi yang selalu ia bawa pulang hanya medali, sertifikat dan uang yang ia peroleh. Dengan senang hati Pak Made simpan untuknya. Malah ia pisahkan milik Argha sendiri di lemari kaca tersendiri. Tak ia campurkan dengan piala yang diperoleh murid lainnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Posesif Boyfie (BXB)
Teen FictionArgha Ravindra. Remaja dengan gelapnya takdir dihidupnya. Sakit dan luka menjadi makanannya sehari-hari. Hanya berbekal janji manis yang kakeknya ucapkan membuatnya harus bertahan hidup karena ia yakin yang kakeknya bilang akan terjadi nantinya. Sel...