Argha menghembuskan napasnya kasar. Ini sudah jam 6 sore. Waktunya dia pulang. Dia mengambil tas sekolahnya dan berjalan gontai menuju gubuknya.
Argha sudah menyiapkan uang untuk Jono hari ini. Jadi dia tidak perlu cemas lagi. Argha sekarang sudah kelas 11 SMA. Dia sudah berjuang sejauh ini. Hidup sendirian. Tommy pun yang berjanji akan kembali tapi tak pernah menampakkan batang hidung nya sama sekali.
Argha berhenti bergerak saat dia melihat adegan mengerikan didepannya. Seorang remaja laki-laki yang dengan ganasnya menusuk-nusukkan sebuah pisau kedada seseorang. Adegan pembunuhan.
Tubuh Argha mulai gemetar. Dia memundurkan langkahnya karena takut. dia bersembunyi di sebuah pohon rindang dipinggir jalan sambil terus menatap adegan itu dengan mata berkaca-kaca.
Argha bisa mendengar langkah kaki perlahan berjalan kearahnya. Argha takut, ia tak pernah merasa setakut ini sebelumnya.
Ia sudah biasa di-bully, dikatai, disakiti dan dicemooh. Tapi rasa takutnya tak seperti kali ini. Saat ini ia akan MATI!!
"Ketemu!"
Argha kaget begitu remaja yang menggunakan masker hitam itu sudah berada didepannya.
"H... Huaaa... emmphhh!!"
Argha melotot ketika remaja tinggi itu dengan cepat menutup mulutnya dengan tangan dan mendorongnya ke dinding dibelakangnya.
"Lo liat semuanya?" tanya remaja itu dengan tatapan mata tajam.
Argha menggelengkan kepalanya, "Emmphhh!!"
"Lo tau, itu bukan yang pertama. Jadi gue bisa aja ngebunuh lo sekarang." Argha menggelengkan kepalanya lagi. Dalam hatinya ia terus berdoa agar seseorang datang.
"Lo takut?" tanyanya lagi.
Argha tak menjawab, ia malah menangis sesenggukan. Remaja itu melepaskan mulut Argha yang ia bekap dan tangisan pilu langsung keluar dari mulut Argha.
"Hikss... jangan bunuh aku... aku... aku janji gak kasih tau siapapun. Hiks... jadi jangan bunuh aku. Kumohon." Argha mengangkat tangannya sebagai simbol perdamaian.
"Hmm." Remaja itu memiringkan kepalanya. Lalu melepaskan masker yang ia kenakan. Saat itu pula Argha merasa takjub dengan sesuatu didepannya.
Tampan. Satu kata dari Argha tapi tak berani dia ucapkan langsung didepan orangnya.
Remaja itu menyeringai kecil dan mengelus pipi Argha dengan Ibu jarinya yang penuh dengan darah. Pipi Argha sekarang terkena darah.
"Lo... boleh juga." Kata remaja itu.
Argha mengerutkan keningnya, "M... maksudnya?"
Remaja itu kembali menyeringai menunjukkan smirk nya membuat Argha gemetar ketakutan.
"Lo gak usah kek gitu, gue gak gigit, kok." Kata remaja itu membuat Argha merinding. Remaja itu menarik dagu Argha agar si empunya menatapnya.
"Mulai hari ini lo jadi pacar gue!"
Argha membulatkan matanya, "Ng... gak mau!"
"Nggak mau hmm? Lo mau gue habisin kek tuh orang?" remaja itu menunjuk pria yang sudah tak bernyawa itu. Argha menggelengkan kepalanya keras.
"Bagus. Jadi lo harus mau jadi pacar gue. ngerti?!"
Argha mau tak mau mengangguk. Ia tak mau mati diumurnya yang belum genap 17 tahun. Dia masih ingin memiliki KTP.
"Bawa gue ke rumah lo."
"H... hah? Ng... ngapain?" Argha kembali bergetar.
"Kenapa? Masa pacar sendiri gak boleh ke rumah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Posesif Boyfie (BXB)
أدب المراهقينArgha Ravindra. Remaja dengan gelapnya takdir dihidupnya. Sakit dan luka menjadi makanannya sehari-hari. Hanya berbekal janji manis yang kakeknya ucapkan membuatnya harus bertahan hidup karena ia yakin yang kakeknya bilang akan terjadi nantinya. Sel...