Mata itu terpejam dengan helaan napasnya. Wajahnya kelihatan begitu lelah. Di ruangan itu kini hanya terdengar detak jam yang teratur dalam hening.
Pikirannya kacau dan tak terkontrol. Puluhan kali ia menghembuskan napas kasar di hari itu. Ini bahkan sudah lewat jam 2 pagi dan ia belum juga kelar dengan pekerjaannya.
Kring...
Lagi-lagi ia menarik napas dalam dan menghembuskannya cepat seraya membuka matanya dan menatap layar ponselnya di meja.
Mahen meneleponnya.
Ia mengangkatnya.
"Lo belum balik?"
"Belum."
Tut... tut...
Ck. Aneh.
Zay abai. Kembali mengistirahatkan tubuhnya sejenak sebelum akhirnya tak lama pintu terketuk. Ia mengernyit. Karyawan lembur hanya sampai jam 9. Di kantornya hanya menyisakan dirinya dan satpam.
Cklek.
Belum ia mempersilahkan masuk, pintu terbuka. Menampilkan pria berjaket hitam yang tengah ngomel karena basah. Diluar hujan.
"Lama, jingan!" kesalnya.
"Ngapain?" tanya Zay.
Mahen tak menjawab. Melepaskan jaket dan topinya lalu menggantungkannya di tempat tersedia.
"Lo ngapain masih disini?" Mahen bertanya balik.
"Selesein kerja."
"Jangan gila, Zay. Argha sendirian di rumah. Dia lagi hamil gede. Lo bilang bibi lagi cuti seminggu."
"Kerjaan gw masih banyak."
"Lo udah mulai cuti, goblok! Kenapa maksain? Semuanya udah jadi tanggung jawab gw sama Kenzo."
"Tapi ini..."
"Mending lo balik sekarang. Argha telepon Haikal tadi. Nangis. Dia khawatir sama lo dan gak mau ganggu. Lo seharusnya udah cuti dari lama. Lo sekarang harus fokus sama Argha dulu. Kasian dia." ujar Mahen.
Awal ia tau kehamilan Argha, Zay ngotot ingin mengambil cuti 3 bulan sebelum Argha melahirkan. Tapi kini bayi dalam perut Argha saja sudah berusia 8 bulan lamanya dan sang ayah masih memfokuskan kegiatannya dengan bekerja.
"Kerja..."
"Kerja bae bangsat!! Lo terlalu gila kerja buat apa, njing?! Duit lo dah banyak! Argha butuh lo sekarang. Dia takut. Dia sendirian. Cuaca lagi gak mendukung."
Zay diam. Memikirkan kondisi sang istri manisnya sekarang yang ia tinggal sendirian dalam keadaan hamil besar. Akhir-akhir ini ia memang sangat sibuk karena pembangunan proyeknya hampir selesai. Seharusnya setengah pekerjaannya sudah ditanggung Kenzo dan Mahen. Tapi ia selalu ingin ikut andil untuk penyelesaiannya.
"Balik sana. Kenzo lagi lemburan di rumahnya. Ini biar gw yang lanjut."
"Tapi..."
"Balik, Zay. Lo seharusnya gak disini. Argha di rumah. Sendirian. Dia lagi hamil. Dia butuh lo. Kerjaan aman di gw dan Kenzo. Gw mau sekarang fokus lo cuma di bini dan anak lo. Jangan sampe mereka luka dan lo gak tau. Mereka butuh lo, Zay."
Zay beranjak membuat Mahen tersenyum lega. Tadinya ia ingin sekali menonjok wajah sahabatnya itu. Tapi ia takutnya Argha histeris jika melihat suaminya pulang dalam keadaan babak belur.
"Gw cabut."
"Hm."
Zay menggaet tas, ponsel dan kunci mobilnya lalu keluar dari sana. Meninggalkan Mahen yang kini melanjutkan pekerjaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Posesif Boyfie (BXB)
Teen FictionArgha Ravindra. Remaja dengan gelapnya takdir dihidupnya. Sakit dan luka menjadi makanannya sehari-hari. Hanya berbekal janji manis yang kakeknya ucapkan membuatnya harus bertahan hidup karena ia yakin yang kakeknya bilang akan terjadi nantinya. Sel...