Sehari semalam Argha diam merenung didepan danau. Hingga pagi berikutnya ia akhirnya mau bangkit dari tempat duduknya. Wajahnya begitu pucat dan matanya yang sayu.
Ia berjalan gontai menuju rumahnya. Takut sebenarnya harus melewati tempat mengerikan itu. Tapi ia memberanikan dirinya. Membuka pintu reot itu kemudian mengganti bajunya. Tak lupa ia mencuci baju dan topi milik Kenzo itu untuk ia kembalikan jika bertemu. Ia mengambil beberapa uang kemudian keluar lagi. Ia harus membeli makan. Hari ini ia tak sekolah karena jelas sudah sangat terlambat. Besok sabtu dan minggu ia libur. Ia akan menggunakan 2 hari besok untuk full istirahat. Jika biasanya ia akan bekerja di hari liburnya, tapi sayangnya ia sudah keluar. Ntah ia bisa masuk lagi atau tidak.
Argha membeli satu roti dan satu botol air mineral. Ia kembali ke danau itu. Duduk diam sambil makan. Matanya menatap kosong kedepan. Pikirannya benar-benar hampa dan sepi.
Bahkan ia tak menyadari seseorang yang kini duduk disampingnya.
"Ekhem..."
Argha menoleh dan menatap remaja berambut coklat tebal itu.
"Hai." sapanya.
"Ya." balas singkat Argha setelahnya ia kembali menatap lurus kedepannya.
"Argha?"
"Iya."
"Ngapain lu disini?"
"Nggak ngapa-ngapain. Nyari angin aja."
"Ga sekolah?"
"Nggak. Bolos. Kamu ga sekolah, Putra?"
"Males. Gw nyari tempat bolos tadi. Ketauan Pak Budi makanya lari. Eh nyasar kesini. Gw kira lu siapa tadi, tapi pas liat dari samping ternyata elo."
"Iya."
"Pucet banget muka lu. Sakit?" Punggung tangan Putra mendarat di kening Argha. Mengecek suhu badan anak itu.
"Nggak."
"Muka lu ga cocok boong."
"Sedikit pusing. Udah biasa."
"Minum obat."
"Iya. Nanti."
"Eh bentar ya gw mau beli sesuatu dulu. Lu jangan kemana-kemana. Jadi temen gw dulu bentar."
Argha mengangguk saja. Untuk beranjak saja ia malas rasanya.
Putra berlari ke belakang dan memasuki mini market yang tak jauh dari danau. Tak sampai 10 menit ia sudah kembali lagi. Ia membeli minuman kaleng, susu vanila dan rokok.
"Nih."
Putra menyodorkan susu kotak itu pada Argha.
"Apa?"
"Susu. Buat lu."
"Makasih."
"Yo. Btw lu ada masalah ga sama asap rokok?"
"Ga ada."
"Gw ngrokok ga papa nih?"
"Silahkan."
Putra menyulut rokoknya dan menghisap nikotin itu lalu menghembuskan asapnya keatas dengan damainya. Membuat suasana jadi hening.
"Btw kemarin lu kenapa lagi? Gw liat Kenzo lari-lari gendong lu yang mukanya luka-luka."
"Ga..."
"Sutt dah dah. Gw tau lu bakal jawab 'ga papa' lagi. Lu itu jadi bahan bully an, Gha. Bisa-bisanya lu nampak biasa aja dengan luka-luka itu. Lawan ga bisa?"
"Mereka punya kuasa, Putra. Mereka bebas melakukan apa saja."
"Tapi ga diem aja. Lu bisa lapor ke pemilik sekolahnya kalo guru ga bisa bantu lu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Posesif Boyfie (BXB)
Fiksi RemajaArgha Ravindra. Remaja dengan gelapnya takdir dihidupnya. Sakit dan luka menjadi makanannya sehari-hari. Hanya berbekal janji manis yang kakeknya ucapkan membuatnya harus bertahan hidup karena ia yakin yang kakeknya bilang akan terjadi nantinya. Sel...