Ch. 20 - Kanvas Ratu [2]

113 30 5
                                        

Said you'd never hurt me
But here we are
Oh, you swore on every star
How cold you be ...
So reckless with my heart?

Reckless-Madison Beer



•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Kamu benar-benar anak yang nggak tahu diuntung, ya! Kamu mempunyai baju yang bagus, makan yang enak, kamu hanya tinggal menikmatinya saja! Tapi kenapa kamu membalas kami dengan tingkah bejatmu itu, Ratu?!" Mama Ratu ikutan menangis. Ia membuang tespek di depan wajah Ratu.

"Ma ... Ratu akan gugurin kandungannya, tolong jangan usir Ratu." Tangis Ratu terus memohon.

Mama Ratu menggeleng. Ia juga sebenarnya tidak tega. Tapi perbuatan anaknya tidak bisa dimaafkan. Mama Ratu melempar tas-tas yang sudah ia kemas.

"Pa ... tolongin Ratu-"

"Keputusan Mamamu sudah bulat. Kamu harus diberi pelajaran, Ratu."

Tangis Ratu semakin pecah. Ratu memeluk tas-tasnya erat. Ia tidak tahu harus berbuat apa lagi sekarang. Kehidupannya sudah hancur. Orang tuanya sudah tidak menganggapnya lagi. Ia sudah kehilangan semuanya ....

Radit yang saat itu ingin diam-diam menuju rumah Ratu, lantas membulatkan matanya dan segera menuju Ratu yang tengah menangis memeluk tas di depan rumahnya. Ia memeluk Ratu erat. "Ada apa ini, Tante?" tukasnya meminta penjelasan.

Netra Radit terpaku pada tespek yang dipegang Ratu. Ia menelan salivanya susah payah. Rupanya orang tua Ratu sudah melihatnya. Dan kini, ia melihat tas-tas yang tergeletak juga dipeluk Ratu. Ya, Ratu diusir dari rumah. Dari rumah tempatnya untuk pulang.

"Kalian tidak bisa berbuat seperti ini! Ratu masih membutuhkan kalian sebagai orang tua-"

"Dan Ratu tidak membutuhkan kami! Kalian lupa tentang kejadian itu, hah?! Perlakuan kalian itu sama sekali tidak mencerminkan sebagai orang beradab! Tidak menghargai kami sebagai orang tua!" bengis Ratu.

"Kalian juga salah karena kalian hanya sibuk bekerja dan bekerja! Ratu kesepian di rumah! Ratu memiliki orang tua, tapi perannya tidak ada! Ratu juga masih membutuhkan kasih sayang!" Radit membalas, membuat orang tua Ratu bungkam.

"Radit, kamu orang yang merusak Ratu bisa bercakap seperti itu?" Mama Ratu berdecih, "Ingat Radit, kamu merusak Ratu, merusak orang yang kamu sayangi. Oh, tidak. Sepertinya kamu tidak menyayangi Ratu. Karena orang yang mencintai dan menyayangi, mana mungkin merusaknya?" sindir mama Ratu.

Bak busur panah menusuk dada Radit. Jauh dalam kalbunya, ia telah menyesal berbuat seperti itu. Sungguh, ia adalah orang yang bejat. Ia akui itu. Radit menyesal .... tapi rasanya tak ada gunanya sekarang. Karena nasi sudah menjadi bubur. Karena kaca yang pecah tidak bisa diperbaiki lagi. Bisa, tapi masih ada bekasnya.

"Pergi kalian! Tidak ada lagi tempat untuk kalian di rumah ini!" Mama Ratu menutup pintunya keras. Ratu menangis parau. Ia tampak sangat hancur.

Radit tengah di ambang kebingungan. Sementara ia terlihat tidak tega pada Ratu yang terus meraung. Salahnya menjadikan Ratu menderita seperti ini. Sebisa mungkin ia harus bertanggung jawab atas semua yang ia lakukan pada Ratu.

"Queen, ikut aku, ya?" tawar Radit lembut.

Ratu menggeleng, ia terus menangis sesenggukan. "Aku mau sama Mama," lirihnya.

"Ada aku di sini, Queen. Kita bisa memulai hidup baru." Radit mengulurkan tangannya, dengan hati-hati Ratu meraihnya. Mereka beranjak pergi dari rumah Ratu.

Radit sudah memikirkannya. Sementara, Ratu akan tinggal di indekos miliknya. Urusan bayar sewa, Radit akan menanggungnya, bagaimanapun caranya.

"Nggak papa kamu tinggal sementara di sini dulu?" Ratu tampak diam menatap kosong ke depan.

Radit mengembuskan napasnya. "Tenang aja, nanti semuanya aku yang bayar."

"Dit, ini beneran aku udah nggak dianggap sama orang tuaku lagi?" Matanya yang lelah menatap sendu Radit. "Apa aku gugurin aja-"

"Jangan! Maaf, ini salahku. Tapi aku mohon jangan gugurin ... anak itu nggak salah, Queen," ujar Radit, lalu memegang kedua tangan Ratu erat. Netranya menatap tajam Ratu. "Aku janji akan merawatnya. Aku janji selalu ada untuk kamu," tukasnya.

Tangannya ia ulurkan untuk mengelus pucuk kepala Ratu. "Aku mau pergi menemui orang tuaku dulu. Untuk yang terakhir, aku akan memintanya untuk menerimamu. Jika masih tidak direstui ... maka aku akan nekat pergi. Hidup bersamamu hingga menua."

Ratu menggeleng. "Nggak! Jangan tinggalin aku!" serunya sambil memegang tangan Radit.

"Hei, hei. Aku nggak bakalan ninggalin kamu. Kamu percaya 'kan, sama aku?" Ratu tampak diam, kemudian mengangguk kikuk.

"Good girl. Aku punya teman di sini. Namanya Wili. Kamu bisa menghubunginya jika ada sesuatu. Aku akan kembali dengan cepat dan membawa kabar gembira."

Radit adalah seorang pelajar rantauan. Tempat asalnya di Majalengka dan ia bersekolah di Bogor. Ratu hanya bisa berharap, Radit kembali dengan membawa hal yang menggembirakan.

Radit mengetuk pintu indekos yang dihuni temannya-Wili.

"Kenapa, Dit?"

"Aku titip pacarku, Ratu sebentar. Aku mau balik ke Majalengka dulu. Nanti aku bakal balik secepatnya." Tak ingin berlama-lama, Wili dengan cepat mengangguk. Radit menepuk punggung Wili pelan seraya tersenyum. Ia percaya pada Wili, karena dia adalah teman yang baik.

"Aman sama gue." Wili mengangkat jari jempolnya. Radit mengembuskan napasnya lega.

Radit segera berkemas dibantu dengan Wili. Ia akan pergi ke kampung halamannya sekarang juga. Katanya, lebih cepat maka akan lebih baik. Setelah semua siap di tas, Radit pamitan dengan Ratu dan juga temannya Wili yang dengan senang hati membantunya.

Ratu melambaikan tangannya kala melihat Radit yang sudah jauh dari pandangan.

"Suka banget lo, ya, sama tu Bocah? Padahal dia udah ngerusak lo," cetus Wili.

Ratu mendelik ke arah Wili. Dia ... sudah tahu?

Seakan bisa membaca raut wajah Ratu, Wili mengangkat bahunya tak acuh. "Radit udah ceritain semuanya. Dan katanya dia menyesal. Tapi ... nggak ada gunanya juga, 'kan? Lo berdoa aja supaya orang tua Radit bisa nerima lo."

"Terima kasih," cicit Ratu.

Wili tersenyum. "Lo cewek kuat. Ketuk pintu aja kalau ada apa-apa." Ratu menganggukkan kepalanya paham, lalu Wili kembali ke kamarnya.

Ratu mengelus perutnya yang semakin hari membesar. Kehidupannya yang keras, baru saja dimulai.

Absen dongg, aku kan mauu tauu siapa aja yg baca karyaku, hiks

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Absen dongg, aku kan mauu tauu siapa aja yg baca karyaku, hiks

Ikan sepat ikan tongkol

See u in the next chapter!





Kanvas RusakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang