[Sudah terbit]
Bagi Ezra, melukis adalah napas. Tetapi karena masa lalu Ratu-mamanya mulai merenggut napasnya itu. Di tengah asa yang mulai sirna, Ezra dipertemukan oleh seorang gadis dengan biola di pelukannya.
Kisah mereka akan abadi di sebuah ka...
Don't you say, goodbye I'll pick up these broken pieces 'till i'm bleeding If that'll make it right
It Will Rain-Bruno Mars
• • •
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Gala membanting pintu utama dengan kencang. Ia berjalan masuk dengan kaki yang tertatih-tatih. Penampilannya benar-benar berantakan. Rambutnya acak-acakan, luka lebam menghiasi wajahnya, dan kaki pincangnya yang membuat Gala meringis.
Ia kemudian merebahkan tubuhnya yang remuk ke sofa. Ia meringis kala luka disudut bibirnya terasa perih. "Ezra sialan ...," gumamnya.
"Gala? Kamu kenapa lagi, Sayang?" Dahlia-mama Gala menghampiri anaknya yang terduduk lemas di sofa. Dahlia sering sekali melihat anaknya babak belur seperti ini. Bahkan, sudah seperti makanannya sehari-hari. Sebagai seorang ibu, pasti sakit melihat anaknya yang terluka.
"Ezra, Ma. Gala cuma mau balas dendam sama dia," adu Gala.
Dahlia memeluk Gala. "Kamu memang anak baik, Gal. Anak kesayangan Mama," ucap Dahlia sembari mengelus punggung anaknya lembut.
"Berhenti manjain anak kamu, Lia!" seru Radit-suami Dahlia.
Gala sangat membenci ayahnya. Radit selalu bertindak sesuka hati.
"Mas ...."
"Lihat anak kesayangan yang kamu manjain itu! Selalu pulang dengan keadaan kacau! Sebenarnya apa yang kamu lakukan di luaran sana, hah?!" bentak Radit. Ia sudah muak terus menasehati anaknya. Sementara istrinya selalu membela Gala, yang sudah jelas salah.
"Mas cukup. Gala sedang sakit, kakinya-"
"Pincang? Bagus kalau begitu! Sekalian saja dua-duanya biar kamu tidak bisa jalan lagi!" serobot Radit kesal.
Saat Dahlia ingin meluapkan emosinya karena omongan Radit yang menurutnya sudah kelewat batas, Gala menahannya dengan memegang tangannya dengan lembut.
"Biarin aja, Ma. Percuma ngomong sama Papa. Nggak akan didengerin. Kita 'kan, bukan orang yang dicintainya. Kita cuma jadi pelengkap hidupnya doang," cetus Gala. Sesekali ia meringis karena luka lebamnya yang ada di sudut bibir itu.
Radit mengusap wajahnya gusar. "Papa hanya ingin kamu menjadi anak yang baik, Gala. Berhenti melakukan tindakan bodoh yang membuat-"
"Bagi Papa mungkin bodoh. Tapi bagi Gala ini adalah tindakan yang benar. Papa nggak akan pernah mengerti kondisi Gala sama Mama yang terus-terusan mengemis cinta dari Papa," sanggah Gala. Matanya menyorotkan rasa kebencian bercampur sorot mata kecewa.
Radit terdiam, kemudian Gala berdiri dibantu Dahlia, lalu mereka beranjak pergi meninggalkan Radit. Tapi sebelum benar-benar menghilang dari pandangan Radit, Gala berucap, "Bahkan dikanvas pun, Papa nggak pernah melukis wajah Mama di sana. Yang Papa lukis hanya wajah wanita pelacur itu," ketus Gala tanpa memandang Radit.