2. SMA 12 Angkasa, Kenalan

472 44 13
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.
.

🦋🦋🦋

2. SMA 12 Angkasa, Perkenalan

Di SMA 12 Angkasa, jam 9 pagi itu adalah waktu istirahat pertama. Setiap harinya akan menghabiskan waktu selama 20 menit yang sebisa mungkin dipakai sepuas-puasnya oleh semua siswa.

Istirahat seperti biasa, kafetaria menjadi tujuan utama. Dan satu hal yang harus kamu ketahui tentang peraturan di sekolah ini adalah, jangan pernah menyerobot antrian anak kelas 12 IPA 1. Sebab, namamu bisa saja tercoret dari daftar siswa yang bersekolah di sini.

12 IPA 1 itu bak kumpulan elit di antara yang terelit. Kumpulan anak-anak dari keluarga berpengaruh ada semua di sana. Anak donatur, pejabat, dokter, jaksa, bahkan anak direktur sekolah ini masuk ke kelas itu.

Oh, jangan lupakan bahwa kamu harus selalu mengalah demi anak-anak elit itu. Dalam konteks apapun, kalau berurusan dengan mereka, lebih baik mundur daripada nasibmu berubah menjadi nasib buruk.

Tapi, ya, jangan salah paham dulu. Di beberapa antara mereka ada yang tidak semenyeramkan itu kok. Tapi tetap saja kamu harus berhati-hati.

"Aurelia!"

Gadis bersurai coklat lengkap dengan kardigan ungu itu menoleh. Ia mengernyit ketika melihat seseorang menghampirinya dengan senyum riang saat Aurel hendak memasuki kafetaria.

"Makasih buat pagi tadi, Aurel. Gara-gara kamu, aku dan yang telat tadi nggak jadi dihukum sama Pak Dibio."

Begitu ucapan terima kasih Aneya untuk Aurel. Aneya bahkan memberikan senyuman paling tulusnya untuk gadis itu.

Gadis itu bernama Aurelia Sharadiva. Jika di Indonesia ada presiden yang harus dinomor satukan, maka di 12 Angkasa ada Aurel yang harus dinomor satukan. Sebab, dia adalah cucu dari donatur tertinggi di sekolah ini.

Ah, dia bahkan dipuja-puja oleh penggemarnya yang banyak itu.

"Hah, maksudnya gimana?" tanya Aurel tidak mengerti.

Aneya terkekeh manis. Pikirnya, Aurel hanya berpura-pura tidak paham dengan yang dimaksud oleh Aneya karena tidak ingin perbuatan baiknya diketahui oleh orang lain.

"Ih, aku tau, kok, tadi kamu yang nelpon Pak Dibio dan minta supaya kami yang telat nggak dihukum, kan? Soalnya tadi Pak Dibio bilang ada anak donatur yang nelpon dan minta kayak gitu."

Sejenak Aurel terdiam sembari memahami apa yang Aneya ucapkan. Ia tahu betul bahwa setiap pagi Pak Dibio akan menghukum siswa yang terlambat karena memang itulah peraturan sekolah. Tapi masalahnya bukan Aurel yang menelepon dan meminta agar hari ini siswa yang terlambat itu tidak dihukum.

Namun setelah ia memahami maksud Aneya, gadis itu jadi tersenyum manis. "Eh, iya. Sama-sama, Aneya," jawab Aurel bertingkah bahwa dialah yang telah melakukannya.

AKSA'S | HARUTOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang