15. Ancaman Baru

164 24 2
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.

🦋🦋🦋

15. Ancaman Baru

Sore harinya, Aneya kembali ke rumah. Tentu diantarkan oleh Aksa dan juga Om Murdi yang menyupiri mereka. Langkah Aneya begitu tidak semangat saat ia turun dari mobil, membuat Aksa yang tadinya ingin stay di mobil saja jadi ikut turun menyusul gadis itu.

"Kenapa?" tanya Aksa seraya mengelus rambut Aneya dari belakang.

Aneya menoleh sebentar, lalu menunduk. "Bunda belum pulang, Aksa," jawab Aneya.

Aksa pun mengangguk. "Mau aku temenin dulu, ya?"

Mau, Aneya mau saja. Tapi rasanya tidak enak, Aksa sudah menjaganya semalamam sampai pemuda itu tidak tidur. Aneya merasa akan sangat merepotkan untuk Aksa yang belum beristirahat sama sekali semenjak kejadian malam itu.

"Nggak apa-apa, kok. Paling sebentar lagi juga Bunda udah pulang."

"Kamu yakin nggak apa-apa aku tinggalin sendiri?" tanya Aksa khawatir.

"Iya, Aksa. Makasih udah selamatin dan jagain aku semalam. Aku nggak tau harus bales pakai apa."

Aksa menatap gadis itu dengan lembut. Aksa tidak mengharapkan balasan apa-apa, yang penting Aneya selamat saja Aksa sudah tenang.

Kini, satu usapan lembut Aksa berikan pada pipi gadis itu. "Aku pulang, ya. Kalau ada apa-apa langsung telpon aku, bisa?"

"Bisa," jawab Aneya cepat. Gadis itu membalas tatapan Aksa dengan tersenyum, manis sekali. Meski belum memiliki status, orang-orang pasti bisa membaca apa yang tersirat di antara mereka.

Aksa pun kembali ke mobil setelah mengantar Aneya masuk ke rumahnya. Ekspresinya yang lembut tadi kini berubah seratus delapan puluh derajat. Pemuda itu belum bisa tenang, masih ada sesuatu yang harus ia bereskan.

"Ke rumah Dilan," perintah Aksa. Om Murdi langsung mengiyakan. Mobil mereka kini melaju menuju rumahnya Dilan. Rumah yang sudah dibangun puluhan tahun itu, masih tampak kokoh dan sunyi. Dulu sekali, Aksa sering menginap di sana, Aksa bahkan sampai hapal setiap sudut ruangannya. Bagaimana bisa rumah dengan seribu kenangan itu kini terlihat begitu hampa?

"Ngapain lo ke sini?" Itu pertanyaan pertama Dilan saat membukakan pintu untuk Aksa.

"Mau ngomong bentar. Gue boleh masuk?"

Seketika Dilan melebarkan tangannya untuk menghadang Aksa yang hendak berjalan masuk ke dalam rumah. "Ngomong di sini, lo nggak boleh masuk."

"Ck!" decak Aksa. Dilan pikir Aksa akan menurut? Tentu tidak. Dengan tidak sopannya Aksa mendorong Dilan agar jalannya tidak terhalang lagi. Pemuda itu masuk sembari melihat-lihat isi rumah. Banyak yang berubah, tidak ada lagi foto keluarga Dilan yang terpajang di ruang tamu.

AKSA'S | HARUTOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang